Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Balap Artikel Utama

Rekor Juara Dunia Lewis Hamilton dan Makin Membosankannya Balapan Formula 1

16 November 2020   04:02 Diperbarui: 16 November 2020   08:42 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini menjadi kesempatan para pebalap untuk memperkecil jarak dengan mobil di depannya. Bisa juga menjadi kesempatan pebalap menukar ban tanpa khawatir disalip jauh oleh kendaraan lain.

Atau berharaplah tiap seri di musim mendatang selalu diguyur hujan supaya pertarungan sengit seperti di GP Turki akan terjadi. Hujan membuat kecepatan mobil tidak terprediksi sehingga ada banyak kemungkinan semua pebalap bisa keluar sebagai pemenang.

Tetapi, imajinasi liar ini tentu tidak diharapkan benar-benar terjadi. Lintasan basah sangat membahayakan keselamatan pebalap yang berpotensi besar tergelincir keluar dari aspal.

Meski sangat membosankan, harapan Formula 1 tetap terbuka. Musim depan, regulasi fenomenal bakal diterapkan. Beberapa di antaranya pengaturan jarak antarmobil saat start akan diperkecil.

Untuk kali pertama, Formula 1 membatasi finansial tim maksimal USD 175 juta per tim selama setahun. Ini memberi angin segar kepada tim kecil supaya mendapatkan kesempatan setara dengan tim raksasa macam Mercedes, Ferrari atau RedBull yang berkantong tebal dalam memainkan peran di Formula 1.

Formula 1 harus berbenah serius. Zaman sekarang yang kian canggih telah meniscayakan bahwa tayangan F1 dapat diakses luas oleh masyarakat dunia.

Uang memang tidak berbicara, tetapi dia telah mengubah banyak struktur dan filosofi olahraga jatuh ke persoalan entertainment yang cenderung banyak mengeksploitasi popularitas.

Ketika pencapaian tertinggi seseorang tidak lagi bernilai, di situlah kemunduran menjadi nyata. Semoga saja nilai-nilai sportivitas itu tetap ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun