Mohon tunggu...
Ega Asnatasia Maharani
Ega Asnatasia Maharani Mohon Tunggu... Dosen - A wanderer soul

Psikolog, Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Saat ini sedang menempuh studi S3 di International Islamic University Malaysia (IIUM) bidang Clinical Psychology.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

A Silver Lining dalam Pendidikan di Masa Pandemi

9 Agustus 2020   15:56 Diperbarui: 10 Agustus 2020   20:27 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih dari 40 juta siswa di Indonesia terlibat dalam model pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi covid-19. Bagi mayoritas orangtua sistem ini menimbulkan banyak masalah. Mereka kerap merasa gagal sebagai orangtua yang juga berperan sebagai guru. 

Namun demikian, perlu diingat bahwa situasi ini bukanlah kondisi "darurat akademik" sehingga tujuan pendidikan saat ini seharusnya bukan mengejar ketuntasan belajar, namun membantu anak-anak menghadapi kesulitan situasi ini dengan mengembangkan sikap resilien, penuh kesadaran, serta memiliki lebih banyak kebaikan dari diri mereka. 

Hal ini juga tertuang pada Surat Edaran Mendikbud No.4 Tahun 2020 point 2.a: ".......pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan selurug capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan", serta point 2.b: "Belajar dari rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi Covid-19"

Tentu saja ini tugas yang tidak mudah. Bagi putra putri kita, ini adalah kesulitan berskala global yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya sehingga menimbulkan banyak kebingungan dan ketidakpastian. 

Beradaptasi dengan pembelajaran online, minim interaksi sosial, terbatasnya area bermain memiliki konsekuensi logis munculnya berbagai problem emosi dan perilaku pada anak. 

Namun dari sudut pandang pendidikan, kondisi ini tidak sepenuhnya dipandang sebagai "kerugian". Justru ini adalah waktu yang matang bagi kita membantu anak-anak mempelajari konsep-konsep kecerdasan emosi seperti:

Kekuatan dari dalam selalu lebih kuat dari dorongan dari luar
Manusia dilahirkan dengan mata memandang keluar lalu dibesarkan dengan pemahaman pentingnya penghargaan orang lain. Ini tentu saja hal yang normal, namun tidak membantu pembentukan konsep diri positif dalam skala jangka panjang. 

Masa pandemi ini memberikan anak kesempatan untuk melihat bahwa kekuatan untuk mengatasi masalah ada pada diri mereka sendiri. Azriliya Aliya Nabila, seorang anak SD usia 7 tahun dari Kabupaten Bandung Barat beberapa waktu lalu menyumbangkan seluruh tabungannya untuk para dokter yang berjuang melawan Covid-19. 

Dorongan serupa juga dilakukan oleh Navla Syakira, peserta didik dari TK di Kabupaten Bantul yang menyumbangkan seluruh isi celengannya selama satu tahun untuk membantu warga terdampak virus corona. Melalui pengalaman ini mereka akan belajar bahwa kekuatan dalam diri adalah segala yang mereka butuhkan untuk membantu diri sendiri,- bahkan membantu orang lain.

sumber: www.thepacker.com
sumber: www.thepacker.com
Segalanya bersifat sementara
Orangtua perlu membantu anak melihat gambaran besar dari situasi ini untuk meyakinkan bahwa ketidaknyamanan dan kesulitan yang mereka hadapi tidak akan berlangsung selamanya. 

Sama halnya dengan kenyamanan dan kemudahan yang mungkin selama ini diterima anak tetapi kurang dimaknai nilainya, berbagai kondisi ini akan terus datang dan pergi bergantian selama hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun