Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dari GothamChess dan Dewa Kipas, Kita Belajar Kesenjangan

16 Maret 2021   03:09 Diperbarui: 16 Maret 2021   20:16 3549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi akun Dewa_Kipas di Chess.com yang diblokir.(KOMPAS.com/Bill Clinten)

Warganet lagi-lagi menjadi penyebab membesarnya keriuhan antara pecatur Amerika Levy Rozman dan pecatur Indonesia Dadang Subur alias Dewa Kipas.

Akun media sosial Levy Rozman atau GothamChess diserbu dengan komentar yang tak sedap didengar.

PB Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) sampai angkat bicara.

Ini menarik. Level pertarungan catur Levy Rozman dan Dewa Kipas adalah permainan biasa di platform online, bukan permainan di tingkat turnamen resmi.

Karena itu, keterlibatan PB Percasi dalam persoalan dua pecatur online tersebut adalah sesuatu yang luar biasa.

"Ini event yang sangat pribadi, bukan event seperti Piala Asia, Olimpiade online. Kalau kejadiannya dalam event seperti itu (resmi, red), tentu PB Percasi akan menjadi organisasi pertama yang akan meminta kejelasan. Kalau mau menanyakan ke chess.com atau ke federasi catur Amerika, justru akan merendahkan kita sendiri karena ini bukan event penting," kata Kabid Pembinaan dan Prestasi PB Percasi, Kristianus Liem, menguti Beritasatu.com, Jumat, 12 Maret 2021.

PB Percasi dalam keriuhan ini mau tak mau harus memberi komentar. Masalah sudah berbelok ke segala arah dan penjuru.

Warganet jauh dari pokok persoalan dalam menilai masalah Levy Rozman dan Dadang Subur.

Dadang Subur dan anaknya Ali Akbar--yang kali pertama mengungkap akun Ayahnya diblokir di chess.com sampai menjadi viral pada awal bulan Maret ini--lebih beruntung karena akhirnya diundang berbicara ke podcast Deddy Corbuzier. 

Belasan juta subscriber dan jumlah penonton YouTube Deddy Corbuzier. Alhasil eksposur Dadang menjangkau luas khalayak. 

Namun demikian, pendapat satu pihak tentu cenderung bias dalam menguliti masalah. Dalam mencari kebenaran, banyak pihak harus disertakan.

Di tempat terpisah, PB Percasi dengan segala metode dan kemampuan melacak rekam jejak permainan Dadang. 

Tetapi, pemaparan mereka tak banyak mengena ke warganet.

Pertama, bisa jadi karena pembahasan teknis sulit dipahami, terutama kepada orang yang awam permainan catur. Pembahasan lengkapnya dapat dibaca di link Kompas.id ini dan di pemberitaan Kompas.com ini.

Kedua, warganet sudah kadung membela Dadang dan menyerbu akun Levy Rozman. Tak mudah mereka berbalik arah. Sekali layar terkembang surut kita berpantang. Orang Indonesia paling kuat memegang keyakinan.

Kelakuan warganet menyerang akun media sosial orang atau institusi juga bukan hal baru. Bahkan, bulan lalu, ketika Microsoft mengeluarkan laporan bahwa warganet Indonesia dikategorikan tak sopan di Asia Tenggara, akun Instagram Microsoft ikut kena serang.

Serang menyerang akun media sosial terlihat memuaskan walau pada akhirnya mengesankan hal memalukan. 

Tetapi siapa yang dapat mengontrol warganet berekspresi?

Jadi, serbuan warganet ke akun media sosial seperti Levy Rozman dan lainnya tak lagi hal mengejutkan. Ini sudah biasa dilakukan meski buruk.

Fenomena serbuan ke akun media sosial boleh jadi makin marak karena adanya kesenjangan dan jarak. 

Ini bukan tentang kesenjangan ekonomi, melainkan lebih pada tak terjangkaunya orang Indonesia pada apa yang diharapkan.

Kita ingin diakui sebagai yang terbesar. Lalu, perasaan inferior mau diubah dengan cara ekstrem. Mana fakta dan opini, mana pandangan berdasarkan subjektif dan objektif menjadi kabur. 

Keadaan ini terlihat dari keriuhan GothamChess dan Dewa Kipas di media sosial yang berlanjut setelah PB Percasi angkat bicara dan Deddy Corbuzier mengundang Dewa Kipas berbincang di podcast.

Sebagian orang membela Dadang atas kasus ini. 

Pembelaan didasarkan lewat anggapan bahwa pecatur hebat Indonesia banyak ditemukan di pos ronda. Pemain luar biarpun hebat tak boleh sewenang-wenang,

Pendapat ini bisa jadi benar, namun bisa jadi keliru karena sekadar asumsi sehingga perlu diuji dan dibuktikan.

Namun, kita cenderung rendah hati dan menghindari ajakan pembuktian tersebut. Lebih baik mengalah untuk menang.

Kemudian kesenjangan dari terbatasnya akses dan kesempatan untuk mengembangkan dan menunjukkan kapasitas diri.

Alasan-alasan di atas yang saya maksud sebagai kesenjangan.

Kesenjangan yang dimunculkan oleh diri sendiri akibat sikap rendah hati dan kesenjangan akibat yang ditimbulkan persoalan di luar diri lewat kesempatan kecil.

Dewan Pembina PB Percasi, Eka Putra Wirya mengatakan pihaknya akan menyambut siapa saja pecatur yang ingin bergabung ke PB Percasi.

"PB Percasi adalah rumah catur kita, jadi siapa pun yang ingin bermain siapa pun yang merasa hebat boleh datang ke PB Percasi. Kami sangat menerima dengan sangat, sangat baik. Jadi siapa pun yang merasa hebat, silakan datang. Kalau Pak Dadang bagus, kami justru senang karena ada pemain bagus lagi di Indonesia. Yang jelas, semua pemain terbaik akan kami berikan fasilitas terbaik," kata Dewan Pembina PB Percasi, Eka Putra Wirya dalam konferensi pers virtual, Jumat (12/3/2021).

Satu persoalan kesenjangan tentang akses dan kesempatan bisa teratasi. Pecatur atau talenta manapun harus berani mengembangkan diri dan mengalami perjuangan.

Bagaimanapun, kesenjangan saat ini mesti diakui menjadi penghambat untuk pengetahuan atau literasi digital sebelum sampai pada kesadaran bahwa media sosial adalah ruang untuk berbagi (sharing).

Karena itu, ketika pengakuan tak terjangkau, warganet mencoba pelbagai cara untuk membuktikan bahwa dia benar.

Kebetulan, media sosial adalah ruang terbuka dan siapapun mudah mengaksesnya selama tersambung ke jaringan internet. 

Warganet dari latar apapun mendapatkan medium yang tepat untuk meluapkan suaranya.

Tentu komentar "menyerang pribadi" terlontar bukan karena ia diperoleh dari pengetahuan, melainkan dari keyakinan yang diperoleh lewat opini atau argumen.

Ini menjadi celaka bila keyakinan mendahului pengetahuan sejati yang diperoleh lewat penelusuran, pengujian dan pembuktian.

Konteks keyakinan di sini bukan tentang agama, tetapi keyakinan tentang pra-anggapan seperti orang tua lebih tahu dari anak muda, keyakinan bahwa sarjana lebih pintar dari bukan sarjana.

Kokohnya keyakinan mesti diimbangkan dengan pengetahuan sejati.

Tujuannya, untuk mendekatkan pada kebenaran dan alasan praktis, supaya meminimalisir sekecil mungkin hal-hal yang tanpa disadari ternyata bisa berdampak merusak.

Serbuan ke akun media sosial Levy Rozman di luar urusan percaturan dan duduk persoalan keduanya adalah salah satu contohnya.

Dan tak menutup kemungkinan akan terjadi pada kasus-kasus lainnya.

Untuk menepis keraguan banyak orang, sang Dewa Kipas mesti meladeni pertarungan dengan Grand Master Indonesia. Tentunya ini kesempatan langka yang tak boleh disia-siakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun