Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membalas Absurditas JRX yang Menyinggung Meninggalnya Ani Yudhoyono

3 Juni 2019   03:06 Diperbarui: 3 Juni 2019   04:17 12397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JRX Superman Is Dead. (Foto: Kompas.com)

Jerinx atau biasa disingkat JRX adalah musisi asal Bali yang telah lama menghiasi belantika musik Indonesia.Ia adalah drummer Superman Is Dead (SID) sekaligus vokalis dan gitaris untuk DevilDice. Namun, namanya melambung berkat Superman Is Dead sejak era 2000 awal. Gayanya rockabily, penuh tato dan terkadang urak-urakan.

Memang begitulah JRX yang terkenal sebagai anak band beraliran punk, menyanyikan lagu anarki, namun begitu kuat bersuara tentang nasionalisme. Konon, lagu Jadilah Legenda sempat ditawarkan pihak Istana namun ditolak oleh SID.

JRX berperan besar dalam menyumbangkan idenya ke dalam lagu-lagu SID. Masalah sosial, politik, kemanusiaan, nasionalisme, dan cinta mewarnai setiap lagu-lagu ciptaannya.

Di luar aksi panggung, ia konsisten dengan perjuangannya menolak reklamasi Telok Benoa selama bertahun-tahun.

Karena itu, popularitasnya tetap berjalan naik bersama SID sampai saat ini meski ia tidak terang-terangan memintanya.

Tidak heran jika JRX kerap memberikan pernyataan kontroversi yang membuat kuping orang menjadi panas.

Ia menjadi musuh para penguasa yang berang atas gerakannya, ia juga menjadi musuh bagi sebagian masyarakat yang berseberangan kepadanya.

Semua lini dibabatnya dan yang paling kentara adalah perlawanannya atas kasus RUU Permusikan yang menjadi hangat beberapa bulan lalu.

Ia mengkritik habis-habisan Anang Hermansyah yang saat itu menjabat anggota DPR RI sekaligus inisiator lahirnya RUU Permusikan.

Itu belum cukup. Pernikahannya dengan Nora sama mengejutkannya. Tapi bagian ini dilewati saja. JRX juga manusia yang tidak kebal dengan serangan cinta.

Tidak mudah membaca jalan pikirnya. Ia dikagumi namun dicerca dan dibenci. Manusia absurd.

Meski demikian, manusia tetaplah manusia yang dicampakan ke dalam realita. Ada pertarungan melawan kerasnya hidup. Ada yang menyadari pentingnya keselarasan alam di mana manusia yang sedari dulu merasa angkuh dan paling hebat mau tidak mau harus tunduk dan bersahabat dengan alam.

Namun, JRX kembali menggoncang alam pikir manusia. Cuitannya pada Minggu (2/6/2019) sungguh disesalkan karena menyinggung meninggalnya Ani Yudhoyono, istri Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhyono.

Ia menuliskan:
"Saya baru tahu jika kehilangan anggota keluarga otomatis hapus dosa-dosa politik anda meski impactnya tetap dirasa orang banyak, dan menemani istri yg sakit dianggap hal yg luar biasa langka.

Lalu bgmn dgn Fidelis yg gagal selamatkan nyawa istrinya krn kolotnya hukum Indonesia?"

Bagi yang berduka, termasuk saya, cuitan ini tidaklah patut disampaikan di tengah suasana duka yang masih menyelimuti masyarakat dan keluarga besar SBY.

Saya mengerti bahwa cuitan itu dimaksudkan untuk menguji kesetiaan kita pada keadilan dan kemanusiaan, termasuk dengan apa yang dialami Fidelis.

Ia tidak dapat merawat istri tercintanya Yeni Riawati akibat terjerat hukum hingga akhirnya Yeni meninggal dunia.

Kisah Fidelis bermula ketika ia ditangkap BNN Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, pada Februari 2017 karena menanam 39 batang pohon ganja.

Padahal ganja itu dipakainya sebagai obat kepada sang istri yang didiagnosa mengidap Syringomyelia atau tumbuhnya kista berisi cairan di dalam sumsum tulang belakang, Kompas.com (4/4/2017).

Fidelis akhirnya mendekam di penjara yang membuatnya harus berhenti mengobati sang istri. Tanpa suami di sisinya, Yeni menghembuskan napas terakhirnya sebulan setelah Fidelis ditangkap.

Kisah Fiselis saat itu mengusik hati nurani dan rasa keadilan.

Namun, kejadian Fidelis tak lantas dapat diperbandingkan dengan meninggalnya Ani Yudhoyono ketika sebagian besar di antara kita tengah merasakan ada duka, sentuhan rasa kemanusiaan yang universal.

Kemanusiaan hakikatnya setara dalam setiap peristiwa tanpa memandang atribut dan kelas sosial yang dibentuk manusia.

Perbandingan yang disampaikan JRX pada akhirnya menunjukkan bahwa keadilan dan kemanusiaan menjadi nihil karena menimbulkan kekecewaan orang lain.

Yeni, Ani, dan orang-orang yang meninggalkan dunia ini telah mendapat tempat terindah di mana mereka tidak lagi dirisaukan oleh kebebalan manusia.

JRX ingin mengadu keadilan kita dalam berempati. Namun ia lupa bahwa kematian telah menyadarkan kita pada kefanaan hidup yang sepatutnya kita sadari bahwa betapa kecilnya manusia dengan segala kehebatannya di antara alam yang indah ini.

Kita tidak akan lupa pada Fidelis dan orang-orang lain yang tertindas dan diperlakukan tidak adil di dunia ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun