Bagiku, hal tersebut sudah menjadi pandangan umum. Orangtua merasa memahami apa yang menjadi pilihan terbaik bagi anak-anaknya.Â
Namun, semua menjadi pertaruhan besar karena kampus sebesar apapun tidak selalu menjadi jaminan di masa depan.Â
Apa yang terjadi selanjutnya merupakan proses, sejak awal melakukan pertimbangan untuk mengukur sejauh mana kemauan dan kemampuan mahasiswa dalam melewati masa perkuliahannya.
Aku mengerti bahwa kemungkinannya sangat tidak pasti, apalagi tekad anak muda seperti diriku kerap kali berbahaya karena mengabaikan hal yang dianggap merintangi.
Linda memahami kegelisahan diriku meski dia tidak mengalami kegalauan dalam memilih kampus yang dituju.Â
Dia memiliki banyak nasihat untuk meyakinkan bahwa aku sudah melakukan langkah tepat.
Dari sudut pandangnya sebagai pengajar, Linda mengerti bahwa kesuksesan di masa depan merupakan hal yang mudah didapatkan selama orang-orang memiliki kepercayaan diri.
Setelah menyelesaikan pekerjaan di sekolah, aku meminta waktunya untuk bertemu. KFC Adam Malik, tempat yang selalu menjadi persinggahan kami. Hawa pusat kota dengan deru kendaraan padat merayap tetapi tidak menularkan banyak polusi ke gerai ini.
Aku menceritakan bagaimana sikap Bapak menolak keinginanku. Linda hanya memberi tatapan biasa. "Lalu, mau mundur?" tanyanya.
"Aku udah bilang, aku pilih berangkat ke sana. Terus Bapak nggak mau. Uang kuliah, silakan cari sendiri. Semua jadi kacau."
"Memang pilihanmu ngga mudah dipahami orang banyak. Kalaupun aku sebelumnya bilang setuju dan mendukung, tapi itu bukan berarti akan ada hal baik di sana. Aku lebih senang kau kuliah di sini, itu sangat sangat sangat jauh lebih baik."