Pandemi Covid-19 yang berjalan hampir setahun belakangan menghadirkan kejutan demi kejutan dengan kabar terbaru di luar dugaan. Kali ini kabar menyentakkan, dan agaknya menggelitik, berasal dari daratan Inggris.
Inggris untuk pertama kalinya menerima bantuan dari UNICEF, lembaga dana PBB untuk bantuan kesejahteraan Ibu dan anak-anak yang berdiri pada 1946.Â
UNICEF akan menghibahkan 25.000 Poundsterling atau setara Rp476 juta dalam membantu asupan makan anak-anak rentan di London selatan selama musim Natal ini.
Kabar ini terdengar ganjil di telinga kebanyakan orang, bagaimana mungkin negara terkaya di dunia harus 'disubsidi' dengan isu anak-anak yang rentan kelaparan.
Tetapi, saya tidak mengada-ada, pun kabarnya bukan hoaks yang harus dihindari.
Sky News melaporkan donasi UNICEF sebesar 25.000 Poundsterling diserahkan kepada badan amal School Food Matters. Mereka nantinya menyediakan ribuan kotak sarapan kepada anak-anak dan keluarga rentan di kota London selatan selama dua minggu.
Direktur Program UNICEF UK, Anna Kettley, menanggapi persoalan luar biasa ini dengan mendasarkan bahwa saat ini penting untuk bersatu.
Akan tetapi, adanya bantuan UNICEF tersebut merupakan sebuah pukulan telak ke wajah pemerintahan Inggris.
Memang negara ini mengalami tekanan ekonomi hebat akibat pandemi Covid-19.Â
Hanya saja, mereka tentu tidak benar-benar sekarat seperti negara-negara miskin di Afrika sehingga harus 'disubsidi' oleh lembaga dana yang dikhususkan untuk melindungi kesejahteraan negara miskin dan bekembang.
Persoalan kelaparan memang bukan barang baru di Inggris, namun pandemi meningkatkan kekuatiran terhadap nasib generasi mendatang.
Jajak pendapat YouGov, dikutip dari Sky News melaporkan sekitar 2,4 juta anak-anak tinggal di keluarga yang rawan pangan. Jumlahnya bertambah pada Oktober 2020 sebanyak 900.000 anak yang mendaftar untuk memperoleh makanan sekolah gratis.
Persoalan bantuan UNICEF ini merembet ke parlemen. Leader of the House of Commons Jacob Rees-Mogg mengatakan tindakan UNICEF merupakan skandal yang nyata.
Ia menambahkan, UNICEF seharusnya malu pada dirinya sendiri karena terlibat dalam "aksi politik rendahan" dengan menghabiskan ribuan poundsterling yang seharusnya ditujukan untuk melindungi orang-orang di negara-negara miskin.
Di lain pihak, wakil pimpinan Partai Buruh, Angela Rayner, mengatakan kehadiran UNICEF untuk memberi makan anak-anak Inggris yang kelaparan merupakan aib bagi pemerintahan PM Boris Johnson.
"Satu-satunya orang yang harus malu adalah Boris Johnson dan seluruh pemerintahannya karena membiarkan anak-anak kita kelaparan," kata Angela dikutip dari Business Insider.
Juru Bicara PM Boris Johnson pun angkat bicara dengan mengatakan pemerintah telah mengambil tindakan memastikan anak-anak tidak kelaparan selama pandemi dan meyakinkan menyerahkan 16 juta Poundsterling kepada badan amal penyedia makanan.
Marcus Rashford, penyerang Manchester United yang gencar mengkampanyekan donasi makanan selama pandemi untuk anak-anak di Inggris turut menanggapi pemberitan bantuan UNICEF kepada Inggris.
Di akun Twitter, Rashford mengatakan "Inilah mengapa saya membutuhkan bantuan Anda. Kita harus bersatu untuk melindungi mereka yang rentan. Kita semua memiliki peran di sana," tulisnya.
Sementara Anna Kettley menekankan kembali bahwa UNICEFÂ akan terus menggunakan dana internasional untuk membantu anak-anak termiskin di dunia.Â
Tepat pula jawaban Kettley bahwa anak-anak berhak bertahan hidup dan berkembang di mana pun mereka dilahirkan.
Pebincangan tingkat politik orang dewasa tentang bantuan UNICEF tentu tidak mudah dipahami anak-anak.Â
Kelaparan merupakan perkara sederhana untuk diselesaikan: makan. Anak-anak juga hanya memahami bahwa musim Natal adalah momentum yang ditunggu karena waktunya untuk berbahagia.
Rasanya tidak sulit menyelesaikan kelaparan di sana. Inggris memiliki deretan klub sepakbola terkaya di dunia.Â
Mereka memiliki para bilionaire yang tentu tidak ragu menyerahkan sebagian harta mereka untuk didonasikan.
Apalagi jumlah 25.000 Poundsterling hanya seperempat dari gaji mingguan para pemain klub sepakbola London, Chelsea.
Tetapi, melihat negara kaya seperti Inggris ternyata bisa gagap menghadapi persoalan perut menunjukkan bagaimana politik menyebabkan orang dewasa dapat rentan kekanak-kanakan dalam menanggapi hal sederhana.
Di Indonesia, tepatnya di Pulau Nias belum lama ini tersiar juga berita seorang Ibu membunuh anak-anaknya karena himpitan ekonomi.Â
Jikalau Inggris layak menjadi pembanding untuk tragedi serupa di Indonesia, bukan berarti itu menjadi pembenaran untuk membiarkan hal-hal memalukan lepas ditiup angin lalu.
Jacob Rees-Mogg says UNICEF "should be ashamed of itself" for engaging in a "political stunt of the lowest order" by spending thousands of pounds feeding hungry children in the UK when it is "meant to be looking after people in the poorest, most deprived countries in the world".--- Rob Powell (@robpowellnews) December 17, 2020
And this is why I need your help. We have to come together to protect our most vulnerable. We all have a role to play here x https://t.co/sf2FthudDZ--- Marcus Rashford MBE (@MarcusRashford) December 16, 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H