Katanya, transaksi non-tunai dapat membuat semua transaksi menjadi mudah dan cepat. Tapi, kenyataannya, orang-orang yang berbelanja menggunakan dompet digital atau kartu debit selalu menjadi biang keladi antrian panjang di minimarket.
Kemajuan teknologi tidak dapat dihindari. Kita harus beradaptasi. Demikian juga soal transaksi belanja.
Sekarang, orang-orang mulai banyak beralih ke uang non-tunai. Transaksi melalui kartu atau aplikasi dompet elektronik di ponsel pintar.
Di minimarket, pelanggan pun sering menggunakan transaksi non-tunai untuk membayar barang belanjaannya.Â
Tetapi, harus diakui, untuk belanja barang secara fisik di toko atau ritel modern, penggunaan uang non-tunai jauh dari kata efektif.
Model non-tunai berbasis digital ini tampaknya lebih cocok diterapkan ketika belanja di toko daring, bukan di toko fisik.
Kenapa bisa jadi ribet?
Saya mengatakan demikian karena saya adalah pelanggan setia di minimarket yang brand-nya sudah cetar membahana di Nusantara.
Kebetulan, kantor tempat saya bekerja berada di kawasan rukan sehingga satu-satunya tempat belanja yang tersedia adalah minimarket. Mau tidak mau, ya harus ke sana.Â
Kenapa tidak ke warung? Heeelloooww, rukan kita ini elit ya Kak, luasnya segede bandara Pondok Cabe, nggak ada warung-warung kecil.
Sebagai pekerja, tentu saya ingin waktu belanja sampai pembayaran was wes wos, secepat kilat. Saya tidak ingin seperempat jam istirahat kantor habis hanya di minimarket. Toh, saya tidak belanja banyak kebutuhan, hanya satu dua barang.
Nah, saat hendak membayar ke kasir, drama pun terjadi. Antrian.Â
Soal jumlah antrian, ini bisa angin-anginan. Kadang sepi, lebih sering mencapai tiga sampai lima orang.Â
Dalam pengalaman saya, untuk mengurus satu pelanggan, waktu yang dibutuhkan dapat mencapi satu menit.
Ya, lama atau tidaknya waktu di kasir tergantung pada jumlah barang belanjaan. Namun, jika pelanggan menggunakan uang non-tunai, kelar. Extra time pelayanan.
Kasir harus memasukan kode terlebih dahulu. Entah apa yang terjadi, tetapi saya sering menemukan bahwa kasir harus menunggu hasil dari layar baru transaksi non-tunai berjalan.
Waktu pembayaran di kasir menjadi lebih lama bila ada gangguan atau faktor x seperti sinyal internet lemah yang membuat sistem pembayaran ditolak.Â
Lalu, ketika kasir menawarkan promo, si pelanggan pun menambah lagi barang belanjanya supaya genaplah dia mendapat harga promo sehingga membuat kasir harus berjalan keluar dari singgasananya mengambil barang yang diminta. Tik-tak-tik-tak, yak Mase dalam perjalanan menuju rak, oh jauh sekali di sudut bangunan.
Itu baru satu pelanggan. Tidak heran, bila satu pelanggan dapat menghabiskan waktu begitu lama di meja kasir. Bayangkan apa jadinya bila beberapa pelanggan lainnya yang berada di antrian berikutnya juga menerapkan metode pembayaran yang sama.Â
Solusi pembayaran tunai vs non-tunai
Apa yang saya sampaikan adalah fakta. Mungkin, Anda juga mengalaminya. Dan apa yang saya alami ini nyaris terjadi sepanjang hari.
Ketika menghadapi situasi tersebut, pilihan saya hanya dua: menunggu atau pergi keluar karena sebal menunggu antrian panjang.
Siapa yang harus disalahkan? Kasir sudah melakukan tugas sebaik-baiknya, pemilik minimarket memikirkan profit, pelanggan punya hak untuk belanja sebanyak mungkin dengan metode pembayaran apapun selama itu sah.
Bagi, saya sistem belanja sekarang kurang akomodatif.
Di sela-sela waktu mengantri, saya lantas merenung. Rasanya tidak adil bila pelanggan yang berbelanja sedikit dan menggunakan uang tunai seperti saya ini harus berada satu antrian dengan pelanggan non-tunai.
Saya tidak bermaksud diskriminatif. Tetapi, memang alangkah baiknya, bila ada perbedaan jalur pembayaran tunai dan non-tunai.
Faktanya, pembayaran memakai uang tunai selalu lebih cepat ketimbang non-tunai.Â
Rekan saya selalu heran setiap saya belanja ke minimarket.
"Kok beli rokok doang lama banget".Â
"Ngantri".
"Antri apa lama banget, bagi-bagi sembako?"
(Dih, dia nggak percaya)
Sangking sering mampir di minimarket, mbak-mbak kasir pun tampaknya sudah hapal wajah saya.Â
Tentu, dia tidak dapat melakukan diskresi supaya mendahulukan saya ketimbang orang-orang yang membawa keranjang penuh apalagi memakai non-tunai.
Membuat jalur tunai dan non-tunai bisa menjadi studi bagus kepada pemilik minimarket, terutama yang terletak di kawasan perkantoran. Mirip-mirip model pembayaran tol, ada gerbang khusus non-tunai dan tunai.
Ketahuilah Bapak/Ibu, karyawan punya jam istirahat pendek. Secara psikologis, orang juga tidak ingin berdiri terlalu lama untuk mengantri. Nggak iye banget.
Kalau kesannya, cara ini tidak selaras dengan kampanye penggunaan non-tunai, eitss tunggu dulu. Tolong lihat lagi mana hal substansial dan "bahasa iklan". Apa praktik pembayaran non-tunai sejauh ini sudah efektif untuk menghemat waktu "load" di meja kasir?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H