Saya bersyukur telah memiliki pengalaman ini. Rasanya pahit tapi ada manis-manisnya, sedikit. Jika tulisan ini dianggap menyesatkan, palsu, dan muluk-muluk, saya mengakui dan menerima semua kutukan yang dialamatkan kepada saya. Pengalaman itu membangkitkan saya.
Saya senang karena setelah ini, saya dapat mengatakan, kemiskinan, kesendirian, dan kematian bukanlah hal biasa yang wajar dilewati setiap orang. Iman dan pengalaman telah mendorong saya untuk memberontak. Kehidupan memiliki nilai, tidak ada sesuatu yang biasa meskipun semua ternyata absurd.
Semua ucapan selamat Natal dan Tahun Baru menjadi tidak bernilai. Ucapan itu amat mudah ditebak, hanya berbeda dalam beberapa kata. Karena itu, makna Natal dan Tahun Baru telah kehilangan makna.
Ungkapan duka cita terhadap kematian Jonghyun juga menjadi tidak bermakna, sebab pesan utama dari kejadian ini semua adalah kehidupan. Karbon monoksida bukanlah penyebab utama atas kematiannya. Kerangka berpikir semacam ini adalah sebuah logika kematian.
Jonghyun telah hidup kembali untuk mengajak manusia memberi nilai pada kehidupan. Manusia perlu keberanian untuk melawan kebencian sekaligus melawan kecintaan fanatik jika itu tidak memberi makna pada hidup manusia.
Manusia memberontak kepada diri sendiri untuk tidak mau tunduk pada hasrat kebencian, meski kebencian adalah hal terbaik yang manusia miliki saat ini. Manusia membutuhkan waktu dan kesabaran tinggi untuk memahami semua tregedi di dunia ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H