Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Dulu Rajin, Sekarang Jarang Menulis di Kompasiana

4 April 2022   02:08 Diperbarui: 4 April 2022   04:58 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis. (Foto: Life Of Pix dari Pexels)

Jika ditanya, apa perbedaan antara penulis profesional dan penulis amatir? Jawabannya, yang satu menjadikan dunia penulisan sebagai lapangan kerja, sementara yang terakhir untuk berbagi manfaat dan bersenang-senang.

Tetapi, dalam era digital sekarang, perbedaan di antara penulis profesional dan penulis amatir menjadi kabur. Penulis amatir pun dapat menghasilkan pundi-pundi dari tulisan yang ia ciptakan. Namanya benefit. 

Benefit penulis amatir pun bisa mencapai Rp10 juta per bulan atau 2x UMR kuli tinta di Jakarta.

Itu dari segi pendapatan. Pasti dapat diperdebatkan. Yang sulit untuk dipungkiri adalah passion alias gairah.

Penulis profesional tidak boleh "masuk angin" dalam menghasilkan karya. Di bawah perusahaan, penulis itu harus bisa menghasilkan setidaknya satu karya dalam sehari. Ritme itu harus dijaga.

Sementara penulis amatir, ya, namanya juga menulis untuk bersenang-senang, tidak ada tuntutan serius.

Saya termasuk orang yang menderita "masuk angin" selama menulis di Kompasiana. Gejalanya mulai terasa sejak tahun lalu.

Awal mula masih rutin menghasilkan satu artikel per hari. Bahkan pernah juara di kompetisi Januari dengan perolehan views tulisan terbanyak.

Lama kelamaan, pekerjaan membuat saya harus menyingkirkan Kompasiana sementara waktu. Tidak ada waktu banyak untuk berpikir, mencari ide hingga mengetik di atas komputer. 

Selama ini, saya lebih banyak mengulas tentang situasi politik, internasional dan pendidikan. Tulisan yang butuh kedalaman dan keluasan dalam menyampaikan pesan dan informasi. 

Dengan kondisi seperti itu, sangat tidak mungkin untuk meluangkan waktu menulis di Kompasiana. Akhirnya, saya memakai jurus jitu: menulis tentang bola.

Artikel bola punya banyak kelebihan: aktual dan potensi dibaca banyak orang. Selama berbulan-bulan saya mencoba menulis bola, terutama tentang Paris Saint Germain, klub idola saya.

Hasilnya, penulisan menjadi efektif. Saya bisa tetap aktif menulis artikel setiap hari meski di tengah kesibukan pekerjaan.

Tetapi, itu dulu. Sekarang, situasinya semakin tidak menguntungkan. Pekerjaan bertambah banyak dan faktor kelelahan.

Sejak tengah tahun lalu, saya mulai mengurangi intensitas menulis di Kompasiana. Bisa menulis satu artikel per bulan di Kompasiana, rasanya sudah seperti sang juara.

Kesibukan saya sekarang adalah bekerja sebagai copywriter dan penulis konten di sebuah perusahaan IT. Aktif juga menelola FP fans PSG di Indonesia. 

Seharusnya, sangat mudah, dong, untuk terus menulis di Kompasiana. Apalagi masih muda dan energik.

Nah, pendapat semacam itu sering terdengar. Niat menulis itu ada, tetapi terkendala oleh fisik. 

Jangan pernah membayangkan pekerjaan sebagai penulis itu sangat mudah. Resikonya terlihat sangat halus, mulai dari kelelahan tubuh dan efek radiasi di depan layar komputer.

Menulis, idealnya, harus punya semangat dan energi dari dalam. Tanpa itu, tulisan akan terasa kering dan hanya tampak seperti kumpulan kata-kata tanpa arah dan makna. 

Jadi, kelelahan membuat saya harus menunda menulis di Kompasiana selama ini. 

Saya pun berpikir, kalau begini caranya, berarti ada yang salah dengan ritme menulis saya. 

Saya lantas berpikir, ini bukan masalah kelelahan, tetapi niat. Hipotesis ini juga masih lemas. Saya selalu menaruh niat untuk menulis di Kompasiana. Laptop sudah ada, topik berserak di mana-mana, bahan tulisan melimpah untuk dimasukan.

Akhirnya, saya menemukan jawaban mengapa saya menjadi "masuk angin" menulis di Kompasiana. Saya selama ini terlalu terobsesi dalam dunia penulisan. 

Awalnya hanya sebagai kegemaran, lantas menjadikan tulisan sebagai barang penghasilan. Dari penulis amatir, menjadi penulis profesional. 

Kompasiana adalah wadah untuk berbagi ilmu dan pengetahuan. Toh, saya tidak akan dipecat sebagai penulis Kompasiana jika tidak menulis tiga bulan, misalnya. 

Tentu, konsekuensinya saya bisa kehilangan benefit dari K-Rewards dan tulisan saya tidak bisa cetar-membahana di mesin pencarian Google. 

Argumen saya tampak seperti pembelaan mengapa saya tidak menulis di Kompasiana. Jadi, masih mau lanjut "masuk angin" dalam menulis? Janganlah, ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun