Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Amanda Gadis Pemberontak (Bagian 1)

15 Februari 2021   05:52 Diperbarui: 15 Februari 2021   06:26 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa remaja sering digambarkan penuh semangat, gairah mencari tahu tanpa peduli apakah hasilnya berguna atau tidak. Semua diawali dengan cara coba-coba.

Jika percobaan gagal, pilihannya: menerima walau terpaksa atau melarikan diri. Lambat laun, waktu akan menjawab. Temanku, Indah merasakannya. Dia mengandung anak dari percintaannya bersama sang pacar, Luki, murid kelas XII IPA-2.

Namaku Toni, siswa XII IPS-3, usia 18 tahun dan tidak memiliki pacar maupun istri. Indah adalah teman sekelas. Aku hanya mengenal namanya. Tidak lebih dari itu.

Kepribadianku berbeda dari kebanyakan murid-murid lain. Aku mudah panik, merasa cemas dan merasa sendirian.

Di sekolah, aku bersikap biasa yang tidak layak mewakili watak murid IPS pada umumnya.

Teman-teman sekelasku adalah pelanggan untuk bermacam pelanggaran sekolah dari masalah pakaian, rambut dan sikap-sikap tidak terpuji lainnya.

Sebelum masuk sekolah, Satpam memeriksa isi tas dan kantong murid-murid badung ini untuk memastikan tidak ada rokok yang dibawa ke dalam sekolah.

Satpam itu hanya memeriksa secara acak orang-orang yang dicurigai. Maka, aku si murid polos tinggal berjalan mulus masuk ke sekolah meski menyimpan sebungkus rokok di dalam tas.

Setibanya jam istirahat, waktunya mengumpulkan uang. Beberapa orang menghampiri mejaku. Tujuan mereka berkumpul untuk membeli beberapa rokok dariku. 

Harga sebatang sebesar Rp2.000 dan mereka tidak mempermasalahkannya karena kemahalan. Kami menikmatinya di kantin dan toilet sekolah.

Aku adalah orang yang sangat terobsesi terhadap musik. Seharusnya itu memudahkanku untuk menarik perhatian gadis-gadis. Tapi kenyataannya aku orang yang payah untuk memiliki pacar.

Satu waktu aku pernah mengunjungi tenda-tenda biru di sudut kota. Setelah berbicara dengan gadis yang lebih tua dariku, ia mengatakan tidak mau melayaniku.

"Aku bekerja, bukan untuk diwawancara untuk studi," katanya.

Aku sebelumnya mengatakan kepadanya ingin melakukan penelitian di sana, rata-rata usia berapa yang pernah menemuinya. Ini cara memulai paling konyol.

Selebihnya, aku menakuti nasib di dunia ini hingga mengurung diri lebih lama di kamar. Aku melihat dunia dari balik jendela dan layar komputer.

Kecuali Amanda. Kami berkenalan lima bulan lalu dari sebuah pentas seni. Aku memiliki band sebagai gitaris merangkap vokalis bersama dua temanku, Riwan dan David.

Saat itu, kami tampil untuk mengisi acara. Selesai memainkan dua lagu, turun dari panggung, aku secara tidak sengaja berpapasan dengan Amanda.

Gadis yang menggulung rambutnya menjuntai ke atas. Amanda datang sebagai penonton. 

Celak hitam menggarisi kelopak matanya. Aku menyukai dia sejak pandangan pertama dan mengajaknya mengobrol untuk beberapa saat dengan terbata-bata dan memaksa untuk terus mencari topik pembicaraan.

Tanpa disangka, aku berhasil mendapatkan nomor ponselnya, sepertinya dia telah tahu maksudku. Lama-kelamaan kami sering berkomunikasi, akrab dan sesekali bertemu. Bukan untuk berkencan.

Amanda adalah orang yang berpikiran terbuka. Aku merasa kami memiliki keburukan yang sama dengan sedikit perbedaan.

Amanda bercerita bahwa dia berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Keadaan itu mempengaruhi hidupnya.

Ayah dan Ibunya bercerai ketika dia berusia 7 tahun. Sekarang, dia tinggal bersama Ibunya yang bekerja sebagai karyawan di salah satu swalayan. 

Semua terjadi karena sifat buruk dan temperamen Ayahnya. Seringkali sepulang bekerja, Ayahnya tanpa alasan jelas memaki dan memberi pukulan kepada Ibunya.

Pertarungan yang tidak seimbang di antara keduanya. Ibunya mendapat jahitan membekas di sekitar pelipis mata kanan karena terbentur kaki kasur. 

Amanda mengatakan, dia sangat takut kepada Ayahnya dan bersumpah tidak akan menemuinya seumur hidup.

Hal itu membuat dia sangat muak dan berhati-hati setiap melihat laki-laki. Aku merasa itu adalah anggapan aneh. Sifat lelaki tidak sama di dunia ini walaupun kemiskinan menjadi faktor yang tidak dapat dielak. 

Tetapi Amanda memberi penjelasan yang membuatku sangat mengaguminya. Baginya, kelakuan kasar Ayahnya tidak sepenuhnya sifat bawaan.

"Dunia ini adalah dunia laki-laki," kata Amanda. 

"Semua yang kita alami merupakan keinginan dan definisi para pria dan mereka memandang wanita sebagai objek yang harus dimiliki."

Amanda memiliki teman baik, Rachel yang merupakan tetangganya sewaktu kecil sebelum Rachel pindah ke kelurahan lain.

Beberapa kali Amanda tinggal bersama Rachel karena mereka memiliki pandangan yang sama tentang pentingnya pemberdayaan perempuan.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Amanda mengambil pekerjaan paruh waktu sepulang sekolah. Di luar itu, dia bergabung bersama komunitas wanita yang beranggotakan mahasiswa dan aktivis.

Aku belajar banyak dari dia. Bagiku, dia adalah wanita cerdas yang berbeda dari gadis murid di sekolahku. 

Kekaguman tersebut sekaligus menambah rasa penasaranku untuk mendalami isi hatinya. Aku mengakui diri sebagai murid bodoh nir-prestasi dengan angan-angan besar.

Dalam satu pertemuan di kafe, keajaiban menimpa hidupku. Aku mencium bibirnya. Aku merasa sangat beruntung mendapatkan ciuman itu, merasakan kebebasan, ciuman pertama. 

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun