Dua hari lalu, warganet riuh membaca berita yang diterbitkan Kompas.com. Berita tentang Putri Tanjung, putri dari konglomerat Chairul Tanjung.
Judulnya, Putri Tanjung Mencuci Baju dan Masak Sendiri Saat Kuliah di AS. Kata kerja dari kalimat itulah yang diperbincangkan.
Warganet menyerukan untuk menghentikan romantisasi orang-orang kaya. Sementara pengguna lainnya mengaku dirinya juga melakukan pekerjaan domestik seperti yang dilakukan Putri saat ia kuliah di Eropa, tetapi tak diberitakan.
"No, stop romanticizing the rich. Se-indonesia juga tahu anak klan Tanjung gak mungkin lapar nunggu transferan beasiswa/duit ortu, atau diancam landlord belum bayar biaya sewa seminggu lebih," tulis pengguna di Twitter.
Putri Tanjung menceritakan pengalamannya tersebut kepada Boy William yang diunggah di YouTube. Dari tuturannya, Putri sebenarnya tak terlihat bermaksud untuk merendahkan diri.
"Gue masak, I cooked, gue sama temen-temen gue. Kayak normal. Doing normal things gitu. Itu benar-benar peaceful sih. Gue jadi lebih banyak mikir lagi. Gue kayak bener-bener finding siapa sih gue? Gue tuh gimana sih?"
"I like to work, you know . I love to work dan i want to make an impact, Boy," kata Putri.
Satu hal yang sering terjadi ialah ketika menilai Putri Tanjung, orang-orang telah memantapkan landasan berpikir bahwa ia adalah anak konglomerat yang memiliki kesempatan dan keuntungan berbeda dibanding putra-putri dari kalangan biasa.
Padahal, Putri dalam beberapa wawancaran sering meyakinkan orang bahwa ia melakukan pekerjaannya secara mandiri tanpa banyak dipengaruhi orang tuanya.Â
Itu adalah satu argumen dari Putri, jika pun di antara kita masih mencurigai kebenaran dan maksudnya, jangan-jangan kita telah kehilangan nuansa keakraban.