Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Reseller, Tolong Bantu Jaga Reputasi Merek Lokal!

2 Februari 2020   00:28 Diperbarui: 4 Februari 2020   13:35 4669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi berburu sepatu Compass (Foto: KOMPAS.com/M ZAENUDDIN)

Dukung produk dalam negeri. Jargon ini sering ditujukan kepada masyarakat Indonesia. Tujuannya supaya barang dagangan laku terjual. Mungkin si penjual awalnya berniat baik, mengharumkan nama Indonesia. Pembeli pun berpikir demikian. Tiada salah membeli produk lokal, dari kita untuk kita.

Namun, pasar punya mekanisme sendiri. Semua orang yang berdagang ingin mengambil untung atau laba. Begitu juga pembeli, mereka membeli sebuah barang karena dua alasan: kebutuhan dan keinginan.

Tak masalah harga mahal jika barangnya memuaskan. Sebaliknya, orang akan memprotes, marah dan bersumpah tak mau membelinya lagi jika harga barang tak sesuai dengan kualitas dan keinginan pembeli. Lalu bagaimana dengan dukung produk dalam negeri?

Orang-orang kita sering skeptis ketika mendengar brand lokal. Kualitasnya kurang bagus dibanding brand ternama dari luar negeri. Ini yang membuat putra-putri terbaik Indonesia merasa minder di dalam negeri.

Compass x PMP (Foto: Instagram/sepatucompass)
Compass x PMP (Foto: Instagram/sepatucompass)
Kebanyakan karya mereka tak terjamah ketika diedarkan di Indonesia, namun justru melambung tinggi ketika dipasarkan di luar negeri. Itulah citra. Sebuah citra mampu mengalahkan nilai.

Dari asumsi sederhana, tugas akhir setiap produksi adalah pemasaran yang berhubungan banyak dengan citra. Pemasar lihai menyulap barang seharga Rp200 hingga pembeli tak punya pilihan meski harus mengocek harga sampai Rp20.000.

Sebuah teori lama dari kampus: keinginan dan kebutuhan adalah dua hal berbeda. Kamu ga butuh-butuh banget tuh barang, tapi merasa ingin memilikinya.

Maaf, tulisan saya terlalu melompat-lompat.

Kembali ke soal dukung produk dalam negeri, cintai karya anak bangsa, atau jargon senama. Di Twitter, beberapa hari terakhir netizen Indonesia justru kesal mendengar kalimat tersebut. Kok bisa?

Salah satunya karena brand yang mendaku bangga produk dalam negeri itu justru punya harga jual yang makin lama makin kelewat mahal. Barang yang dimaksud adalah sepatu merk Compass dari Bandung, mengusung tagline 'Bangga Buatan Indonesia.' Maka, setelah cicitan bernada mengeluh itu keluar, seperti yang bisa kita tebak, terjadilah perang komentar.

Netizen pertama bilang, itu karena si pembeli tak punya duit. Netizen kedua bilang, barang dalam negeri bukan hanya sepatu Compass. Ini bisa merugikan brand lokal lain.

Selidik punya selidik, masalahnya ada pada reseller alias pedagang. Bukan brand Compass.

Sejak penjualan online mewabah, demam reseller memang bak jamur di musim hujan. Reseller itu menawarkan sepatu Compass X PMP dengan harga Rp3,7 juta. Reseller lain bahkan menawarkan lebih tinggi Rp5 juta.

Itu kelewat mahal. Konon harga ritel hanya Rp518 ribu. Keuntungan besar dari margin yang didapat. Kelakuannya mirip mafia minyak dan gas, jago mainkan harga dari hulu sampai di hilir meski bukan menyangkut kebutuhan orang banyak.Apa yang membuat sepatu tersebut begitu melonjak sampai 10 kali lipat? 

Teori ekonomi dasar. Sepatu tersebut dijual terbatas saat permintaan meningkat tajam. Lalu, siapa yang salah? Pemilik brand Compass? Pemilik brand justru menjadi korban dari reseller tadi.

Harga jual Rp518 ribu itu dibagi atas upah tenaga kerja, upah desain dan sebagainya dan sebagainya. Sementara itu si reseller...

Eh, tiada yang salah. Reseller melihat peluang. Namun mereka harus punya alasan lain agar kenaikan drastis itu kelihatan masuk akal.

Misalnya beritahu bahwa ongkos perjalanan saat membelinya pertama kali cukup mahal. Atau laba yang diperoleh akan dipakai untuk berinvestasi ke brand lokal lain yang terancam tutup akibat sepinya peminat. Jika tak ada alasan masuk akal, maka jargon bangga karya anak bangsa dan sejenisnya bakal menemui titik jenuh.

Imbasnya tentu ke brand lokal lain. Ada yang membandingkan harga reseller Compass x PMP dengan brand asal AS Converse yang bisa diperoleh dengan harga di kisaran Rp500 ribu sampai Rp1 juta.

Walaupun ada sepatu lain dengan style dan fungsi serupa, ingatlah ada nilai lain yang menjadi misteri sampai pembeli bertahan memilih Compass. Cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalah ini adalah produksi massal Compass x PMP.

Mata rantainya masih pendek, jadi itu jadi jalan ampuh. Alhasil, pembeli punya pilihan untuk membeli langsung ke ritel sehingga reseller tak punya daya tawar. Cara kedua, pilih brand lain seperti yang diusulkan sebelumnya.

Ini memang sulit. Namun, sepatu bukan seperti kilang minyak yang sulit dibangun di Indonesia. Oh sudah ada toh. Kalau begitu, tunjukkan barang itu. Jangan sampai membuat pembeli harus memakai brand impor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun