Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Amanda mengambil pekerjaan paruh waktu sepulang sekolah. Di luar itu, dia bergabung bersama komunitas wanita yang beranggotakan mahasiswa dan aktivis.
Aku belajar banyak dari dia. Bagiku, dia adalah wanita cerdas yang berbeda dari gadis murid di sekolahku.Â
Kekaguman tersebut sekaligus menambah rasa penasaranku untuk mendalami isi hatinya. Aku mengakui diri sebagai murid bodoh nir-prestasi dengan angan-angan besar.
Dalam satu pertemuan di kafe, keajaiban menimpa hidupku. Aku mencium bibirnya. Aku merasa sangat beruntung mendapatkan ciuman itu, merasakan kebebasan, ciuman pertama.Â
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H