"Tapi kak, Fera mau di masa ini Fera punya banyak teman."
"Untuk apa teman yang tidak tulus? Teman tidak akan menyakiti, mereka cuma orang-orang yang lewat dalam masa ini. Tidak pantas di sebut teman."
Fera hanya mengangguk, lalu Kak Lala pergi untuk pulang ke rumah. Sementara Fera, dia berjalan ke kelas, berpikir apa yang akan terjadi. Dia pasti akan lebih dihina lagi oleh orang-orang di kelas itu. Akan dianggap pengadu, cengeng, dan anak manja.Â
Langkah demi langkah hingga dia melihat pintu kelas persis di depannya. Fera masuk, melihat anak-anak lain seperti membicarakan sesuatu. Fera berusaha cuek, dia duduk saja di bangkunya. Teman sebangkunya pun akhirnya pindah duduk dengan anak lain. Fera diam saja, "tidak apa-apa" ucapnya dalam hati.
Jam pelajaran pun dimulai kembali, Fera berusaha fokus dan tidak sedih. Tapi dia terus melihat jam agar cepat pulang. Dia tidak tahan di kelas ini, suasananya penuh dengan keburukan.
Akhirnya jam pulang tiba, dia buru-buru keluar. Setelah itu dia mendengar sorakan dari dalam kelas.
"Dasar pengadu, tidak tahu malu!"
"Huuuuuuuu,"
Fera tidak peduli, ini waktunya pulang sekolah, maka dia akan pulang. Dia berpikir dan merasakan dalam hati, teman tidak seperti itu. Tidak ada teman yang seperti itu.
"Mereka orang-orang berperilaku buruk dan mereka akan mendapat keburukan juga nantinya. Aku benci mereka,"
Tiga bulan berlalu, kelulusan pun tiba. Fera menjadi salah satu murid yang mendapat nilai teratas. Kabar baiknya, dia juga sudah diterima di sekolah tingkat lanjut di kota lain. Sekolah yang berada di kota kelahirannya.Â