Mohon tunggu...
Eggy Adrian Pratama
Eggy Adrian Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55523110034 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pemeriksaan Pajak - Dosen : Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 4 - Pemeriksaan Pajak - Kritik dan Evaluasi Compliance Risk Management pada Pemikiran Aristotle, Cartesian, dan Nash

6 Oktober 2024   21:44 Diperbarui: 6 Oktober 2024   22:19 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Modul Prof Apollo

Kritik dan Evaluasi Compliance Risk Management Berdasarkan Pemikiran Aristotle, Cartesian, dan Nash

Pendahuluan

Compliance Risk Management (CRM) adalah salah satu pendekatan penting dalam dunia korporasi, terutama dalam bidang perpajakan, hukum, dan regulasi. CRM berfokus pada identifikasi, penilaian, pengelolaan, dan mitigasi risiko yang terkait dengan kepatuhan terhadap berbagai aturan dan regulasi. Bagi perusahaan yang beroperasi dalam pasar global yang semakin kompleks, kepatuhan terhadap regulasi tidak hanya penting untuk menghindari sanksi, tetapi juga untuk menjaga reputasi dan hubungan baik dengan pemangku kepentingan (stakeholders).

Sumber Gambar : Modul Prof Apollo
Sumber Gambar : Modul Prof Apollo

Sumber Gambar : Modul Prof Apollo
Sumber Gambar : Modul Prof Apollo

Namun, manajemen risiko kepatuhan tidak dapat dilakukan dengan pendekatan yang sederhana. Kompleksitas bisnis modern memerlukan pendekatan yang lebih multidisiplin dan komprehensif. Di sinilah pemikiran filosofis seperti Aristotle, Descartes (Cartesian), dan Nash dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam membangun kerangka CRM yang lebih baik.

Dalam tulisan ini, kami akan mengeksplorasi bagaimana konsep-konsep dari ketiga pemikir ini dapat diterapkan dalam CRM, dengan mempertimbangkan aspek what (apa yang dapat dilakukan), why (mengapa penting), dan how (bagaimana cara melakukannya). Kami juga akan memberikan kritik serta evaluasi atas kelebihan dan kelemahan pendekatan ini dalam konteks CRM.

1. Pemikiran Aristotle dalam Compliance Risk Management

Sumber Gambar : Kompas.com
Sumber Gambar : Kompas.com

What: Kebajikan dalam Manajemen Risiko Kepatuhan

Aristotle, seorang filsuf Yunani kuno, menekankan pentingnya kebajikan (virtue ethics) dalam kehidupan manusia. Kebajikan, dalam pandangan Aristotle, tidak hanya berkaitan dengan kepatuhan terhadap hukum secara literal, tetapi juga melibatkan tindakan yang didasari oleh moralitas dan nilai-nilai kebaikan. Dalam konteks CRM, nilai kebajikan ini bisa diterjemahkan menjadi sebuah budaya organisasi yang mengedepankan integritas, transparansi, dan tanggung jawab moral dalam mematuhi aturan dan regulasi.

Di era modern, konsep kebajikan dari Aristotle tetap relevan, terutama dalam membangun budaya kepatuhan di perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan tidak hanya harus mengikuti aturan pajak dan regulasi yang berlaku, tetapi juga bertindak berdasarkan prinsip etika yang baik dalam mengelola laporan keuangan dan transaksi bisnis. Ini memastikan bahwa kepatuhan tidak hanya sekedar formalitas, tetapi juga mencerminkan niat baik dalam tindakan sehari-hari.

Why: Mengapa Etika Kebajikan Penting dalam CRM

Pemikiran Aristotle relevan dalam CRM karena etika kebajikan mengajarkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh individu maupun organisasi harus didorong oleh tujuan untuk mencapai kebaikan bersama, bukan hanya untuk menghindari hukuman atau mendapatkan keuntungan sesaat. Dalam konteks bisnis, organisasi yang berfokus pada etika kebajikan akan lebih mampu membangun kepercayaan jangka panjang dengan pemangku kepentingan, termasuk regulator, pemerintah, pelanggan, dan masyarakat luas.

Sebagai contoh, dalam menghadapi audit pajak berbasis risiko, perusahaan yang memiliki budaya kepatuhan yang kuat tidak hanya berusaha mematuhi aturan perpajakan, tetapi juga berusaha untuk bertransparansi dalam setiap aspek operasionalnya. Dengan demikian, risiko terkait ketidakpatuhan dapat diminimalisir, dan perusahaan dapat beroperasi dengan lebih lancar tanpa adanya gangguan dari otoritas pajak.

How: Menerapkan Etika Kebajikan dalam CRM

Untuk menerapkan etika kebajikan dalam CRM, organisasi perlu membangun sistem yang mengintegrasikan nilai-nilai moral dalam setiap proses bisnis dan keputusan strategis. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:

  1. Membangun budaya perusahaan yang berbasis pada nilai-nilai etika. Ini dapat dilakukan melalui pelatihan kepatuhan yang berkelanjutan, sosialisasi nilai-nilai moral, serta penerapan kode etik yang kuat.
  2. Melibatkan kepemimpinan yang berintegritas. Para pemimpin perusahaan harus menjadi contoh dalam hal kepatuhan dan etika bisnis. Ketika pemimpin bertindak berdasarkan nilai-nilai kebajikan, karyawan dan pihak lain di dalam perusahaan cenderung mengikuti.
  3. Mengembangkan sistem pengawasan yang etis. Proses audit internal dan eksternal perlu diarahkan tidak hanya untuk memverifikasi kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga untuk menilai apakah perusahaan telah bertindak secara etis dalam seluruh proses bisnisnya.

Kritik terhadap Pemikiran Aristotle dalam CRM

Walaupun pendekatan berbasis etika kebajikan memiliki manfaat, terdapat beberapa kelemahan dalam penerapannya di dunia bisnis modern. Kebajikan seringkali dianggap sebagai konsep yang subjektif dan sulit diukur secara objektif. Di sisi lain, perusahaan berada dalam tekanan untuk bersaing secara efisien dan cepat, sehingga mendorong nilai-nilai kebajikan mungkin tidak selalu menjadi prioritas. Selain itu, pendekatan ini mungkin terlalu idealis dalam situasi yang membutuhkan keputusan yang lebih praktis dan pragmatis.

2. Pemikiran Cartesian dalam Compliance Risk Management

Sumber Gambar : Wikipedia
Sumber Gambar : Wikipedia

What: Skeptisisme Metodis dalam CRM

Ren Descartes atau lebih dikenal dengan pemikiran Cartesian, memperkenalkan metode skeptisisme metodis, yang mengajarkan bahwa seseorang harus meragukan segala sesuatu dan hanya menerima kebenaran yang dapat dibuktikan secara logis dan deduktif. Dalam CRM, pendekatan Cartesian dapat diterapkan dalam proses analisis risiko yang mendalam dan logis. Descartes menekankan pentingnya meragukan asumsi-asumsi dasar dan memecah masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk dianalisis secara sistematis.

Why: Pentingnya Pendekatan Skeptisisme dalam CRM

Pendekatan Cartesian penting dalam CRM karena membantu organisasi untuk mengidentifikasi risiko yang tersembunyi atau terlewatkan. Dalam manajemen risiko, seringkali ada kecenderungan untuk berasumsi bahwa sistem dan proses yang sudah ada cukup memadai. Namun, skeptisisme metodis mendorong perusahaan untuk terus mengevaluasi dan menguji validitas sistem yang ada, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan kesalahan dan memastikan bahwa semua risiko telah dianalisis secara mendalam.

Sebagai contoh, dalam audit pajak berbasis risiko, pendekatan Cartesian akan mendorong auditor untuk membedah setiap bagian dari laporan keuangan dan proses perpajakan, serta mempertanyakan asumsi yang digunakan oleh perusahaan dalam menyusun dokumen perpajakannya. Hal ini memastikan bahwa tidak ada celah atau ketidakakuratan yang lolos dari pengawasan.

How: Menerapkan Pendekatan Cartesian dalam CRM

Untuk menerapkan pemikiran Cartesian dalam CRM, perusahaan dapat mengikuti beberapa langkah berikut:

  1. Analisis risiko yang sistematis. Setiap proses dalam bisnis harus dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk dianalisis secara mendalam. Misalnya, dalam proses pelaporan pajak, setiap transaksi, dokumen, dan kebijakan perlu diperiksa secara terpisah untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
  2. Penerapan skeptisisme dalam pengambilan keputusan. Para pengambil keputusan dalam perusahaan perlu mengadopsi sikap skeptis dalam setiap langkahnya. Mereka harus selalu mempertanyakan asumsi dan data yang digunakan dalam proses manajemen risiko.
  3. Pengujian dan validasi data secara rutin. Untuk memastikan keakuratan data dan sistem yang digunakan dalam CRM, organisasi perlu melakukan pengujian dan validasi secara berkala terhadap data dan proses bisnis mereka.

Kritik terhadap Pemikiran Cartesian dalam CRM

Meskipun pendekatan Cartesian dapat memberikan analisis yang sangat mendalam, salah satu kritik utama terhadap pemikiran ini adalah bahwa pendekatan ini mungkin terlalu fokus pada aspek teknis dan analitis, sehingga mengabaikan faktor-faktor lain seperti aspek emosional, sosial, atau etika. Dalam CRM, terkadang dibutuhkan pendekatan yang lebih fleksibel dan berbasis intuisi, terutama ketika dihadapkan dengan situasi yang tidak pasti atau melibatkan pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan berbeda.

3.  Teori Permainan (Game Theory) Nash dalam Compliance Risk Management

Sumber Gambar : The Newyorker 
Sumber Gambar : The Newyorker 

What: Keseimbangan Nash dalam CRM

John Nash, seorang matematikawan yang dikenal dengan teori permainan, memperkenalkan konsep Nash Equilibrium yang menggambarkan situasi di mana tidak ada pemain dalam sebuah permainan yang dapat meningkatkan hasilnya tanpa mengorbankan pihak lain. Dalam CRM, konsep ini bisa diterapkan dalam situasi di mana perusahaan harus membuat keputusan yang mempertimbangkan reaksi dari pemangku kepentingan lain, seperti regulator, konsultan pajak, auditor, dan pesaing.

Why: Mengapa Teori Permainan Penting dalam CRM

Teori permainan Nash penting dalam CRM karena mencerminkan dinamika interaksi antara berbagai pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait kepatuhan. Setiap keputusan yang diambil oleh perusahaan tidak hanya mempengaruhi mereka sendiri, tetapi juga berdampak pada pihak lain, termasuk regulator dan pihak eksternal lainnya. Dalam konteks ini, Nash Equilibrium membantu perusahaan untuk mencapai keseimbangan antara kepatuhan dan efisiensi operasional, sambil mempertimbangkan reaksi pihak lain terhadap setiap keputusan yang diambil.

Sebagai contoh, dalam audit pajak, perusahaan mungkin perlu mempertimbangkan bagaimana keputusan mereka dalam pelaporan pajak akan mempengaruhi sikap dan tindakan auditor. Dengan mempertimbangkan interaksi ini, perusahaan dapat meminimalkan risiko potensi konflik atau sanksi yang lebih berat.

How: Menerapkan Teori Nash dalam CRM

Untuk menerapkan teori permainan Nash dalam CRM, perusahaan dapat melakukan hal-hal berikut:

  1. Menganalisis interaksi antara pemangku kepentingan. Sebelum membuat keputusan terkait kepatuhan, perusahaan harus mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut akan mempengaruhi pihak lain, seperti regulator, pelanggan, dan mitra bisnis.
  2. Mengembangkan strategi yang kolaboratif. Dalam banyak situasi, kepatuhan dapat dicapai melalui kerja sama antara perusahaan dan pemangku kepentingan eksternal. Dengan strategi yang kolaboratif, perusahaan dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.
  3. Simulasi skenario berbasis teori permainan. Perusahaan dapat menggunakan model simulasi untuk menguji berbagai skenario yang melibatkan interaksi antara pemangku kepentingan, sehingga dapat mengidentifikasi langkah terbaik yang bisa diambil untuk mencapai keseimbangan kepatuhan.

Kritik terhadap Teori Permainan (Game Theory) Nash dalam CRM

Meskipun teori permainan Nash menawarkan pendekatan yang pragmatis, terdapat beberapa kelemahan dalam penerapannya dalam CRM. Salah satunya adalah ketidakpastian yang seringkali muncul dalam situasi bisnis yang dinamis. Nash Equilibrium mengasumsikan bahwa semua pemain memiliki informasi yang cukup dan dapat memprediksi reaksi satu sama lain, padahal dalam praktiknya, informasi yang tersedia seringkali tidak lengkap dan sulit diprediksi. Selain itu, teori ini juga cenderung fokus pada rasionalitas pemain, sementara dalam bisnis, seringkali keputusan diambil berdasarkan faktor emosional atau politis yang tidak selalu rasional.

Kesimpulan dan Ulasan :

Evaluasi CRM melalui pendekatan pemikiran Aristotle, Cartesian, dan Nash memberikan kerangka yang berbeda namun saling melengkapi dalam menangani tantangan manajemen risiko kepatuhan. Pemikiran Aristotle menekankan pada pentingnya membangun budaya kepatuhan berbasis etika kebajikan, yang dapat membantu perusahaan dalam membentuk perilaku yang etis dan bertanggung jawab. 

Di sisi lain, Descartes melalui pendekatan Cartesian menawarkan kerangka berpikir yang skeptis dan metodis, yang sangat berguna dalam menganalisis risiko secara mendalam dan sistematis. Sementara itu, John Nash dengan teori permainannya membantu organisasi untuk mempertimbangkan dinamika interaksi antara pemangku kepentingan dan mencapai keseimbangan dalam pengambilan keputusan terkait kepatuhan.

Dalam ulasan ini, kita melihat bagaimana pemikiran Aristotle, Descartes, dan Nash menawarkan pendekatan yang berbeda namun saling melengkapi dalam manajemen risiko kepatuhan (CRM). Aristotle dengan pendekatan etika kebajikannya berfokus pada pembangunan karakter moral yang kuat dalam organisasi, mendorong kepatuhan yang didorong oleh integritas dan tanggung jawab. Descartes dengan skeptisisme metodisnya menekankan pentingnya analisis yang mendalam dan logis, memastikan bahwa setiap risiko dianalisis secara sistematis dan kritis. Nash melalui teori permainannya memberikan perspektif strategis yang berguna dalam memahami interaksi kompleks antara berbagai pemangku kepentingan yang mempengaruhi kepatuhan perusahaan.

Meskipun masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangannya, kombinasi dari ketiganya dapat menghasilkan sistem Compliance Risk Management yang lebih komprehensif dan adaptif. Dengan menerapkan etika kebajikan Aristotle, skeptisisme metodis Cartesian, dan keseimbangan teori permainan Nash, organisasi dapat lebih siap dalam menghadapi tantangan kepatuhan yang semakin kompleks di era bisnis modern, serta  kelemahan dari masing-masing pendekatan menyoroti pentingnya fleksibilitas dalam penerapan. 

Etika kebajikan bisa terlalu idealis, analisis Cartesian bisa terlalu teknis, dan asumsi rasionalitas dalam teori Nash sering kali tidak mencerminkan realitas dunia bisnis. Oleh karena itu, kombinasi ketiga pendekatan ini bisa menghasilkan kerangka kerja CRM yang lebih dinamis, seimbang, dan responsif terhadap tantangan kepatuhan yang nyata.

Referensi:

  • Aristotle, "Nichomachean Ethics," https://plato.stanford.edu/entries/aristotle-ethics/.
  • Nash, "On Interpreting Playoffs: Morality and Efficiency in Game Theory Math, Nash" https://plato.stanford.edu 
  • Descartes, Rene. "Meditations on First Philosophy."
  • Nash, John. "Non-Cooperative Games." Annals of Mathematics, 1951.
  • Modul Prof Apollo : K04_Modeling Compliance Risk Management (CRM).
  • Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-24/PJ/2019, CRM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun