Masa remaja sering digambarkan penuh semangat, gairah mencari tahu tanpa peduli apakah hasilnya berguna atau tidak. Semua diawali dengan cara coba-coba.
Jika percobaan gagal, pilihannya: menerima walau terpaksa atau melarikan diri. Lambat laun, waktu akan menjawab. Temanku, Indah merasakannya. Dia mengandung anak dari percintaannya bersama sang pacar, Luki, murid kelas XII IPA-2.
Namaku Toni, siswa XII IPS-3, usia 18 tahun dan tidak memiliki pacar maupun istri. Indah adalah teman sekelas. Aku hanya mengenal namanya. Tidak lebih dari itu.
Kepribadianku berbeda dari kebanyakan murid-murid lain. Aku mudah panik, merasa cemas dan merasa sendirian.
Di sekolah, aku bersikap biasa yang tidak layak mewakili watak murid IPS pada umumnya.
Teman-teman sekelasku adalah pelanggan untuk bermacam pelanggaran sekolah dari masalah pakaian, rambut dan sikap-sikap tidak terpuji lainnya.
Sebelum masuk sekolah, Satpam memeriksa isi tas dan kantong murid-murid badung ini untuk memastikan tidak ada rokok yang dibawa ke dalam sekolah.
Satpam itu hanya memeriksa secara acak orang-orang yang dicurigai. Maka, aku si murid polos tinggal berjalan mulus masuk ke sekolah meski menyimpan sebungkus rokok di dalam tas.
Setibanya jam istirahat, waktunya mengumpulkan uang. Beberapa orang menghampiri mejaku. Tujuan mereka berkumpul untuk membeli beberapa rokok dariku.Â
Harga sebatang sebesar Rp2.000 dan mereka tidak mempermasalahkannya karena kemahalan. Kami menikmatinya di kantin dan toilet sekolah.