Mohon tunggu...
Efri Cahyanti
Efri Cahyanti Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga / Freelancer

Senang dengan dunia anak dan berita. Suka menulis dan menambah pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Setelah Menikah, Tidak Semua Wanita Sepenuh Hati Mau Menjadi Istri dan Ibu

8 Maret 2024   11:27 Diperbarui: 8 Maret 2024   11:49 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Salah satu yang menjadi tujuan hidup wanita dewasa adalah menikah. Kehidupan yang indah setelah menikah menjadi cita-cita mereka yang memutuskan untuk menjalani ikatan resmi sebagai suami istri. Namun tak sedikit, wanita yang setelah menikah justru tidak sepenuh hati mau menjalani peran sebagai istri.

Terlebih jika wanita yang saat masih sendiri adalah tipe wanita mandiri, ia akan sulit jika "hanya"menjalani peran menjadi istri yang bergelar ibu rumah tangga. Walau sebenarnya peran sebagai ibu rumah tangga bukanlah peran yang sekedar "hanya". Menjadi ibu rumah tangga nyatanya dituntut menjalankan perannya selama 7 hari dalam seminggu dan 24 jam setiap harinya. Tanpa libur, tanpa cuti, bahkan tanpa gaji.

Hal ini membuat beberapa mereka yang sudah menikah memutuskan tetap menjalani peran layaknya belum berstatus sebagai istri. Tetap bekerja diluar, menghabiskan waktu diluar rumah, hingga tak terlalu memperhatikan hak suaminya. Sampai-sampai ada yang sudah menikah, namun memilih untuk tidak memiliki anak.

Dilansir dari fimela.com ada beberapa alasan seseorang tidak ingin memilki anak.
1. Kondisi Finansial
Memiliki anak tentu membutuhkan persiapan keuangan yang tidak sedikit. Mulai dari masa kehamilan yang harus tercukupi nutrisinya, pemeriksaan rutin kesehatan bayi dan ibu, persiapan biaya persalinan, dan biaya kehidupan anak setelah lahir hingga dewasa, termasuk persiapan dana pendidikannya. Hal-hal semacam ini bagi sebagian orang menjadi pertimbangan untuk menunda bahkan memutuskan untuk tidak memiliki anak. Padahal, bukankah setiap anak yang lahir akan membawa rezekinya sendiri ???

2 . Trauma Masa Lalu
Seseorang yang dewasa yang akhirnya memutuskan untuk menikah tentu pernah merasakan menjadi anak-anak. Sayangnya, tidak semua anak lahir dan menjalani kehidupan yang bahagia. Beberapa anak merasakan kehidupan yang teramat berat dan menggoreskan luka, sehingga saat mereka dewasa mereka justru memutuskan untuk tidak memiliki anak karena dihantui trauma masa lalu yang pernah mereka alami.

3. Tanggung Jawab yang Berat
Memiliki anak bagi sebagian orang mungkin terlihat hanya mengandung, melahirkan, menyusui dan membesarkan. Namun pada kenyataannya, tidak semudah itu. Ada tanggung jawab yang tidak ringan yang dibebankan pada orang tua yang memiliki anak. Anak bukan sekedar butuh sandang pangan papan, namun juga butuh kehadiran orang tua, pendidikan, terjaganya kesehatan fisik dan batin. Memastikan anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bukanlah perkara yang ringan. Ini merupakan tanggung jawab berat yang justru dijadikan alasan oleh sebagian orang untuk memilih tidak memiliki anak.

4. Fokus Berkarir
Bagi wanita yang sebelum menikah merupakan seseorang yang memiliki jiwa pekerja, mempunyai anak akan membuatnya merasa itu adalah hambatan. Mereka yang sudah terlalu menikmati dunia bekerja akan menganggap karir tetap lebih utama. Terlebih, memiliki anak tentu akan cukup menguras waktu, tenaga, pikiran, dan juga biaya. Beberapa orang justru mengutamakan karir dan menganggap karir tetap menjadi sesuatu yang harus terus ditingkatkan dibandingkan memiliki anak yang justru dapat menghambat perkembangan karir yang mungkin sudah diperjuangkan jauh-jauh dari sebelum pernikahan.

Padahal anak adalah penerus kehidupan, dan ladang amal Sholih bagi orang tuanya. Memiliki anak tentu merupakan sebuah jalan estafet kehidupan, penerus cita-cita. Beberapa orang ada yang bertekad bulat tidak mau memiliki anak atau menundanya setelah menikah, namun sebagian yang lain tetap mau memiliki anak tanpa harus meninggalkan "dunia"yang dia jalani sebelum pernikahan. Memiliki anak, namun tanpa meninggalkan karir.

Dikutip dari hartika.id bahwa ada beberapa alasan seorang wanita memilih menjadi wanita yang bekerja yang mempertahankan karirnya walau sudah berumah tangga.
1. Ketakutan akan ditinggalkan dan meninggalkan
Dalam menjalani sebuah pernikahan, tentu tidak ada yang dapat memastikan kehidupan akan berjalan baik-baik saja. Apalagi terkait usia, tidak ada yang tau. Entah istri dulu yang akan meninggalkan atau justru ia yang akan ditinggalkan terlebih dahulu oleh suaminya. Entah ditinggalkan oleh suami karena tutup usia, atau karena suami berpaling kepada yang lain. Hal semacam ini sering kali menghantui pikiran wanita setelah menikah. Hingga tak sedikit mereka yang memilih untuk berkarir dengan dalih "untuk jaga-jaga"apabila suami meninggalkannya.

2. Tuntutan Keluarga
Setelah menikah tentu seorang suami istri akan menjalani kehidupan masing-masing yang terlepas dari keluarganya. Mereka akan menjalani kehidupan rumah tangganya sendiri dan menjadi sebuah keluarga kecil sendiri. Namun ada saja mereka yang masih digelayuti oleh keluarganya. Orang tua yang masih meminta dinafkahi entah karena kondisi keuangan yang kurang atau karena faktor lain. Apalagi jika masih ada adik-adik yang masih perlu di-support biaya pendidikannya. Hal-hal semacam ini sering kali membuat seorang wanita tetap harus berkarir karena pikirannya masih "tertinggal"di keluarganya walau saat ini sudah memiliki kehidupan keluarga yang baru dengan suami dan anak-anaknya.

3. Asumsi tentang "Untuk apa sekolah tinggi-tinggi jika hanya menjadi ibu rumah tangga?"
Hampir semua wanita yang sebelum menikah merupakan wanita yang mandiri dan berpendidikan tinggi akan mendapatkan pertanyaan ini setelah ia memutuskan untuk menikah dan berdiam diri di rumah. Padahal prestasi tertinggi seorang istri adalah saat dia mendapatkan ridho dari suaminya dan bisa mencetak anak-anak sholih yang cerdas dan bijak. Namun, sering kali pertanyaan ini menggoyahkan kebulatan tekad untuk menjadi "full time mom"sehingga menjadikan ia yang berstatus istri serta ibu memilih untuk terjun dan mempertahankan karirnya.

4. Pandangan miring dari keluarga dan orang lain tentang ibu rumah tangga.
Menjadi ibu rumah tangga memang tak nampak istimewa. Tanpa seragam kerja dan rutinitas yang itu-itu saja tak jarang mendatangkan ucapan "miring"dari keluarga bahkan orang-orang sekitar. Terlihat "nganggur"padahal pekerjaan tiada habisnya. Terlihat tidak produktif padahal selalu ada yang dilakukannya. Pandangan miring yang diterima oleh seorang wanita sering kali menyentuh sampai ke hati dan pikirannya, hingga tak sedikit wanita yang berulang kali diremehkan akhirnya memilih untuk menjadi wanita karir untuk menjadikannya lebih dihargai.

Menjadi wanita karir memang terlihat menawan, pakaiannya rapi, wangi, dan jelas, kesibukannya menghasilkan uang. Berbeda dengan ibu rumah tangga yang "full time"dirumah. Walau bergelut dengan pekerjaan yang tiada habisnya, ini nampak sebagai rutinitas saja, walau sebenarnya ini adalah peran mulia, walau tanpa gaji yang dibayarkan diakhir bulan.

Menjadi ibu rumah tangga atau menjadi ibu yang juga bekerja terkadang memang membuat risau para wanita yang berstatus istri. Disatu sisi tetap ingin berkarir, disisi lain tetap ingin hadir untuk keluarga.

Pertanyaan tentang mana yang harus dipilih antara menjadi wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga, pernah dilontarkan oleh seorang komedian kepada Najwa Shihab, dengan penuh ketegasan beliau pun menjawab "Mengapa harus memilih, bukankah wanita bisa keduanya?"
Wanita memang dilahirkan dengan keunikan, mampu melakukan banyak hal secara bersamaan. Dan banyak juga yang terbukti bisa menjalani karir dengan baik tanpa mengabaikan peran sebagai istri dan ibu.

Namun, dikutip dari mantrasukabumi.pikiran-rakyat.com dr.Aisyah Dahlan menilai bahwa istri yang terlalu senang bekerja justru ini adalah sifat yang keliru. Suami justru akan merasa dibutuhkan dan dihargai apalagi istri meminta uang kepadanya. Istri yang terlampau mandiri hingga seolah tidak membutuhkan suami, justru akan menurunkan harga diri laki-laki sebagai kepala keluarga.

Dilansir dari Instagram @dr.aisyah.dahlan apalabila wanita yang sudah menikah dan masih memiliki suami namun ia tetap ingin bekerja, hendaknya ia bekerja bukan untuk cari mencari nafkah atau bantu suami, tapi wanita bekerja untuk berkarya dan suami mengizinkan.

Wanita yang setelah menikah tetap memilih menjadi wanita karir sebaiknya tetap memperhatikan hak-hak suami serta anak-anaknya. Tidak mengabaikan tugas serta peran utama sebagai istri dan ibu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun