Mohon tunggu...
Eggbal Alditio
Eggbal Alditio Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sabda Warga, Warga Berdaya

25 November 2015   20:13 Diperbarui: 25 November 2015   21:37 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Deskripsi

Merupakan salah satu karya dari sekian karya yang dipamerkan dalam rangkaian Biennale Jogja XIII “Hacking Conflict” di Jogja National Museum pada tanggal 1 November - 10 Desember 2015. Karya Sabda Warga dibuat oleh seniman jalanan bernama Andrew Lumban Gaol atau biasa dikenal sebagai Antitank, Antitank sendiri bermula pada tahun 2003 kemudian project tersebut berlanjut hingga kini mengikuti perantauan Andrew. Dalam Biennale kali ini, Sabda Warga di pamerkan di gedung Ajiyasa dengan menempati tempat display bernomor 15.

Sabda Warga yang dibuat oleh Antitank tidak jauh dari karya yang biasa dibuatnya, perbedaannya terletak pada ukuran lebih besar dan berisi kalimat pernyataan ataupun tuntutan lebih tegas dari biasanya. Sabda Warga sendiri merupakan bentuk visual dari pernyataan atau tuntutan warga kampung daerah Kapen Watu Kodok, Karangwuni, Miliran, Baciro, Gondolayu.

Karya Sabda Warga kurang lebih berukuran panjang  17,5 m dan tinggi sekitar 2,5 meter. Didominasi oleh tumpukan kolase kertas yang di cat secara manual dengan warna kuning, merah dan hitam. Terdapat  8 objek utama yang terdiri dari 7 objek manusia setengah badan  membawa papan yang berisi pernyataan ataupun tuntutan dengan kalimat menggunakan jenis huruf sans serif, sedangkan satu objek lainnya berupa logo dari karya sabda warga berupa alat pengeras suara yang juga dilengkapi teks berjenis huruf sans serif.

Pembagian warna dalam karya sabda warga dibagi atas tiga warna dan dinding yang terbuat dari sketsel kayu, pembagian dinding tersebut masing-masing berukuran 10 meter dan terdapat 5 objek manusia setengah badan, kemudian 1 dinding berukuran 2,5 m di sisi selatan dengan point of view logo sabda warga yang ditambahkan meja dibawahnya kemudian dinding terakhir 5 meter dengan 2 objek manusia setengah badan. Secara keseluruhan, meskipun karya sabda warga dibagi menjadi tiga dinding yang berbeda, namun tetap terasa kesatuan nya, hal ini dikarenakan pembagian warna yang sama, yakni kuning untuk background, merah untuk warna objek dan hitam sebagai warna outline yang menyatukan keduanya.

Objek manusia dalam karya sabda warga terdiri dari jenis kelamin yang berbeda, diantaranya adalah lima orang berjenis kelamin laki-laki dan dua orang berjenis kelamin perempuan , Objek manusia tersebut merupakan hasil tracing foto dalam pengolahan digital yang kemudian dijadikan karya bergaya Bauhaus ( cenderung simetris ) dengan dominan warna block. Selanjutnya hasil olahan foto tadi dicetak diatas kertas dengan ukuran A0, kertas yang digunakan merupakan jenis HVS 90 gr. Untuk menciptakan objek yang besar melebihi batas maksimal ukuran cetak digital pada kertas, dalam satu objek dibagi menjadi berbagai bagian yang selanjutnya disatukan. Latar belakang dalam karya Sabda Warga merupakan kolase kertas yang ditempel secara acak, kolase kertas yang ditempel berisi berbagai informasi dan berita atas kejadian atau latar belakang terciptanya karya Sabda Warga. Untuk jumlah kolase kertas yang ditempel terdapat sekitar 500 lebih kolase dengan ukuran cetak A4 kemudian dipotong sesuai dengan kebutuhan. Salah satu contoh informasi yang dimuat dalam latar belakang kolase kertas tersebut adalah surat tuntutan warga, cuplikan berita dari media cetak tentang penangkapan warga di daerah Watu Kodok dan banyak informasi lainnya.

 

Lebih jauh tentang latar belakang Sabda Warga 

Secara garis besar, Sabda Warga dapat disimpulkan sebagai tuntutan warga atas haknya dalam permasalahan tanah yang ada di sekitar lingkungan mereka dalam bentuk karya poster. Ironisnya permasalahan yang diangkat merupakan akibat satu kesalahan yang sama yakni adanya monopoli dan kepentingan pribadi atas perizinan pembangunan di Yogyakarta.

Pemilihan teks atau pernyataan pada Sabda Warga berdasarkan penyederhanaan atas permasalahan dan sengketa yang terjadi di lima kawasan dalam Sabda Warga tersebut, berikut beberapa latar belakang dan hasil penyederhanaan masalah dalam bentuk kalimat pernyataan sebagai upaya melawan ketidakadilan yang merugikan warga serta lingkungannya.

“Hak Warga Diatas Kepentingan Ekonomi”

Warga Miliran

Tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan Yogyakarta sudah jauh dari konteks pembangunan berencana sesuai dengan tata kota, tecatat pembangunan untuk kepentingan wisata yakni hotel pada tahun 2014 tercatat terdapat 339 Hotel baru di Yogyakarta. Pembangunan yang membabi buta seperti itu terjadi akibat perizinan yang dimonopoli oleh sebagian oknum. Hingga mengakibatkan ketimpangan dan permasalahan lingkungan, seperti salah satunya permasalahan air warga yang mengering akibat kedalaman sumur warga kalah dengan kedalaman pondasi dan sumur bor hotel Fave di sekitar lingkungannya.

“Regulasi Tanah Libatkan Warga”

“Akses Tanah Transparan dan Adil”

Warga Gadingan, Sinduharjo

Permasalahan yang terjadi di daerah Sinduharjo adalah mulai masuknya pengembang dengan misi mendirikan apartemen, sebagian kawasan di daerah ini telah beralih fungsi, semula merupakan sawah sebagai kawasan produktif pertanian kini semakin tergeser fungsinya menjadi kawasan pembangunan yang diperparah dengan adanya pemalsuan dokumen persetujuan pendirian apartemen di daerah tersebut, padahal daerah tersebut merupakan lahan yang baik untuk produktifitas pertanian. Pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh pemerintah desa dinilai sangat arogan terlebih lagi adanya aksi pembakaran rumah warga dikawasan tersebut dalam upaya relokasi paksa.

 

“Tanah Lahan Bermain Anak”

Warga Gondolayu

Gondolayu terletak di Jalan Jenderal sudirman, Yogyakarta. Kampung yang berada di pusat kota Yogyakarta atau tepatnya di kawasan kali Code ini merupakan salah satu kampung padat penduduk di Yogyakarta, permasalahan yang terjadi di kampung ini adalah adanya praktek jual beli tanah yang melibatkan calo dan makelar tanah tanpa memperhatikan asas keberlangsungan hidup masyarakatnya, sehingga menghilangkan sebagian tempat tinggal warga yang mayoritas dalam satu rumah terdapat lebih dari satu keluarga dan anak-anak. Bukan hanya menghilangkan tempat tinggal mereka saja, kampung gondolayu juga kehilangan aktifitas anak bermain akibat perpindahan paksa atau aksi terpaksa berpindah yang dilakukan warganya akibat tidak memiliki pilihan.

 

Pemaknaan

Sabda Warga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dipilah menjadi dua kata, yakni Sabda dan Warga. Sabda merupakan kata atau perkataan, sedangkan Warga merupakan perkumpulan atau tingkatan dalam masyarakat. Dapat dikatakan Sabda Warga sebagai perkataan atau tuntutan yang dilontarkan oleh warga. Dalam konteks karya kali ini, Sabda Warga berisi seruan atau tuntutan warga dalam upaya melawan ketidakadilan dan merebut hak-hak yang telah diambil alih oleh sebagian penguasa atas kepentingan pribadi. Berdasarkan konsep yang tertulis dalam buku paduan biennale, Sabda Warga merupakan bentuk visual atas perjuangan sebagaian warga jogja guna melawan perubahan kota akibat terfokus pada perwujudan kota wisata dan belanja, sayangnya perubahan atau pembangunan tersebut tidak memperhatikan hak atau keberlangsungan warga sebagai subjek penting dalam penentuan arah gerak dan ruang hidupnya.

Selain itu pemilihan toa sebagai objek yang dijadikan logo dari pergerakan sabda warga dapat diinterpretasikan sebagai konotasi perlawanan berbentuk orasi bagi kaum yang dirampas hak dan keadilannya, karena di indonesia toa merupakan salah satu properti yang selalu hadir sebagai pengeras suara saat terdapat kelompok masyarakat menyuarakan aspirasinya di depan gedung pemerintahan ataupun  sudut-sudut keramaian kota. Logo Sabda Warga sendiri terdiri dari tiga elemen utama, gestalt toa dengan dilengkapi teks Sabda di tengahnya dan teks Warga yang diposisikan sebagai anomatope suara dari toa tersebut. Penempatan teks Sabda yang berada di dalam bagian Toa dapat digambarkan sebagai Sumber suara atau pernayatan, sedangkan teks warga yang lebih dinamis, karena bentuknya menyerupai anomatope, merupakan penegasan bahwa masyarakat sejatinya memiliki andil untuk bersuara dan mengemukakan pendapat.

Sementara itu subjek yang menjadi objek dalam karya Sabda Warga merupakan perwakilan masyarakat dari lima daerah yang diperjuangkan oleh Andrew Lumban Gaol dalam Sabda Warganya. Tokoh tersebut berangkat dari latar belakang yang berbeda, baik pendidikan maupun profesi, dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan, ada yang hanya menggunkaan kaos dan topi hingga subjek yang menggunakan pakaian rapih serta religius. Ketujuh tokoh tersebut tidak dijelaskan siapa dan bagaimana peran mereka dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat di daerahnya, hal ini dimaksudkan agar pernyataan yang dipaparkan merupakan pernyataan masyarakat secara keseluruhan bukan perseorangan. Persatuan sendiri merupakan salah satu kata yang tertulis dalam pancasila, sila ke tiga dengan salah satu maknanya adalah masyarakat Indonesia seharusnya saling bahu-membahu membangun dan menjaga budaya serta keseimbangan alam Indonesia secara utuh.

Setelah diamati lebih jauh, figur yang ditampilkan dalam karya Sabda Warga berjumlah tujuh orang. Angka tujuh sendiri memiliki berbagai mitos seperti angka keberuntungan dan angka yang disakralkan dalam budaya jawa diantaranya banyaknya upacara atau ritual dalam jawa yang mengharuskan adanya kembang dengan jumlah tujuh rupa berbeda, bukan hanya itu, angka tujuh juga sering disebut sebagai pitulungan. Dalam ilmu pengetahuan, angka tujuh sendiri merupakan dasar bilangan akumulasi yang tidak terhitung jumlahnya. Dari berbagai mitos yang meliputi angka tujuh, tujuh figur yang ada pada karya sabda warga dapat dikonotasikan sebagai perwakilan atas suara masyarakat dengan jumlah lebih banyak bahkan hingga tidak terhingga sebagai upaya saling tolng-menolong dan bahu-membahu menyelamatkan keseimbangan alam khususnya permasalahan tanah.

Tidak hanya berhenti disitu, makna figur dengan hanya menampilkan setengah badan tanpa bagian kaki juga dapat dimaknai lebih jauh. Dalam anatomi tubuh manusia, kaki merupakan tumpuan berpijak dan bagian tubuh yang memiliki hubungan lebih jauh dengan tanah berpijak, karena hampir setiap hari kaki melakukan kontak fisik secara langsung dengan tanah. Dapat dimaknai bahwa ketujuh figur yang ada dalam sabda warga telah terampas tempat berpijaknya akibat keserakahan beberapa oknum. Ironis karena oknum tersebut mayoritas merupakan petinggi serta orang yang memiliki peran penting dan seharusnya menjadi tumpuan juga panutan dalam masyarakat, tetapi kenyataannya bertolak belakang.

Pemilihan pakaian dalam pengambilan gambar dengan sengaja ala kadarnya atau sederhana dan tanpa rekayasa, hal ini untuk mempertegas bahwa pernyataan yang tertulis benar-benar riil berasal dari masyarakat. Selain itu karena pakaian sendiri memiliki peran penting dalam mengkastakan kedudukan serta status sosial masyarakat. Pemisahan jenis kelamin yang didominasi oleh laki-laki juga dapat dimaknai berdasar mitos bahwa sudah selayaknya laki-laki yang lebih depan dalam memperjuangkan hak masyarakat yang juga meliputi hak istri atau bahkan anak dan cucunya kelak.

Kemudian pemilihan gaya block adalah karena rumah dari  karya Sabda Warga yang sebenarnya adalah jalan, atau tempat umum dengan target audiens masyarakat secara keseluruhan yang berlalu –lalang, tehnik block menghasilkan objek yang tegas dan dapat diamati dari kejauhan, juga dengan mudah dicerna oleh masyarakat kota yang bergerak secara dinamis. Selanjutnya penempatan kolase informasi dan cuplikan tuntutan warga serta berita dari media cetak disusun tidak rapih berusaha mewakili pembangunan kota Yogyakarta yang semrawut, disisi lain pemilihan berbagai informasi dimaksudkan untuk mengedukasi audiens tentang permasalahan yang terjadi. Kolase tersebut dilapisi oleh cat berwarna kuning mengesankan peringatan bagi seluruh lapisan masyarakat di kota Yogyakarta. Pemilihan warna merah dalam objek manusia atau masyarakat diartikan sebagai keberanian untuk mendorong kebenarian masyarakat lainnya dalam memperjuangkan hak atas ketidakadilan yang menimpa masing-masing daerahnya. Sedangkan warna hitam dihadirkan sebagai outline atau penegas mengesankan jurang pemisah antara masyarakat dan keadilan yang seharusnya didapatkan.

Membahas mengenai ukuran poster yang melebihi ukuran maksimal cetak atau ukuran terbesar kertas, Sabda Warga berusaha mendekonstruksi ukuran tersebut dengan tujuan terciptanya kekuatan besar dan kemampuan masyarakat untuk menyuarakan dan menuntut keadilan. Selama ini masyarakat selalu berada dalam kasta paling bawah dalam sistem pemerintahan dan selalu dirugikan, padahal sebagaimana yang diatur dalam undang-undang bahwa masyarakat adalah penentu kebijakan dan segala kebijakan harus berdasar pada kepentingan masyarakat.

 

Aminuddin, Semantik: Pengantar Studi tentang Makna (Bandung: Sinar Baru, 1988)

Foto dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun