Linda memberikan senyuman. Bagiku, itu adalah kebiasaan sebagai keceriaan yang biasa ia tunjukkan setiap hari. Aku tidak pernah merasa lebih baik dibanding memandang dia yang tersenyum.
Mengira ini berhasil, semuanya tampak menerawang ke langit, seolah-olah mendung menawarkan arah yang menyedihkan.
"Aku kira hubungan kita harus lebih serius," kataku kepadanya.
Linda mengernyitkan dahinya. Dia tidak menyukai ucapanku yang begitu spontan.
"Anak muda. Saat kau memutuskan hal besar, coba tenangkan diri."
"Tenang? Basi. Mau berpikir tenang atau nggak, hasilnya pasti akan sama."
"Tapi, ucapanmu tadi itu janji. Kalau kau nggak bisa kau tepati, maka selamanya kepercayaanku hilang samamu."
"Okelah, agak horor. Jadi..."
"Jalani aja dulu."
Mulai saat itu, kami memulai lagi babak baru. Kami menjalaninya dengan baik.
Sesampainya pun di Malang, aku terus menepikan semua kesepian dengan mengingatnya sepanjang hari. Itu adalah salah satu cara mengapa aku tersenyum melewati hari-hari menegangkan sebagai mahasiswa baru.