"Sebuah pertengkaran hebat saat Oliver datang bersama Helena mengunjungi Arsamarya. Namun, kau tahu, amarahnya memuncak secara tiba-tiba saat melihat Helena yang tersenyum menyapanya. Dia melayangkan sebuah pukulan telak pada wajahnya. Arsamarya menyiapkan pukulan kedua, namun Oliver menangkap lengan tangannya. Helena yang jatuh karena pukulan itu mengangkat badan sambil mengepalkan kelima jari tangan kanannya dan mendorongnya tepat di rahang Arsamarya. Tubuh Arsamarya yang tua terjatuh tanpa kekuatan yang cukup untuk bisa membangkitkan badannya. Dia meminta Oliver membunuh dirinya, namun Oliver hanya diam. Keadaan memburuk, Arsamarya terlalu kuat melawan karena kebencian telah terlanjur merasukinya. Dia akhirnya berjalan terpincang-pincang dalam beberapa langkah dan berlari dengan mata pisau menyasar kepada Helena. Oliver mengakhirinya dengan pukulan tangan kosong tepat di belakang kepala Arsamarya. Dia terjatuh untuk kali kedua tanpa bisa sadar dari pukulan itu. Helena merebut pisau dari tangan Arsamarya dan menggoreskannya pada urat tangan Arsamarya. Oliver diam menyaksikan itu dan meminta Helena lekas membantunya menggeser jenazah Ibunya menuju ranjang tidurnya."
Setelah mengatakannya, Polisi itu meletakan catatan yang dipegangnya tadi kembali ke balik laci. Ia berkata, pembunuhan ini tidak terciul sama sekali dan benar-benar samar karena menurut pengakuan tetangga di kediamannya, Arsamarya merupakan wanita gila sejak kematian suaminya. Semua orang percaya wanita itu bunuh diri, kecuali saat Oliver mengatakan semua ini kepada Polisi itu.
Oliver semasa hidupnya telah beberapa kali mengatakan kepadaku, Helena sangat gelisah dan takut setelah kematian Arsmarya. Namun, kegelisahan itu hanya terasa dalam beberapa hari sebelum Helena akhirnya telah memperoleh kebebasan dari ancaman. Dia percaya bahwa Oliver telah membelanya saat kematian Ibu karena cinta. Atas keyakinan itu, dia memperdaya Oliver untuk menetapkan waktu pada pesta pernikahan mereka.
Pada pertemuan terakhir kami di Cafe Lesce, Oliver mengatakan, dia tidak menikahi Helena. Dia mengaku masih mencintai gadis itu, namun tidak berpikir untuk menganggapnya sebagai bagian dari kehidupannya.
"Helena menggodaku sebab dia tahu bahwa aku meyakini bahwa cinta adalah kekuatan yang mengalahkan segalanya, aku mencintai Ibu dan mencintai dia. Namun, segala yang buruk dari cinta ini adalah kehidupan. Helena adalah bagian dari kehidupan itu yang menginginkan sesuatu dariku dan tidak akan pernah aku tahu keinginan apa yang direnggutnya dari balik tubuhku," ucap Oliver.
Awan kembali mendung setelah terik matahari selama tiga jam menghangatkan udara hari ini.
“Helena akan membunuhku karena rasa sakit hatinya.”
“Aku mengingat diriku yang ternyata salah satu dari pembunuh Ibu. Aku membunuhnya.”
Oliver meneguk kopi dari cangkir kecil yang belum disentuhnya sama sekali. Dia menarik napas lebih dalam melawan kekalutan yang menggentayangi pikirannya. Setengah jam kemudian pelayan memindahkan dirinya dari kedudukannya. Kopi hitam tadi berubah kecoklatan akibat reaksi racun sianida yang larut di dalamnya.
Helena datang menemuiku setelah kematian Oliver saat aku baru selesai menyuguhkan segelas kopi yang akan kunikmati di bawah pohon kantor pemakaman.
Makam Oliver yang dipenuhi bunga duka terlihat di ujung batas pandanganku yang kabur digerogoti usia. Helena menyapaku dengan hangat, sembari memberikan senyuman. Aku mengira Helena saat itu akan memintaku untuk mengantarkannya menuju makam Oliver.