Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Say Goodbye Wacana Presiden Tiga Periode, Mari Bahas Isu Lain yang Lebih Penting

16 Maret 2021   08:15 Diperbarui: 16 Maret 2021   08:23 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana Presiden Jokowi menjabat tiga periode hanya mengulang kejadian masa lampau.

Jokowi pernah menyampaikan penolakan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode pada akhir 2019 lalu.

Kala itu, wacana masa jabatan Presiden ditambah tiga periode hadir seiring wacana amandemen terbatas UUD 1945.

Ini tanggapan Jokowi pada 2019 lalu menanggapi wacana Presiden tiga periode mengutip laporan Kompas.com.

"Ada yang ngomong presiden dipilih 3 periode itu, ada 3 (motif) menurut saya. Satu ingin menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka padahal saya sudah punya muka, yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi.

Sekarang, wacana tersebut kembali mengemuka setelah pendiri Partai Ummat, Amien Rais mengatakan ada skenario mengubah ketentuan dalam Undang Undang Dasar 1945 soal masa jabatan presiden dari 2 periode menjadi 3 periode.

Menyangka bahwa usulan itu mengada-ada dari Amien Rais sebagai oposisi, ternyata kubu koalisi pemerintah juga memberi lampu hijau tentang kemungkinan masa jabatan Presiden ditambah.

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menyampaikan secara pribadi bahwa dia setuju adanya wacana penambahan masa jabatan Presiden hingga tiga periode.

Mengutip CNN Indonesia, Jazilul mendukung wacana tersebut asalkan dikehendaki rakyat melalui fraksi-fraksi yang ada di MPR untuk melakukan amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

"Secara pribadi saya setuju adanya wacana masa jabatan Presiden menjadi 3 periode sepanjang atas dasar kehendak rakyat yang tercermin dari fraksi dan kelompok DPD," kata Jazilul dalam keterangan tertulis, Minggu, 14 Maret 2021.

Sebagaimana diketahui, UUD 1945 mengatur masa jabatan presiden hanya dua periode.

Masa jabatan Presiden Jokowi saat ini memasuki periode kedua sehingga tak mungkin maju lagi pada Pilpres 2024.

Menanggapi wacana tersebut, Jokowi kembali menegaskan untuk kesekian kali bahwa dia tak berminat untuk maju kali ketiga sebagai Presiden.

"Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak berminat juga menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanatkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama-sama," kata Jokowi dalam keterangan di Istana Merdeka, 15 Maret 2021.

Ia juga meminta untuk tak membuat kegaduhan di tengah fokus penanganan pandemi Covid-19.

Isu lama hadir kembali. Tentu menjadi pertanyaan bagi publik, wacana yang sudah ditanggapi Jokowi secara lugas pada 2019 silam, kenapa timbul lagi saat ini?

Ada pertanyaan menggunung tentang apa tujuan masa jabatan harus ditambah tiga periode? Apa motif wacana tersebut dihadirkan kembali?

Padahal pembatasan masa jabatan hanya sampai dua periode datang sebagai respon masa jabatan Presiden Soeharto yang berkuasa 32 tahun.

"Salah satu alasan penting, mengapa kita dulu membubarkan Orde Baru dan melakukan Reformasi 1998 adalah karena jabatan Presiden tidak dibatasi jumlah periodenya."

"MPR kemudian membuat amandemen atas UUD 1945, membatasi 2 periode saja. Kalau mau mengubah lagi itu urusan MPR; bukan wewenang Presiden," kata Menko Polhukam Mahfud MD dalam cuitannya, Senin, 15 Maret 2021.

Pernyataan Menko Mahfud MD juga terkesan apa adanya.

Adalah benar pembahasan amandemen ranah MPR, tetapi jika redaksinya diperpanjang maka akan berbunyi seperti ini: dalam pembahasannya dipenuhi dinamika politik.

Atau alasan lainnya, rakyat menghendaki.

Kalimat terakhir ini mengandung kesakralan, mengandaikan bahwa rakyat menyerahkan kedaulatan politiknya kepada anggota parlemen. 

Tetapi pembacaan bagi politisi membuat keputusan yang dihasilkan bisa berbeda.

Dua tahun berlalu, dua kali kalender di dinding berganti, tapi rasanya kita diajak berputar kembali ke belakang.

Sedangkan, ada isu terbaru yang perlu perhatian dan diseriuskan menurunkan presidential threshold yang disuarakan segelintir orang.

Cukup segelintir orang yang meminta revisi UU Pemilu, tak perlu banyak tetapi ia mampu menguji kewarasan berpolitik.

Apa rakyat lebih butuh masa jabatan Presiden ditambah atau butuh figur-figur baru di Pilpres 2024?

Bagi saya, semakin banyak pilihan terhadap capres di Pemilu 2024, pelaksanaannya tentu akan semakin berwarna. 

Di samping itu, ini akan menciptakan keadaan yang bakal mendorong partai lebih aktif menawarkan program dan mengeluarkan gagasan dalam upaya menarik perhatian rakyat.

Tentu masih banyak masalah di Indonesia yang harus dituntaskan saat ini terutama pandemi Covid-19.  

Meski demikian, wacana masa jabatan Presiden tiga periode tak dapat dipandang sebagai soal sederhana sebab sudah menjadi kebiasaan bahwa hal-hal sederhana diam-diam akan terwujud di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun