Pernyataan Greg Abbott menyalahkan energi terbarukan dianggap keliru. Presiden Dewan Listrik Texas ERCOT menjelaskan pemadaman panjang ini disebabkan karena operator harus bertindak cepat untuk memangkas jumlah daya yang didistribusikan, laporan Texas Tribune.
Infrastruktur tenaga listrik rusak akibat membeku. Pasokan energi turun drastis.
Bila pembangkit listrik dipaksakan bekerja melayani lonjakan permintaan daya listrik, maka skenario terburuknya adalah gardu induk meledak dan membuat pemadaman listrik lebih panjang hingga berbulan-bulan.
Jika jaringan benar-benar mati, kerusakan fisik pada infrastruktur bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk diperbaiki.
Dengan pasokan yang tidak mencukupi, ERCOT tidak punya pilihan lain selain pemadaman listrik. Texas memang kaya gas alam, tetapi semua pembangkit listrik mereka tidak dirancang untuk menghadapi cuaca esktrem.
Jaringan pipa, kincir angin dan pembangkit listrik dari batu bara serta matahari tidak mampu beroperasi di bawah suhu nol derajat Fahrenheit.
Lori Bird, pengarah US energy program di World Resources Institute, mengatakan pendapat Gubernur Abbott menyalahkan turbin angin dan tenga surya adalah langkah politik.
Yang sekarang dibutuhkan, kata Bird, adanya persiapan yang lebih baik supaya kejadian seperti ini tidak terulang. Sebab, blackout kali ini lebih disebabkan kegagalan semua sumber pembangkit listrik, entah itu dari gas, angin, nuklir ataupun batubara, sangat rentan terhadap keadaan ekstrim.
PT PLN Persero sendiri sekarang masih bergantung besar pada batu bara untuk menggerakan sebagian besar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Batu bara adalah energi fosil.
Mengutip CNNIndonesia, berdasarkan bahan paparan PLN kepada Komisi VII DPR pada November 2020 lalu, porsi PLTU mendominasi sebesar 50,4 persen atau kapasitas 31.827 MW.Â
Kemudian ada pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 12,6 persen atau kapasitas 7.992 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebesar 10,7 persen atau kapasitas 12.137 MW.