Ribuan pendukung Manchester United dan Villareal berharap-harap cemas di Polandia. Kedatangan mereka secara fisik melampaui ketakutan atas penyebaran virus Corona. Ada yang lebih utama, klub kesayangan mereka bertarung untuk memperebutkan trofi Liga Eropa.
Demikian di lapangan, masing-masing pemain kesebelasan memiliki motivasi untuk bisa keluar sebagai juara.Â
Villareal datang sebagai tim yang tidak terlalu diunggulkan. Di Spanyol, klub tersebut mengakhiri musim 2020-2021 dengan duduk di peringkat tujuh klasemen La Liga.
Sang lawan Manchester United terlalu perkasa untuk dapat dikalahkan. Pada laga semifinal sebelumnya, tim berjuluk Setan Merah ini telah membobol total 8 gol ke gawang AS Roma.Â
Di Liga Primer Inggris, Manchester United mencatatkan diri sebagai runner up menyaingi Manchester City dan Chelsea yang akan bertemu di final Liga Champions, kompetisi (konon) paling elit dan perkasa di benua Eropa.
Praktis, bila dihitung-hitung, Villareal menghadapi partai final yang sulit.Â
Pertandingan semakin menggemaskan untuk pendukung Villareal setelah sang pelatih Unai Emery mempertahankan kiper cadangan Geronimo Rulli untuk level pertandingan krusial.
Liga Eropa memang menjadi kesempatan bagi klub menurunkan beberapa pemain lapis kedua supaya dapat merasakan atmosfer pertandingan internasional. Tetapi, partai final di kompetisi apapun adalah penentuan penting yang terlalu naif bila sekadar dipandang untuk membantu portofolio pemain.
Di sisi lain, Manchester pada pertandingan final ini turun dengan kekuatan utama, termasuk mesin gol mereka, Cavani, Marcus Rashford dan Bruno Fernandes.Â
Villareal benar-benar harus bekerja dan berpikir keras untuk mengakhiri laga dengan hasil yang tidak memalukan. Unai Emery mungkin mengambil langkah realistis, peluang untuk memenangkan pertandingan hanya di bawah 50 persen.Â
Sebagai pelatih yang pernah merasakan kerasnya Liga Inggris, ia tahu bahwa keuntungan Villareal menghadapi Manchester United tergantung pada mentalitas dan keyakinan.
Nasib baiknya, ia punya pengalaman mengantarkan Sevilla sebagai juara Liga Eropa selama tiga musim berturut-turut sejak tahun 2013. Ketika menukangi PSG pada 2016, ia mempersembahkan Piala Prancis bagi klub, sehingga ia dianggap pelatih yang sukses untuk laga final kecuali bersama Arsenal yang dikalahkan Chelsea pada final Liga Eropa 2019 silam.Â
Sebelum laga final digelar, Unai Emery meladeni wawancara dengan ESPN, membicarakan sesuatu yang sangat filosofis dari sudut pandangnya.
Ia mengaku sebagai seorang yang realistis dalam menyaksikan anak asuhnya bermain sepak bola. Hal yang selalu ia hindari adalah berandai-andai dengan pertanyaan, "bagaimana jika".Â
Hasil dari pekerjaan mengalir mengikuti momentum atau waktu. Bermain apa adanya. Itulah yang ingin didorongkan dia saat Villarreal bekerja dalam pertandingan melawan Manchester United.
"Ketika orang berbicara tentang keberuntungan, mereka cenderung menganggap 'bola membentur tiang gawang.' Ya, memang begitulah tiang gawang. Itu bagian dari permainan. Orang membicarakan penalti, namun itu juga bukan keberuntungan: ada juga sesuatu yang bekerja di sana."
"Atau ketika seorang pemain maju ke depan, satu lawan satu, dan [bola] membentur tiang. Apakah itu keberuntungan? Tidak, ini adalah situasi permainan. Keberuntungan hanya ada saat lemparan koin. Dalam sepakbola, keberuntungan sangat minim."
Unai Emery akhirnya menuntaskan pekerjaan  dengan sempurna. Pada laga itu, Villareal membuka keunggulan lewat sontekan kaki Gerard Moreno.Â
Sepanjang pertandingan, Villareal mampu bermain secara disiplin untuk menahan serangan Setan Merah dari Marcus Rashford, Cavani dan Bruno Fernandes.Â
Tidak ada hujan gol ke gawang Rulli seperti dilakukan Manchester United kepada AS Roma. Setan Merah hanya mencetak sebiji gol penyeimbang yang membuat pertandingan berlanjut ke babak adu penalti.
Adu penalti pun berlangsung dramatis. Kesempatan penendang sampai kepada bagian penjaga gawang.Â
Rulli yang menjadi eksekutor tampil brilian, tidak terlihat sebagai pemain cadangan. Ia menyempurnakan sepakannya untuk menggetarkan jaring gawang yang dikawal kiper Manchester United, De Gea. Tendangan kerasnya sangat sempurna, menyasar bagian sudut gawang.Â
Keberhasilan itu semakin lengkap setelah Rulli yang kembali menjaga gawang mampu membaca arah bola yang dilesakkan De Gea dan menepisnya jauh dari gawang.Â
Pilihan Unai Emery menurunkan kiper cadangan memberikan hasil di luar perkiraan. Rulli tampil mengesankan bahwa dirinya layak diberi tempat utama.
"Kemenangan hari ini adalah kebanggaan untuk klub saya hari ini, seperti ketika saya di Sevilla. Ketika saya di Arsenal, kami memainkan final Liga Eropa, tapi tidak bisa menang, ini adalah proses, dari pertandingan itu saya belajar banyak untuk memenangkan pertandingan ini," ujar Unai Emery usai memenangkan laga melawan Manchester United, dikutip dari Metro.
Villareal menang 11-10 dalam adu penalti. Unai Emery bersama pemain Villareal menikmati realitas yang mereka ciptakan di Polandia. Villareal mendapatkan trofi. Piala Eropa kembali ke Spanyol.Â
Kemenangan Villareal merupakan determinasi mentalitas pemain yang tidak ingin ditekan hanya karena berstatus tim underdog tanpa megabintang. Villareal bermain apa adanya, tetapi mereka punya tujuan yang membuat prosesnya menjadi bernilai.Â
Demikian Unai Emery memiliki pengalaman membawa klub yang pernah dilatihnya melaju sampai ke final, pengalaman menghadapi tim Liga Inggris, terlebih pernah menjadi pelatih Cavani ketika di PSG untuk membantu Villareal membaca kekuatan dan kelemahan sang Matador. Hal-hal ini ialah koentji yang menambah kelayakan ia berkata menjalani semua dengan realistis.
"Fakta bahwa Anda ingin selalu menang adalah mentalitas. Sekarang, saya pikir ada babak lain, yang merupakan mentalitas kompetitif: beradaptasi dengan apa yang Anda miliki dan bersainglah," kata Unai Emery.
Penulis: Efrem Siregar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H