Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasib Anak dalam Belenggu Terorisme

19 Mei 2018   15:13 Diperbarui: 19 Mei 2018   15:23 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat anak dilarang untuk berkata kasar kepada orang tuanya, pada saat yang sama orang tua juga dilarang menghardik anaknya dengan panggilan yang kasar. 

Jika anak diharuskan berkata jujur dan dilarang berbohong, maka saat yang aama juga itu berlaku untuk hubungan orang tua dan anak.

Pendidikan dan pola asuh sangat menentukan tindakan dan pola pikir anak. Anak harus diperlakukan dengan penuh rasa sayang dan kesabaran. Faktor keluarga dan kondisi pola asuh ikut berperan dalam mempengaruhi anak sejak dini. 

Anak akan mudah patuh perkataan kedua orang tuanya, entah itu karena penurut atau disebabkan karena takut. Anak juga mudah dibentuk oleh orang tuanya.

Karena itu faktor orang tua baik secara psikologis atau pendidikan memang perlu diperhatikan. Salah satu adanya larangan pernikahan dini misalnya adalah bagian dari upaya untuk menyiapkan pasangan suami-istri yang sudah matang secara psikis dan emosional. 

Pola doktrinisasi orang tua yang mengajak anak-anak mereka untuk melakukan aksi bersama dengan cara melakukan bom bunuh diri dapat menjadi bahan intropeksi para orang tua, masyakarat dan pemerintah. Jika selama ini perekrutan mengajak anak-anak muda untuk terlibat dalam aksi terorisme, belakangan konsep itu telah beralih pada lingkup yang kecil yaitu lewat keluarga. 

Karena lewat keluarga, pola doktrinisasi akan lebih mudah karena ada unsur kedekatan dan kepatuhan. Melalui pola ini juga setidaknya sulit untuk dilacak dan diketahui orang banyak. Tapi yang perlu digaris bawahi, anak-anak harus dijauhkan dari orang tua yang memanfaatkan anaknya untuk tujuan yang tidak dibenarkan baik untuk memperkaya orang tua dengan mengeksploitasi anak, maupun dengan menyuruh anaknya untuk terlibat aksi terorisme. 

Anak-anak itu adalah korban dari ego dan ketidak tahuan orang tuanya. Anak kadang dipaksa baik dalam artian kasar maupun halus untuk mengikuti jejak atau kondisi yang melibatkan kedua orangtuanya.  

Misalnya saat orang tua memiliki masalah dengan tetangga, maka secara halus ada beban dan jarak bagi si anak untuk berdekatan dengan anggota keluara tetangga yang bermusuhan dengan orang tuanya.  Atau orang tuanya secara tegas melarang anaknya untuk bergaul dan berteman dengan anak tetangganya itu. 

Karena itulah, rasa sayang dan cinta yang sesungguhnya tidak akan memaksakan atau mempengaruhi orang tua untuk melakukan tindak yang tidak dibenarkan. 

Saat orang tua membunuh anaknya meskipun didasari alasan karena khawatir tidak bisa menafkahi sang anak, nyatanya tindak yang dilakukannya telah merugikan anak dan dirinya sendiri. Tindakan itu juga bukan merupakan kasih sayang orang tua tapi ego dari orang tua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun