Saya memikirkan bahwa berita yang diterima pembaca diproduksi melalui jerih payah. Wartawan melakukan pengorbanan tenaga dan waktu untuk memutar otak, menggali informasi mentah, mengolah sampai akhirnya menayangkan berita tersebut.
Mereka memang menerima upah dari kantor yang mempekerjakan, namun ini lain cerita karena jurnalis memiliki tanggung jawab terhadap publik dan menjunjung tinggi kebenaran, meminjam ucapan Bill Kovach. Â Â
Katakanlah judul berita ternyata menjebak atau dikenal sekarang sebagai clickbait. Selama ini, kita tahu bahwa cara tersebut ditujukan untuk menarik minat orang membuka halaman berita. Isinya berlawanan dari judul.
Itulah pengganti biaya akses gratis yang menuju pada periklanan. Semua yang gratis adalah netral, tetapi dampaknya menjadi berlainan.
Yang sering terlihat ialah, dampak berita menimbulkan 'teriakan' di kolom komentar berita, termasuk juga di kolom komentar di Twitter, Facebook dan platform di mana berita tersebut beredar.
Kadang kala, wartawan menerima ancaman dan serangan pribadi atas berita yang dimuatkannya menjebak atau tidak memuaskan pembaca.
Media memiliki kemampuan dan keinginan untuk menuntaskan masalah berita clickbait. Cukup mengganti deretan kalimatnya dengan kata-kata lain sesuai isi berita.Â
Tetapi, langkah itu tidak menguntungkan karena ada yang harus ditebus dari produk jurnalistik gratis.
Berdiri di antara tataran ideal, sementara perusahaan harus menunaikan kewajibannya untuk membayar pemakaian listrik, upah wartawan dan sederet pengeluaran operasional lainnya.
Masa lalu dapat dipetik sebagai pelajaran untuk menemukan dampak gratis, bakar duit, apa pun istilahnya mengakibatkan timbulnya iklim tidak sehat sampai menyentuh isu privat berupa keamanan data pribadi sebagaimana ditunjukkan WhatsApp beberapa waktu lalu.
Gratis berarti memberikan kemudahan, kenyamanan dan kebebasan. Dalam jangka panjang bila kondisi ini terus dipertahankan, kelak orang menjadi kaget mengetahui bahwa semua memiliki harga.Â