Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waspadai Sikap-sikap Reaksioner kepada Jonru Ginting

5 September 2017   05:17 Diperbarui: 5 September 2017   06:30 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jonru Ginting berbicara di ILC (sumber:medan.tribunnews.com)

Semua penulis menceritakan dengan latar yang sama bahwa pocong-pocong sedang asyik menunggu di balik pohon pisang. Ia melupakan kebebasannya bahwa ia sendiri mampu menghadapi setan tersebut, bagaimanapun caranya, ia akan mencari tahu dan membaca lebih banyak untuk menuntaskannya.

Ini yang telah dan kira-kira akan terjadi dalam diskursus kita. Pembaca terjebak akibat terlalu meyakini bahwa 'kata telah mewakili realita.' Seakan-akan bahasa telah mampu menceritakan realita secara sempurna.

Satu waktu, Fowler menerangkan bahwa bahasa merupakan 'jaring makna', bahwa sebenarnya pemahaman akan realita adalah pemilihan kata-kata yang telah terdistorsi oleh subyektifitas manusia. Realita dari kata-kata tidaklah tepat untuk menjelaskan dan menerangkan realita itu sendiri. Semua orang memakai jaring (ideologi) membuat pilihan-pilihan kata yang tersedia begitu banyak untuk menjelaskan satu realita.

Itulah sebabnya, ambillah satu contoh, di balik kata-kata mengancam, terselip juga suatu tanda tanya yang membuat orang bergumul dalam batinnya. Mengapa aku mengatakan itu? Apakah aku harus menariknya kembali? Di tangan pembaca, tulisan yang dianggapnya buruk tidak dipikirkan dalam waktu yang panjang. Malahan yang sering terjadi adalah sebuah tindakan reaksioner atas makna yang diterimanya.

Sikap gegabah menghadapi dunia wacana dapat menjelaskan bahwa baik penulis maupun pembaca, masing-masing berada pada posisi yang mudah tersulut untuk melempar banyak pernyataan sentimental yang pada akhirnya mengundang kemarahan.

Pada akhirnya kita menemukan suatu keadaan balas dendam, bukan suatu dialektika. Untunglah Indonesia tidak mempunyai sanksi atau hukuman untuk pembaca-pembaca yang lalim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun