Kemaren,
Kau merayuku membuka lembaran kisah lama kita,
yang sebenarnya tak seberapa.
Mengajakku menyusuri jalan setapak yang pernah kita lalui,
sambil bergayut di lengan kiriku, kau bercerita ;
Udaaa....
di pertigaan ini, kita sering berpapasan,
aku selalu mencuri pandang senyum nakalmu.
diam-diam kumasukkan potret senyum itu
dalam album usang,
kusimpan pada kisi-kisi hati yang paling dalam,
yang rasanya tak munkin kubuka lagi,
sebab kemudian kau pergi seperti angin
meninggalkan sepenggal kerinduan.
Udaaa ....
Sejak kepergianmu,
di sepanjang jalan setapak ini,
aku sering menunggu senyum nakalmu
kau tak pernah datang lagi,
sepertinya kau memang pergi seperti angin,
entah kapan kan kembali, menerpa mukaku.
Kau cubit kecil lenganku, lanjutmu lagi ;
Udaaa…
Sampai padi di sepanjang sisi jalan ini menguning,
kau tak jua datang,
kemudian semilir lain menerpa diriku.
Balaibaru, 11/1-12
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H