Akhirnya, saya menghabiskan Natal saat itu bersama teman saya. Ngopi dan bercengkerama. Hal biasa yang saya lakukan seperti pada hari-hari biasa.
Akan tetapi saya berpikir, saya tidak mungkin merayakan Natal dengan cara seperti ini. Oh, semua sudah terjadi. Setelah beberapa waktu bertandang ke kediaman teman, saya memutuskan untuk segera kembali ke Solo, kota yang menjadi domisili saya.
Dari sana, saya telah membuat keputusan yang akhirnya menjerat saya dalam kesendirian. Saya telah menghabiskan momen Natal seorang diri sampai pergantian Tahun 2018. Saya melampiaskan kesendirian ini melalui Twitter. Saya membuka Twitter. Oh, ternyata banyak warganet menghiasi lini masa Twitter dengan pesan suka cita.
Mereka bahagia, namun saya tidak demikian. Suka cita justru telah mendorong saya untuk selalu mengumpat. Entahlah, kepada siapapun, saya bersumpah serapah, mengutuk dunia, termasuk mengutuk diri sendiri.
Saya depresi, oh bukan, saya kesepian. Saat itu, saya juga mengetahui, ada cukup banyak orang yang merasakan hal seperti yang saya rasakan.
Jika dipikir lebih sempit, solusinya sederhana saja, jika saya memang kesepian, mengapa saya tidak berkumpul bersama mereka? Berbagi pengalaman? Hmm, saya pikir, pernyataan demikian sangat picik.
Dalam kondisi tidak menentu itu, logika menjadi sebuah racun yang merusak syaraf otak. Saya saat itu hanya berdoa dan berharap, Santa Claus datang menemui saya. Oh manisnya... Namun, Santa Claus tidak pernah datang.
Apakah pernah terlintas untuk melakukan hal berdosa itu, mengakhiri hidup? Saya harus berkata jujur, ya, hanya sepintas, ini sebenarnya lebih sangat menakutkan.
Orang-orang menghubungi saya, mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru. Mereka melanjutkannya dengan bertanya apa saya baik-baik saja? Saya jawab, ya. Lagi-lagi, sebuah pertanyaan dan pernyataan biasa. Saya menipu diri sendiri. Alhasil, saya menambahkan dosa dalam suasana Natal.
Waktu terus berjalan hingga pesta kembang api Tahun Baru 2018 terlewati. Suka cita itu ternyata datang setelah Natal. Akan tetapi, saya mulai menghitung-hitung, pesta kembang api itu kira-kira bisa memberikan berapa banyak kado kepada mereka yang membutuhkan? Hahaha... Saya juga terlalu licik untuk berharap ini menjadi kenyataan.
Badai pasti berlalu, sehabis gelap, terbitlah terang. Saya dapat merasakan bahwa saya pernah menjadi bagian dari Kim Jonghyun. Seperti diberitakan dw.com yang mengutip Instastory Nain9, Jonghyun pernah menuliskan pesan, "Saya merasa sangat kesepian."