Jika mengacu pada cuitan-cuitan dilaman media sosial X atau Twitter, menurut judgment dari yang mulia netizen, beberapa data yang dipaparkan Gibran ternyata tidak kredibel alias tidak sesuai dengan fakta. Meski penampilannya terlihat all-out dan menguasai panggung, netizen menilai pernyataan-pernyataannya lemah di substansi dan data yang dipaparkan adalah data bodong.
Seperti contohnya data terkait APBN proyek di Solo. Gibran membantah bahwa ia menerima anggaran lebih besar dari pemerintah pusat untuk pembangunan di Solo. Tapi faktanya, selama ia menjabat sebagai walikota, Solo merupakan kota dengan nilai dan jumlah proyek terbesar diantara empat kota serupa yaitu Cirebon, Malang, Madiun, dan Tasikmalaya. Yang mana nilainya mencapai lebih kurang Rp2 triliun dengan 32 proyek.
Kalimat ini ditekankan. Selama ia menjabat sebagai walikota Solo.
Selain data, target cawapres dari paslon nomor urut 2 ini untuk menaikan rasio pajak menjadi 23% juga menurut Mahfud tidak masuk akal.
Penaikan rasio pajak hanya bisa dilakukan apabila penerimaan pajak juga ditingkatkan. Kita semua tau bahwa rasio pajak digunakan untuk mengukur kinerja penerimaan pajak suatu negara. Akan tetapi diluar dari segala aspek penting diperlukannya pajak dalam suatu negara, apabila kita mengacu pada fungsi budgetair, dengan rasio pajak sebesar itu, memangnya apa sih yang akan dilakukan Prabowo-Gibran?
      Â
Â
Gibran: SGIE dan CCS
Â
Tidak hanya soal data yang miring dan target raksasa, Gibran juga unjuk gigi lewat pertanyaan-pertanyaan menternya. Umpan jitu untuk mengecoh lawan yang sepertinya pernah kita saksikan pada debat capres 2019 lalu.
Â
Salah satu pertanyaan Gibran dalam debat cawapres kemarin yang cukup menarik banyak perhatian adalah pertanyaannya tentang SGIE. Bagaimana SGIE (State of The Global Islamic Economy) di Indonesia, ditanyakan Gibran ke Cak Imin pada sesi tanya jawab. Es-ge-i-e katanya. Siapa yang tidak bertanya dua kali dengan pertanyaan semacam ini? Jika ada kesempatan, barangkali saya akan bertanya begini pada Gibran, "Bagaimana anda menangani SARA (baca : es-ei-ar-ei)?".
Â