Seperti kamus politik yang selalu disampaikan para politisi bahwa politik itu dinamis. Perubahan arah memungkinkan terjadi.
Pengamat komunikasi politik Dan Nimmo mengatakan, "Jika Anda tidak menyukai cuaca ini, tunggulah sebentar, ia akan berubah."
Pernyataan Irwan, meski dianggap remeh dan dangkal, memperlihatkan bahwa kekuasaan itu, ya, seperti ini. Dia mencoba untuk menarik emosional masyarakat untuk melihat peristiwa masa lalu.Â
Tapi, orang kelahiran tahun 2007--yang nantinya jadi pemilih di 2024--belum tentu menyantol perasaannya menilai apa yang terjadi pada 2012 dan 2017 saat Pilgub DKI Jakarta karena waktu itu usia mereka masih manis-manisnya.Â
Jika publik ingat betul bahwa Presiden Joko Widodo dahulunya berangkat dari Wali Kota Solo, kemudian naik sebagai Gubernur DKI Jakarta dan terpilih sebagai Presiden RI.
Kondisinya saat ini harusnya berubah dari menginginkan pemimpin yang merakyat menjadi pemimpin muda yang energik. Kebetulan pula Gibran adalah pemimpin muda.Â
Mereka yang muda tentu menilai Gibran adalah Gibran yang sekarang dan Presiden Jokowi adalah sebagaimana yang dilihat hari ini sebagai dorongan kuat atas keyakinan mereka. Â
Ini keadaan yang terjadi sekarang. Tetapi pikiran pun harus dikondisikan untuk memandang masa depan karena 2024 adalah waktu untuk mengganti Presiden.
Politik itu sangat dinamis, sementara yang saklek hanya waktu. Sekarang tinggal Demokrat dan partai oposisi lain untuk memajukan siapa kandidat unggulannya. Anak-anak muda yang akan menilainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H