Dalam tulisan sebelumnya di sini, saya menyinggung sedikit berita gratis. Pembahasannya dilengkapi dalam tulisan ini.
Sebagaimana diketahui, berita daring itu gratis sehingga mudah diakses pengguna manapun asalkan memiliki gawai dan perangkat komputer terkoneksi internet.
Kita puas menikmati konten dengan mengorbankan sebagian data internet untuk membuka halaman suatu berita. Selebihnya, tinggal klik saja.
Jumlah berita gratis mendominasi dari jenis berita berbayar atau berlangganan. Hanya ada beberapa media nasional yang menerapkan model paywall berupa biaya berlangganan untuk dapat mengakses berita.Â
Kompas.id (Kompas), majalah.tempo.co (Tempo), dan bisnis.com (Bisnis) adalah sebagian contoh kecil.
Saya menukil ungkapan Jepang "Tada yori takai mono wa nai" yang dituliskan Kompasianer Lupin TheThird dalam artikelnya pekan lalu. Arti peribahasa itu, tidak ada yang lebih mahal dari gratis.
Gratis sebenarnya tidak gratis, bahkan harga gratis adalah paling mahal, kata Lupin.
Gratis memberikan sensasi kenikmatan dan kesenangan. Tetapi, dalam konteks dan derajat tertentu, ia bisa melahirkan perkara pelik.
Pengamat pasar Jared Dillian dalam artikel berjudul "Free to Trade" mendekatkan pemahaman gratis dan risikonya. Dalam artikelnya, ia mengulas kembali persoalan aplikasi Robinhood yang memberikan komisi nol persen kepada pelanggannya sebelum akhirnya menjadi kekacauan.
Cara pemasaran Robinhood memikat anak muda sehingga menimbulkan tekanan persaingan broker lainnya agar turut menurunkan komisi mereka.