Dengan kondisi seperti itu, sangat tidak mungkin untuk meluangkan waktu menulis di Kompasiana. Akhirnya, saya memakai jurus jitu: menulis tentang bola.
Artikel bola punya banyak kelebihan: aktual dan potensi dibaca banyak orang. Selama berbulan-bulan saya mencoba menulis bola, terutama tentang Paris Saint Germain, klub idola saya.
Hasilnya, penulisan menjadi efektif. Saya bisa tetap aktif menulis artikel setiap hari meski di tengah kesibukan pekerjaan.
Tetapi, itu dulu. Sekarang, situasinya semakin tidak menguntungkan. Pekerjaan bertambah banyak dan faktor kelelahan.
Sejak tengah tahun lalu, saya mulai mengurangi intensitas menulis di Kompasiana. Bisa menulis satu artikel per bulan di Kompasiana, rasanya sudah seperti sang juara.
Kesibukan saya sekarang adalah bekerja sebagai copywriter dan penulis konten di sebuah perusahaan IT. Aktif juga menelola FP fans PSG di Indonesia.Â
Seharusnya, sangat mudah, dong, untuk terus menulis di Kompasiana. Apalagi masih muda dan energik.
Nah, pendapat semacam itu sering terdengar. Niat menulis itu ada, tetapi terkendala oleh fisik.Â
Jangan pernah membayangkan pekerjaan sebagai penulis itu sangat mudah. Resikonya terlihat sangat halus, mulai dari kelelahan tubuh dan efek radiasi di depan layar komputer.
Menulis, idealnya, harus punya semangat dan energi dari dalam. Tanpa itu, tulisan akan terasa kering dan hanya tampak seperti kumpulan kata-kata tanpa arah dan makna.Â
Jadi, kelelahan membuat saya harus menunda menulis di Kompasiana selama ini.Â