Presiden Joko Widodo mengumumkan vaksin Covid-19 tersedia secara gratis kepada masyarakat. Apakah kita harus berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo atas keputusan tersebut?
Terima kasih, bentuk ungkapan syukur. Orang Italia mengatakan grazie, kata ini secara etimologi merujuk pada bahasa Latin: gratia yang bila diartikan lepas, adalah rahmat atau syukur. Dengan kata lain, salam itu disampaikan untuk memuliakan.
Gratia, kemuliaan kepada Ilahi namun juga diarahkan kepada manusia. Sebagai contoh Deo gratias--syukur kepada Allah--yang diucapkan umat Katolik, disalamkan kepada sesamanya, dengan kata lain, harapan dan doa dari Allah melimpah kepada manusia.
Demikian suku-suku di Indonesia memiliki bahasa tersendiri untuk mengekspresikan rasa syukur. Derajatnya memiliki tingkatan, katakanlah orang Jawa menuturkan, matur sembah nuwun sebagai bentuk kesopanan tinggi, lalu ada nuwus (basa walikan Malang) yang disampaikan kepada teman atau orang lain sebagai penanda keakraban.
Tetapi, bahasa Indonesia menempatkannya secara netral. Cukup tuturkan terima kasih. Jika dirasa kurang, tinggal tambahkan kata untuk menjamakkannya, "terima kasih banyak, beribu terima kasih".
Atau barangkali, bisa terngiang-ngiang sepanjang waktu, teleponlah orang bersangkutan untuk mengungkit yang sudah-sudah, "Terima kasih banget, lho kak, sekali lagi, ngga nyangka banget."
Jika saya berpendapat, ketika program vaksinasi digratiskan, saya tentu menyampaikan ucapan terima kasih atas keputusan Presiden Joko Widodo. Terima kasih, bukan trims, thx, ty yang selain pelit digores ke tulisan, juga menandakan bahwa kata-kata itu kosong yang sekadar disampaikan untuk lalu-lalang normatifnya kehidupan bermasyarakat.
Keputusan menggratiskan vaksin tentu berangkat dari pertimbangan yang menguras banyak pikiran dan membutuhkan keberanian besar. Konsekuensinya berdampak ke alokasi anggaran, begitu juga bagaimana menyelaraskannya sampai ke pemerintah daerah merupakan tantangan yang harus dihadapi.
Namun, sebagian orang juga merasa tidak perlu menyampaikan ucapan terima kasih kepada Presiden Jokowi.
Pemerhati Covid-19, Firdza Radiany, misalnya mengatakan dalam cuitannya, "Kasihan rakyat Indonesia, sampai harus berterima kasih dan apresiasi kepada Presiden atas apa yang seharusnya menjadi HAK rakyat Indonesia ; yaitu vaksin gratis. Suasana bernegara ini sangat menyedihkan."
Membaca cuitan tersebut, apa yang disampaikan Firdza tentu merupakan hal wajar, bukan berarti dia tidak tahu bersyukur, sebagaimana disampaikan warganet dalam kolom balasannya.
Ungkapan syukur adalah perkara individual. Kehadirannya ke manusia terasa tiba-tiba seperti awal kedatangan pandemi Covid-19.
Vaksin gratis adalah hak rakyat Indonesia. Ketika vaksin gratis menjadi hak, maka tidak ada lagi kejutan. Tidak ada kejutan, tidak ada yang perlu disyukuri. Semuanya berjalan normal.
Ketua Dewan Profesor Universitas Padjajaran, Arief Anshory Yusuf, melengkapi persoalan ini melalui opininya di harian Kompas edisi 17 Desember 2020.
Arief lebih dulu menyampaikan apresiasi atas keputusan pemerintah menggratiskan vaksin. Namun, selanjutnya ia menuliskan, tidak ada vaksin gratis sebab rakyat Indonesia akan menanggung biayanya secara gotong royong. Pemerintah hanya berperan sebagai juru bayar.
Perkiraan itu dihitung berdasarkan kemungkinan tidak tercapainya herd immunity bila ada pembedaan vaksinasi mandiri dan subsidi. Data juga menjadi persoalan untuk menentukan siapa rakyat miskin yang berhak menerima vaksin gratis. Tidak semua rakyat miskin terdaftar dalam PBI BPJS.
Itu belum hitung-hitungan cost and benefit yang kemungkinan dapat menghambat jalan pemulihan ekonomi nasional bila masalah vaksinasi berlarut-larut.
Pengetahuan memang dapat menunda niat untuk bertutur terima kasih. Tetapi, itu tidak berarti menghilangkan nilai syukur dalam tiap manusia, hanya masalah waktu.
Kasihan rakyat Indonesia, sampai harus berterima kasih & apresiasi kepada Presiden atas apa yang seharusnya menjadi HAK rakyat Indonesia ; yaitu vaksin gratis.
Suasana bernegara ini sangat menyedihkan.--- Beruang Kutub (@firdzaradiany) December 16, 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H