Mohon tunggu...
ega nur fadillah
ega nur fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswi -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nasikh dan Mansukh

22 November 2018   04:54 Diperbarui: 22 November 2018   06:19 5835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 

NASIKH DAN MANSUKH

Di susun untuk memenugi tugas kelompok

Mata Kuliah : Study Alqur'an

Disusun Oleh

Annisa Ramadhayanti

      Nureni Anggraeni       

       Putri Dian Arista      

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

 

 

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, beliaw meninggalkan dua kitab yang akan menadi pedoman manusia hidup di dunia agar tidak tersesat yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadits. Allah juga menurunkan syariat samawiyah kepada para utusan-Nya untuk memperbaiki umat di bidang akidah, ibadah dan muamalah. 

Ketiganya memiliki prinsip yang sama yaitu bertujuan untuk membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat. Tuntutan kebutuhan setiap umat terkadang berbeda satu sama lain. Apa yang cocok untuk satu kaum pada suatu masa mungkin tidak cocok lagi pada masa yang lain. 

Dengan demikian hikmah tasyri' (pemberlakuan hukum) pada suatu periode akan berbeda dengan hikmah tasyri' pada periode yang lain. Tetapi tidak diragukan bahwa pembuat syari'at, yaitu Allah, rahmat dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, dan otoritas memerintah dan melarang pun hanya milik-Nya.

Oleh sebab itu, wajarlah jika Allah menghapuskan suatu syari'at dengan syari'at lain untuk menjaga kepentingan para hamba berdasarkan pengetahuan-Nya yang azali tentang yang pertama dan yang terkemudian. 

B. Rumusan Masalah

  • Apa pengertian Nasikh dan Mansukh?
  • Apa saja macam Naskh?
  • Apa saja bentuk nasakh dan mansukh?
  • Apa ciri dari nash yang dapat dan tidak dapat di naskh?
  • Apa saja syarat sebuah nash bisa di naskh?
  • Apa saja hikmah dari adanya nasakh dan mansukh   

 

 

NASIKH DAN MANSUKH

1. Pengertian Naskh secara etimologi (bahasa)

 Naskh adalah isim fa'il (bentuk subjek) dari kata kerja nasakha dan masdarnya adalah naskh. Terdapat beberapa arti kata naskh, diantaranya adalah al-izalah artinya "menghapus" dalam Al-Qur'an disebutkan:

.....

Artinya : "Allah (menghapus) menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah emnguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana." (Q.S. Al-Hajj: 52).

Diartikan juga at-tabdil artinya "menukar". Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. An-Nahl:101, yang artinya:

" Dan apabila Kami letakkan suatu ayat ditempat ayat yag lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "seseungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui". (Q.S An-Nahl:101).

Selain itu, nasakhu juga dapat berarti Al-tahwil artnya "mengubah", selain itu juga dapat diartikan an-nakl artinya "memindahkan".

2. Pengertian Naskh secara terminologi (istilah)

 Secara terminologi naskh adalah mengangkat (menghapuskan) dalil hukum syar'i dengan dalul hukum syar'i yang lain. Naskh adalah dalil syara' yang menghapus suatu hukum,dan mansukh ialah hukum syara' yang telah di hapus. Sebagaimana hadis Nabi, yang artinya:

" Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah" (HR.AT-tirmidzi).

Hukum syara' larangan berziarah kubur ini telah mansukh (telah di hapus) dengan kebolehan berdasarkan hadis ini.

3. Macam-macam Naskh

Karena sumber atau dalil-dalil syara' ada dua, yaitu Al-Qur'an dan sunnah nabi Muhammad Saw. Maka ada empat jenis naskh yaitu:

a. Naskh sunnah dengan sunnah

 Suatu hukum yang dasarnya sunnah kemudian di naskh dengan dalil syara' dari sunnah juga. Contohnya : larangan ziarah kubur yang di naskh menjadi boleh seperti pada hadis di atas.

b. Naskh sunnah dengan Al-Qur'an

Suatu hukum yang telah di tetapkan dengan dalil sunnah kemudian di nasakh atau dihapus dengan dalil Al-Qur'an. Seperti ayat tentang shalat yang semula menghadap baitul maqdis diganti dengan menghadap ke qiblat setelah turun Q.S. Al-Baqoroh:144.

Artinya: " Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram."

c. Naskh Al-Qur'an dengan Al-Qur'an

A beberapa pendapat ulama tentang naskh Al-Qur'an dengan Al-Qur'an ada yang mengatakan  tidak ada nasikh dan mansukh dalam ayat-ayat Al-Qur'an karena tidak ada yang batil dalam Al-Qur'an, diantaranya adalah Abu Muslim Al-isfahani, berdasatkan firman Allah:

Artinya:" Yang tidak datang padanya (Al-Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya yang diturunkan dari Rabb yang maha bijaksana lagi maha terpuji (QS. AL-Fushilat:42).

d. Naskh Al-Qur'an dengan sunnah

 Hukum yang didasarkan pada dalil Al-Qur'an dinasakh dengan dalil sunnah. Untuk hal ini para ulama sepakattidak ada karena Al-Qur'an posisinya lebih tinggi dari sunnah.

4. Bentuk-bentuk Naskh dalam Al-Qur'an

Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas ulama membagi naskh menjadi tiga macam yaitu:

a. Penghapusan terhadap hukum (hukm) dan bacaan (tilawah) bersamaan

Ayat-ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan dibaca dan diamalkan lagi. Misal, sebuah riwayat Bukhari dan Mulim dari Aisyah, yang artinya:

 "Dahulu termasuk yang diturnkan (ayat Alqur'an) adalah sepuluh kali susuan yang diketahui, kemudian di naskh dengan lima susuan  yang diketahui.Setelah Rosululloh Saw wafat, hukum yang terakhir tetap dibaca sebagai bagian Al-Qur'an".

b. Penghapusan terhadap hukumnya saja sedangkan bacaannya tetap ada

Misalnya, ayat tentang mendahulukan sedekah pada QS.Mujadilah(58):12 :

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul, hendaknya kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih, jika kamu tiada memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang."

Ayat ini dinaskh oleh ayat selanjutnya (ayat 13), yang artinya:

"Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepada mu, maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepasa Allah dan Rasul-Nya, dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan".

c. Penghapusan terhadap bacaan saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku.

 Contoh kategori ini adalah ayat rajam.

Mula-mula ayat rajam ini termasuk ayat Alqur'an. Ayat ini dinyatakan mansukh bacaannya, sementara hukumnya tetap berlaku itu adalah, yang artinya:

" Jika seorang pria tua dan wanita tua berzina maka rajamlah keduanya".

Cerita tentang orangtua yang berzina dan kemudian di nasakh di atas riwayatkan oleh Ubay Ibnu Ka'ab Bin Abu Umamah bin Sahl.

5. Ciri-ciri nash yang tidak dapat di naskh

Tidak semua nash(dalil) dalam Al-Qur'an maupun hadis dapat di naskh, diantara yang tidak dapat di naskh antara lain yaitu:

a. Nash yang berisi hukum-hukum yang tidak berubah oleh perubahan keadaan manusia baik atau buruk, atau dalam situasi apapun. Misalnya kepercayaan kepada Allah, Rosul, kitab suci, hari Akhirat, dan yang menyangkut pada pokok-pokok aqidah dan ibadah lainnya, termasuk juga pada pokok-pokok keutamaan, seperti menghormati orang tua, jujur, adil dll. Demikian pula dengan nash yang berisi pokok-pokok keburukan atau dosa, seperti syirik, membunuh orang tanpa sadar, durhaka kepada orang tua, dll.

b. Nash yag mencakup hukum-hukum dalm bentuk yang dikuatkan atau ditentukan berlaku selamanya. Seperti tidak diterimanya persaksian penuduh zina (kasus li'an) untuk selamanya (Q.S An-Nur:4).

c. Nash yang menunjukan kejadian atau berita yang telah terjadi pada masa lampau. Seperti kisah kaum 'Ad, kaum Samud, dll. Me-naskh kan yang demikian berarti mendustakan berita tersebut.

6. syarat nash yang dapat di naskh    

Jika dilihat dari segi syarat-syarat nash-nash yang dapat di naskh menurut Abu Jahroh seperti yang dikutip Nasiruddin Baidan, ada beberapa kriteria, yaitu:

a. hukum yang mansukh (dihapus) tidak menunjukan berlaku abadi

b. hukum yang mansukh bukan suatu hukum yang disepakati oleh akal sehat tentang baik dan   buruknya.

c. ayat nasikh (yang menghapus) datang setelah yang di mansukh (dihapus) dan keadaan kedua nas tersebut sangat bertentangan dan tidak dapat dikompromikan.

7. hikmah adanya Nasikh mansukh

Diantara hikmah adanya nasikh mansukh adalah:

a. Meneguhkan keyakinan bahwa Allah tidak akan terikat dengan ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan logika manusia. Sehingga dalam fikiran manusia tak kan pernah bisa mengikat Allah SWT. Allah mampu melakuan apa saja, sekalipun menurut manusia hal tersebut tidak logis.

Tetapi Allah akan menunjukkan, bahwa kehendaknyalah yang akan terjadi, bukan kehendak kita sehingga diharapkan dari keberadaan nasikh dan mansukh ini aknan mampu meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT, bahwa Dia lah yang maha menentukan.

b. Kita semakin yakin bahwa Allah maha bijak, maha kasih, maha sayang, karena memang pada kenyataanya hukum-hukum naskh dan mansukh tersebut semuanya untuk kemaslahatan kebaikan manusia.

c. Mengetahui proses tasyri', (penetapan dan penerapan hukum) islam dan untuk menelusuri tujuan ajaran serta 'illatul hukmi (alasan ditetapkannya suatu hukum). 

d. Mengetahui perkembangan tasyri' menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan kondisi umat islam.

e. Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.

f. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan, maka ia mengandung kemudahan dan keringanan

PENUTUP

KESIMPULAN

1. pengertian naskh secara etimologi artinya menghilangkan atau meniadakan

 Dalam Al-Qur'an dikatakan dalam Q.S Al-Hajj:52, yang artinya:

"Kemudian Allah menghilangkan atau meniadakan apa yang dimasukkan oleh setan, lalu Allah memperkuat ayat-ayat-Nya. Allah maha mengetahui dan maha bijaksana." (Q.S Al-Hajj:52)

2. nasikh secara terminologi mengangkat hukum syar'i (menghapuskan) hukum syara', dengan dalil hukum, (kitab) syara', yang lain

Nasikh adalah dalil syara' yang menghapus suatu hukum, dan mansukh ialah hukum syara' yang telah dihapus.

3. macam-macam nasikh

Karena sumber atau dalil-dalil syara', ada dua yaitu al-Qur'an dan sunnah nabi Muhammad SAW, maka ada 4 jenis nasikh, yaitu:

a. naskh sunnah dengan sunnah

b. naskh sunnah dengan Al-Qur'an

c.naskh Al-Qur'an dengan Al-Qur'an

d. nash AlQur'an dengan sunnah

4. bentuk-bentuk naskh dalam Al-Qur'an

a. penghapusan terhadap hukum (hukm) dan bacaan (tilawah) secara bersamaan.

b. penghapusan terhadap hukumnya saja sedangkan bacaanya tetap ada

c. penghapusan terhadap bacaannya saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

  • Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur'an, PustakaLiteraAntarNusa, Jakarta:2001.hlm.325-334
  • AS. Muzakir.2013.Studi Ilmu-Ilmu Qur'an. Bogor:Putaka Litera Antar Nusa
  • Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A.Kuliah Ulumul Qur'an. Yogyakarta:ITQAN Publishing
  • http://muslim.or.id./tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-185.html
  • Nor Ichwan, Memahami Bahasa Al-Qur'an, Pustaka Setia, Bandung:2001.hlm.278
  • Manna Khalil Al-Qattan, Op.Cit.hlm.330-334
  • Roshion Anwar, Ulum Al-Qur'an, PustakaSetia, Bandung 2000.hlm.165-166.
  • Ahsin W, Kamus Ilmu al-Qur'an, cet. Ke-III, Jakarta: Amzah, 2008
  • Alimin Mesra, Ulumul Qur'an, cet. 1, Jakarta: PSW, 2005
  • Ash-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur'an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995
  • Hadi Poermono, Syaichul. Ilmu Tafsir Al-Qur'an Sebagai Pengetahuan Pokok Agama Islam.
  • Hafidz Abdurrohman, Ulumul Qur'an Praktis, cet. 1, Bogor: Dea Pustaka, 2004
  • Supiana dan M. Karman. Ulumul Qur'an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bandung: Pustaka Islamika, 2002
  • Suryadilaga, Alfatih. Dkk., Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2005
  • Sahilun A. Nasir, Ilmu Tafsir Al-Qur'an, Surabaya: Al-Ikhlas 1987

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun