Mohon tunggu...
Ega Putra Sulistya Utama
Ega Putra Sulistya Utama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama saya Ega Putra Sulistya Utama ,

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kisah Liburan Natal dan Tahun Baru di Kamar Kost

2 Januari 2025   21:00 Diperbarui: 2 Januari 2025   21:00 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Saat orang-orang sibuk mempersiapkan liburan Natal dan Tahun Baru dengan rencana perjalanan, reuni keluarga, atau pesta meriah, aku sebagai mahasiswa yang tinggal di sebuah kost-kostan memilih untuk menghabiskan waktu libur di kamarku. Meski terdengar sederhana dan jauh dari kata glamor, liburan kali ini justru menjadi momen refleksi dan relaksasi yang tak terlupakan. Dengan ditemani film favorit, kegiatan bersih-bersih, dan beberapa game seru, aku merasa liburan ini memberikan kebahagiaan kecil yang tak ternilai.

Selain itu, aku juga meluangkan waktu untuk membersihkan kamar kost. Ini mungkin terdengar seperti pekerjaan rumah tangga biasa, tetapi bagiku, bersih-bersih memiliki makna lebih dari sekadar merapikan. Membersihkan kamar adalah caraku untuk menciptakan ruang yang nyaman dan menyegarkan pikiran. Melipat pakaian, menyapu lantai, dan mengatur ulang barang-barang di meja belajar menjadi semacam terapi. Setelah semuanya selesai, kamar saya terasa seperti tempat baru yang siap menyambut tahun baru.

Liburan ini juga menjadi kesempatan bagi aku untuk mengeksplorasi hobi yang selama ini tertunda. Salah satu hal yang aku coba adalah belajar memasak di dapur kecil kost. Meski fasilitas terbatas, aku merasa senang bisa bereksperimen dengan bahan-bahan sederhana yang aku miliki. Mulai dari mencoba membuat mi instan dengan variasi topping hingga mencoba resep mudah seperti nasi goreng spesial. Walaupun hasilnya tidak selalu sempurna, prosesnya membuat aku merasa lebih kreatif dan produktif.

Salah satu alasan utama mengapa aku memilih untuk tidak liburan ke luar adalah karena aku ingin lebih bijak dalam mengelola keuangan. Sebagai mahasiswa, aku merasa penting untuk memprioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan yang lebih mendesak, seperti biaya kuliah, makan sehari-hari, dan keperluan akademik lainnya. Liburan ke luar, meskipun menyenangkan, bisa menjadi hal yang cukup boros, terutama jika harus membayar tiket perjalanan, penginapan, atau tiket masuk ke tempat wisata. Dengan memilih untuk tetap di kost, aku tidak hanya menghemat uang, tetapi juga merasa lebih bertanggung jawab atas keuangan aku.

Dengan tidak bepergian, aku juga merasa lebih tenang karena tidak perlu khawatir tentang anggaran yang melebihi batas. Waktu ini aku gunakan untuk merefleksikan bagaimana cara mengelola keuangan di masa depan agar lebih terencana dan terarah. Liburan hemat seperti ini menjadi pelajaran penting bagi aku untuk lebih menghargai uang dan memahami bahwa kesenangan tidak selalu identik dengan pengeluaran besar. Sebaliknya, hal-hal sederhana di sekitar kita bisa memberikan kebahagiaan yang sama, bahkan lebih bermakna.

Selain alasan finansial, aku juga merasa malas untuk keluar liburan karena kemacetan yang biasanya terjadi selama musim liburan Natal dan Tahun Baru. Kota tempat aku tinggal sekarang yakni Kota Bandung, sering kali dipenuhi oleh kendaraan dari pagi hingga malam, terutama di jalan-jalan menuju tempat wisata atau pusat perbelanjaan. Rasanya membayangkan harus terjebak berjam-jam di tengah kemacetan sudah membuat aku kehilangan semangat untuk bepergian. Waktu yang terbuang di jalan, ditambah dengan rasa lelah karena harus berdesakan dengan orang-orang lain, tidak terasa sebanding dengan kesenangan yang akan didapatkan.

Suasana liburan di kost yang sepi juga memberikan aku ruang untuk berkomunikasi lebih dalam dengan keluarga di rumah. Meski tidak bisa bertemu langsung, aku memanfaatkan teknologi untuk berbicara dengan mereka lewat video call. Rasanya hangat mendengar suara orang tua dan saudara-saudara, meskipun hanya melalui layar. Kami berbagi cerita tentang kegiatan masing-masing, dan mereka mengingatkan aku untuk menjaga kesehatan selama tinggal sendiri. Momen ini mengajarkan aku bahwa kedekatan tidak selalu harus diukur dari jarak fisik, tetapi juga dari seberapa sering kita saling peduli dan berkomunikasi.

Ketika Desember tiba, suasana kota perlahan berubah. Jalanan menjadi lebih padat dari biasanya, pusat perbelanjaan dihiasi ornamen-ornamen natal, dan mayoritas mahasiswa bersiap pulang ke kampung halaman mereka. Namun, berbeda dengan mereka, aku memutuskan untuk tetap tinggal di kamar kost. Pilihan ini memang bukan yang paling umum, tetapi justru menghadirkan pengalaman unik dan tentunya tidak membuat kantongku kering.

Kamar kostku berukuran 3x4 meter ini mungkin tampak sederhana bagi orang lain. Tapi bagiku, ini adalah tempat paling nyaman, rumah kecil di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus. Dinding putihnya yang sedikit ada bekas rembesan air, meja belajar yang kini lebih sering berfungsi sebagai meja gaming, dan kasur empuk menjadi saksi dari berbagai aktivitas sehari-hariku.
Liburan dimulai dengan cara yang berbeda dari biasanya. Tidak ada alarm yang memaksaku bangun pagi, tidak ada jadwal kuliah yang harus dikejar. Aku terbangun dengan alami saat sinar matahari masuk malu-malu melalui celah gorden. Rasanya menyenangkan bisa bangun tanpa tekanan waktu, hanya ditemani suara burung dan kucing berantem yang memekakkan gendang telingaku.

Seperti rutinitas pagi lainnya, aku menyeduh secangkir kopi hitam yang telah aku beli satu minggu yang lalu. Aroma kopi yang menyeruak memenuhi kamar menciptakan suasana seperti di pabrik kopi. Aku membuka jendela lebar-lebar, membiarkan udara pagi yang sejuk masuk dan menyegarkan ruangan. Momen sederhana ini terasa sangat mewah di tengah kesibukan kuliah yang biasanya menumpuk.

Hari-hariku selama liburan diisi dengan hal-hal sederhana yang ternyata memberikan banyak makna. Aku mulai dengan membersihkan kamar. Meski terdengar sepele, ada kepuasan tersendiri melihat ruangan yang rapi dan bersih. Membersihkan kamar tidak hanya membuat ruanganku nyaman, tetapi juga seperti membersihkan pikiran dari hal-hal yang mengganggu. Kadang, di sela-sela bersih-bersih, aku menemukan barang-barang lama yang tidak kusadari aku pernah membelinya, seperti earphone, jaket, baju, dll.

Siang harinya, aku biasanya keluar kost untuk mencari santapan makan siangku. Warung masakan padang di Sukagalih adalah menu favorit yang cocok untuk disantap ketika siang hari. Setelah makan siang, aku menghabiskan waktu dengan menonton film yang sudah lama ada di daftar tunggu. Dari film horor yang membuat bulu kuduk merinding hingga film komedi yang membuat pankreasku terguncang, setiap cerita membawaku ke dunia yang baru. Laptop yang biasanya penuh dengan file tugas kini berubah menjadi portal hiburan.
 
Di sela-sela aktivitas sehari-hari, smartphone menjadi jendela kecilku untuk tetap terhubung dengan dunia luar. Scrolling timeline Twitter menjadi rutinitas yang tak terhindarkan, melihat berita-berita terupdate yang sangat sayang jika dilewatkan. Terkadang aku juga menemukan rekomendasi film dan game baru dari cuitan para content creator favorite, atau terlibat dalam diskusi ringan tentang berbagai topik dengan warganet. Timeline yang ramai dengan obrolan dan jokes receh seringkali membuatku tertawa sendiri di tengah kesendirian kamar kost.

Sore hari, aku sering duduk di atas kasur, menikmati kopi yang dari pagi hari belum kuhabiskan, dan bermain gitar akustik yang dipinjamkan oleh Bapak Kos. Meski bukan pemain yang handal, ada kepuasan tersendiri ketika jari-jariku memetik senar, menciptakan melodi yang mengalun lembut di ruangan kecil ini.
Ketika matahari mulai terbenam dan adzan mulai berkumandang, aku bergegas untuk mandi dan dilanjut dengan beribadah. yang perlahan berubah warna saat matahari terbenam. Momen ini menjadi waktu favoritku untuk merenung tentang bagaimana masa depanku nanti, di tengah mencuatnya berita PPN 12%, koruptor dihukum ringan, dan polisi yang sering kali merugikan rakyat sipil. Oleh karena itu, aku sedikit menghawatirkan masa depanku.

Malam tiba, dan aku tenggelam dalam dunia game. Dengan earphone terpasang, aku menjelajahi dunia virtual yang penuh petualangan. Bermain game bukan hanya hiburan, tetapi juga cara untuk tetap terhubung dengan teman-teman secara online.

Menjelang tahun baru, aku juga menyadari pentingnya memiliki waktu untuk introspeksi. Aku mulai memikirkan hal-hal yang perlu aku tingkatkan di tahun depan, baik dalam kehidupan pribadi, akademik, maupun hubungan sosial. Liburan ini memberi aku banyak waktu untuk mengevaluasi diri, mengingat kesalahan yang pernah aku buat, dan merencanakan langkah-langkah untuk menjadi versi diri yang lebih baik. Refleksi ini seperti membuka lembaran baru dalam hidup aku, dengan harapan dan tujuan yang lebih jelas.

Foto sendiri
Foto sendiri

Ketika malam tahun baru tiba, suasana kost terasa sangat sepi. Sebagian besar penghuni sudah pulang ke kampung halaman, meninggalkan hanya segelintir orang yang tetap tinggal, termasuk saya. Namun, kesunyian ini bukanlah sesuatu yang menyedihkan. Sebaliknya, saya merasa damai berada di kamar saya, menatap langit malam dari jendela, dan menyaksikan kembang api yang mewarnai langit.

Dengan alunan musik dari playlist favorit saya, saya menikmati momen itu dalam kesederhanaannya. Tidak ada pesta meriah atau hingar-bingar, tetapi ada kehangatan dan rasa syukur yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Banyak orang mungkin menganggap liburan di kamar kost membosankan. Namun, bagiku, ini adalah waktu untuk introspeksi dan merawat diri. Aku belajar menghargai kesederhanaan, menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, dan merasa nyaman dengan diriku sendiri. Dalam keheningan kamar kost ini, aku menemukan ketenangan yang selama ini sulit kuraih.
 
Selain itu, aku juga menyadari bahwa tinggal di kost selama liburan memberi aku waktu untuk lebih menghargai ruang yang selama ini aku tempati. Kamar kost, yang sebelumnya terasa seperti tempat singgah sementara, kini berubah menjadi tempat yang lebih personal dan bermakna. Di sinilah aku menghabiskan waktu untuk belajar, beristirahat, bahkan melewati berbagai emosi selama menjadi mahasiswa. Merenungi hal ini membuat aku semakin sadar bahwa kenyamanan bukan hanya soal tempat, tetapi juga soal bagaimana kita mengisi ruang tersebut dengan hal-hal yang positif.

Momen ini juga memberi aku pelajaran penting tentang arti dari menikmati waktu sendiri. Dalam kesendirian, aku belajar untuk menjadi lebih dekat dengan diri aku sendiri, mendengarkan apa yang sebenarnya aku inginkan, dan memberikan waktu untuk memulihkan energi yang sempat terkuras. Meski terlihat sederhana, waktu seperti ini adalah bentuk self-care yang sering terlupakan ketika aku sibuk dengan dunia luar. Kadang, aku hanya butuh waktu untuk beristirahat tanpa gangguan untuk menemukan kembali semangat yang sempat pudar.

Akhirnya, liburan ini menjadi refleksi tentang makna kebahagiaan. Bukan tentang sejauh mana kita pergi atau sebanyak apa aktivitas yang kita lakukan, tetapi tentang bagaimana kita menghargai setiap momen yang ada, bahkan di tempat yang paling sederhana sekalipun. Di kamar kost yang kecil, aku menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan---sesuatu yang tidak bisa diukur dengan uang atau pengalaman mewah. Inilah yang membuat liburan ini menjadi pengalaman yang akan selalu aku kenang dengan penuh syukur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun