Mohon tunggu...
Efron Dwi Poyo
Efron Dwi Poyo Mohon Tunggu... -

Fanatik FC Bayern München. Mia San Mia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanggapan Lebay Universitas Indonesia terhadap LGBT

22 Januari 2016   07:35 Diperbarui: 4 Februari 2016   09:03 1785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Andar bercerita pada awal masa kerja pada 1960-an menjadi pendeta di GKI Samanhudi, Jakarta, merasa diperkaya oleh kehadiran warga gereja yang lesbian dan gay. Mereka terlibat penuh sebagai aktivis di berbagai bidang dan komisi, bahkan ada yang menjadi penatua.

Menurut data PBB, seperti yang dikutip oleh Pak Andar, satu dari sepuluh penduduk dunia adalah homoseksual yang bangunnya sama atau merata di semua negara, budaya, dan masyarakat atas atau pinggiran. Mereka merupakan bagian dari komunitas keluarga, sekolah, tempat kerja, dan gereja atau komunitas agama.

Orang homoseksual tidak meminta diperlakukan istimewa, namun mereka tidak mau diperlakukan secara nista. Heteroseksual dan homoseksual mempunyai hak yang sama untuk berpartisipasi dan berprestasi di segala bidang dan jabatan. Sejauh yang saya ketahui Pak Harto, mantan presiden yang dicerca banyak orang, memberi tempat seorang homoseksual untuk ambil bagian di pemerintahannya dengan menjadi menteri. Sepertinya Pak Harto memandang seorang pejabat negara lebih terhormat mengaku seorang homoseksual daripada berpoligami.

Pada penutup tulisannya Pak Andar bercerita tentang seorang wanita paruh baya berpakaian anggun berkata lirih kepada Pak Andar,”Kalau boleh memilih tentu aku mau jadi sepeerti kebanyakan perempuan lain. Hatiku perih ketika melihat teman-temanku sekelas mempunyai pacar, menikah, mengandung, dan melahurkan. Betapa aku ingin momong bayi. Siapa tidak ingin terlahir wajar? Aku tidak bisa memilih menjadi ini atau itu. Aku terlahir lesbian. Aku berontak kepada orang tuaku dan kepada Tuhanku.”

Wanita itu berhenti sesaat, lalu dengan wajah cerah cantik bertutur kepada Pak Andar,”Kemudian aku berhenti meratapi keadaanku. Aku belajar meratapi keadaan. Ternyata aku bisa berprestasi dan berteman dengan siapa saja. Sebagai dosen UI aku akrab dengan puluhan mahasiswaku. Di gereja aku anggota paduan suara. Aku pernah jadi juara tenis. Sekarang aku okay. Pokoknya okay.” 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun