Manusia itu memiliki jiwa, memiliki hasrat, memiliki kehendak yang secara naluriah mungkin tidak disadarinya dapat mencelakakan orang.
Kita tidak dapat naif terhadap hal tersebut: mengandaikan kebaikan seseorang sudah cukup, berharap dia mampu sekuat tenaga dan batinnya menahan godaan agar tidak berperilaku korupsi.
Khawatirnya, ia malah tergelincir, 'kecelakaan' seperti penyesalan Edhy Prabowo.
Alasan ini pula menambah keyakinan saya, hukuman mati bukan solusi tepat dalam memberantas korupsi.
Risiko Terjadinya Korupsi Itu Ada
Pencegahan korupsi merupakan pekerjaan menantang karena ia berjalan bersamaan dengan apa yang dikerjakan pejabat dan orang-orang sekarang.Â
Bahkan Nowergia yang dianggap bersih dari praktik korupsi ternyata menaruh perhatian dalam pencegahan korupsi.
Contoh menarik tentang korupsi di Norwegia ini dapat disimak melalui tulisan Direktur The Centre for integrity in the Defence Sector (CIDS)Â Norwegia, Per Christensen, berjudul Corruption:Â No One is Perfect.
Christensen mengakui meski Norwegia dianggap memiliki tingkat korupsi rendah, penilaian tersebut dapat memberikan kesalahpahaman seolah korupsi itu tidak ada.
Ia menekankan lagi definisi korupsi, yang mungkin kita telah mengetahuinya, sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi.
Jadi, ini tidak berbicara semata tentang uang, tetapi juga tentang harapan adanya balasan untuk mendapat keuntungan.
Korupsi semacam ini sangat samar dan nyaris tidak mudah dilihat sebab memang harapan ada dalam pergumulan hidup manusia sehari-hari.