Mohon tunggu...
Ega Rafi
Ega Rafi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Saya menyukai konten berita yang terkait dengan politik dan ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Adaptasi Pemerintah Jepang Dalam Mengatasi Depopulasi

7 Juni 2024   10:45 Diperbarui: 7 Juni 2024   17:45 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rendahnya angka kelahiran di Jepang tentunya menimbulkan masalah besar terhadap ekonomi negara seperti pendapatan per kapita yang dipengaruhi oleh banyaknya jumlah penduduk, tabungan, dan investasi yang mana ketiga hal tersebut juga merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan industri.

Jepang sedang menghadapi krisis populasi yang semakin serius. Data pemerintah Jepang menunjukkan bahwa angka kelahiran bayi di negara ini telah turun selama delapan tahun berturut-turut, mencapai rekor terendah pada tahun 2023. Pada tahun tersebut, terjadi 758.631 kelahiran, menurun 5,1% dari tahun 2022. Selain itu, angka pernikahan juga menurun 5,9% menjadi 489.281 pernikahan, yang merupakan yang pertama kalinya dalam 90 tahun.

Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh pandangan Masyarakat Jepang bahwa memiliki anak telah mengalami perubahan, faktor-faktor diantaranya yaitu tuntutan kerja karena budaya kerja yang intensif di Jepang seringkali mengharuskan orang bekerja berjam-jam, meninggalkan sedikit waktu untuk keluarga sehingga banyak pasangan muda khawatir bahwa memiliki anak akan memperburuk keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, lalu biaya hidup di Jepang tinggi, terutama di kota-kota besar seperti Tokyo.

Pendidikan, perawatan kesehatan, dan perumahan semuanya memerlukan pengeluaran yang signifikan sehingga pasangan muda merasakan beban finansial ini ketika mempertimbangkan memiliki anak, kemudian perubahan nilai sosial tentang peran gender dan tanggung jawab keluarga juga telah berubah. struktur keluarga tradisional dan peran gender tradisional di Jepang mulai diserang dengan dalih diskriminasi dan ketidaksetaraan, serta munculnya desakan dari masyarakat yang ingin lebih inklusif dan setara sehingga banyak wanita Jepang ingin mempertahankan karier mereka dan tidak hanya fokus pada peran ibu rumah tangga.

Kondisi ini menimbulkan tekanan pada keuangan publik dan mengancam pertumbuhan ekonomi Jepang contohnya seperti sistem pensiun tertekan akibat meningkatnya jumlah manula dan rendahnya angka kelahiran, karena populasi angkatan kerja yang lebih kecil harus menanggung semakin banyaknya jumlah pensiunan. Pemerintah berupaya mengatasi penurunan angka kelahiran dengan langkah-langkah seperti memperluas tempat penitipan anak dan mendorong kenaikan upah bagi pekerja muda. Namun, situasi ini tetap menjadi tantangan besar bagi negara yang memperkirakan populasi akan menurun sekitar 30% menjadi 87 juta pada tahun 2070.

Penurunan populasi di Jepang memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi negara tersebut yang dapat mempengaruhi beberapa aspek yaitu:

1. Tenaga kerja

Penurunan jumlah penduduk berarti kurangnya tenaga kerja. Ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi karena perusahaan kesulitan menemukan pekerja yang berkualifikasi. Selain itu, populasi yang menua juga berarti lebih banyak orang pensiun, yang dapat mengurangi produktivitas.

2. Konsumsi

Populasi yang berkurang berarti konsumsi juga menurun membuat masyarakat yang lebih tua cenderung menghabiskan lebih sedikit daripada generasi muda yang mana dapat mempengaruhi sektor ritel dan industri lainnya.

3. Pajak dan keuangan publik

Dengan populasi yang menurun, penerimaan pajak juga menurun maka pemerintah harus menghadapi defisit anggaran dan mengurangi pengeluaran untuk layanan publik.

4. Inovasi dan pertumbuhan

Populasi yang lebih muda cenderung lebih inovatif dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi melalui penelitian, teknologi, dan wirausaha. Dengan populasi yang menua tanpa generasi muda maka potensi inovasi dapat terhambat.

5. Perumahan dan properti

Permintaan akan perumahan dan properti juga menurun karena populasi berkurang. Ini dapat mempengaruhi sektor konstruksi dan real estate.

Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Jepang telah mengambil langkah-langkah seperti inovasi untuk mengimbangi dampak penurunan populasi.

● Kebijakan Pemerintah Jepang untuk mengatasi penurunan angka kelahiran:

1. Insentif anak

Pemerintah menggandakan pengeluaran untuk program-program terkait anak dan membentuk badan pemerintah baru yang akan berfokus pada kebijakan mengenai anak dan mengasuh anak. Selain itu, insentif bagi orang tua baru dinaikkan menjadi 500 ribu Yen (Rp 55,8 juta) dari sebelumnya 420 ribu Yen (Rp 46,9 juta).

2. 'Kado' pernikahan

Pasangan yang baru menikah menerima uang sebesar 600 ribu Yen (Rp 67 juta) untuk membantu memulai hidup baru. Syaratnya, pasangan harus berusia di bawah 40 tahun dan memiliki pendapatan gabungan kurang dari 5,4 juta Yen (Rp 603 juta).

3. Peningkatan pendapatan kaum muda

Peningkatan pendapatan kaum muda diyakini dapat mendorong niat warga untuk memiliki anak.

● Kebijakan Pemerintah Jepang untuk mengatasi penurunan populasi melalui imigrasi:

1. Relaksasi aturan masuk

Pada tahun 2019, pemerintah mengizinkan masuknya tenaga kerja terampil selama lima tahun di sektor-sektor yang paling terdampak. Orang asing dengan kualifikasi tinggi juga dapat tinggal secara permanen di Jepang.

2. Penambahan kategori tenaga kerja

Pemerintah Jepang menambah empat kategori baru ke dalam golongan tenaga kerja terampil yaitu pengemudi bus, masinis kereta api, buruh kayu di industri kehutanan, dan pekerjaan dengan keterampilan khusus lainnya.

Semua langkah ini baik secara internal mapun eksternal bertujuan untuk membalikkan tren penurunan angka kelahiran di Jepang.

● Langkah Pemerintah Jepang secara internal sejak tahun 2023 yaitu mengkampanyekan pernikahan dan memiliki anak dengan cara memberikan dana hadiah kepada pasangan yang baru saja menikah, memiliki program khusus mengenai anak dan pengasuhan anak, dan membuat kebijakan peningkatan pendapatan kaum muda penduduk Jepang. Namun, program ini membutuhkan biaya yang sangat besar, akan tetapi risiko jangka panjang yang dihadapi lebih kecil daripada menggunakan anggaran kas negara tersebut untuk mengembangkan sektor lainnya dengan risiko kekurangan penduduk.

● Langkah Pemerintah Jepang Secara eksternal sejak tahun 2019 yaitu memudahkan orang asing yang berkualitas seperti fresh graduate, pakar, dan lainnya untuk bekerja di seluruh sektor industri, lalu naturalisasi di Jepang sangat mudah karena hanya dengan memenuhi 3 syarat yaitu berusia 20 tahun keatas, bertempat tinggal di Jepang selama minimal 5 tahun, dan memiliki pekerjaan atau mata pencaharian. Meskipun demikian, imigrasi bukanlah solusi berkelanjutan yang selalu berdampak positif karena Jepang memiliki tantangan budaya dan bahasa dalam menarik minat tenaga kerja asing dan juga penerimaan terhadap orang asing tentunya berisiko terhadap nilai dan tradisi masyarakat yang diwariskan oleh generasi sebelumnya akibat akulturasi yang secara perlahan mengikis budaya asli Jepang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun