Seperti yang dicatat Permana dan koleganya saat meneliti masyarakat Baduy, mereka menemukan fakta bahwa pemukiman masyarakat Baduy hampir tidak pernah dilanda banjir meskipun berada dekat dengan aliran sungai dan tidak pernah sekalipun terjadi kebakaran hebat ketika mereka melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat ladang (huma).Â
Falsafah ini dapat menjadi salah satu contoh gagasan dalam membangun budaya sadar bencana. Di radio kisah-kisah serupa dapat diceritakan kembali dengan mempertimbangkan bencana apa yang diprediksi akan terjadi. Ahli-ahli atau tokoh mengenai penanggulangan bencana diseimbangkan lewat kehadiran selebiriti atau tokoh-tokoh inspiratif. Mereka adalah representasi pendengar yang masih awam dalam pembicaraan sehingga wacana dapat diterima baik.
Akan terasa syahdu apabila acara mulai diputar di malam hari. Katakanlah waktunya antara pukul 21.00-23.00. Pendengar tengah bersiap menutup malamnya. Keheningan dan ketenangan ini yang memudahkan informasi diterima banyak. Setelah itu ada sedikit waktu untuk berefleksi sebelum menutup hari.
Informasi diakhiri bagaimana menghadapi situasi tersebut. BNPB mempunyai rancangan dan jawaban atas hal tersebut. Pembawa acara menyadurkannya kepada pendengar, dengan sedikit jenaka, tentunya.
Wacana sadar bencana harus diproduksi terus-menerus. Ketika ia sudah dikenal, dibicarakan, maka akan direproduksi kembali oleh pendengar. Terutama dalam menghadapi situasi pra dan saat bencana, wacana itu mutlak untuk disuarakan. Maklum saja, peringatan spanduk belum cukup untuk menghentikan praktik 'ngeyel' membuang sampah sembarangan. Begitu juga dengan tindakan kecil lain yang kerap diabaikan. Di sinilah memang peran sentral pejabat dan tokoh setempat dihadirkan.
Budaya sadar bencana memang tidak dapat terbentuk tiba-tiba hanya pada saat menjelang atau sesudah bencana terjadi. Radio pada waktu yang bersamaan perlu membangun basis pendengar. Ia juga perlu membentuk budaya-budaya memberontak untuk sadar akan tragedi yang harus dihadapinya.
Ia yang dapat menerima tragedi tidak akan tertidur sambil menunggu dewa untuk menyelematkannya. Masyarakat, terutama generasi milenial, mempunyai gaya memberontak yang berbeda. Di radio, nanti, akan selalu ada suara yang menghormati dan suara yang mencibir nama mereka yang tidak sadar bencana. Para pejabat yang diharapkan untuk terlibat mungkin menghindari hal yang terakhir. Mereka lebih baik berdamai dengan tragedi dan bekerja sama untuk membangun budaya sadar bencana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H