Profesional sebagai supplier, menajemen keuangan (pembiayaan) serta dalam membangun jejaring (kolaborasi) dengan pihak stakeholder. Termasuk petani dan pembudidaya ikan, selaku produsen pangan di desa.
Harus diakui tidak semua BUMDes saat ini sudah menjadi pelaku bisnis profesional yang memberi dampak profit dan turut memberdayakan petani setempat.
Ada juga BUMDes yang belum maksimal memanfaatkan potensi desa. Akibatnya BUMDes tidak berkembang, dan petani lebih mempercayakan komoditinya untuk dibeli oleh tengkulak, atau pelaku usaha yang datang langsung ke desa.
Kurang kreatif dan inovatifnya pengelola BUMDes inilah yang harus dibenahi terlebih dahulu, sebelum terjun menjadi supplier. Mengingat peran sebagai supplier akan berjalan berkesinambungan, selama makan bergizi diprogramkan oleh pemerintah.
Tentu tidak semua logistik bisa disuplai oleh BUMDes. Tergantung kesiapan yang ada di desa, dari beberapa item bahan makanan yang dibutuhkan oleh dapur umum.
Bagi desa yang menjadi swasembada beras, bisa diakomodir oleh BUMDes untuk disuplai ke dapur umum. Begitu juga yang swasembada ikan air tawar dalam jumlah besar, bisa diakomodir oleh BUMDes untuk suplai secara kontinyu ke dapur umum.
Tentu tantangan untuk meyakinkan petani dibutuhkan oleh pengelola BUMDes. Khususnya bagi petani yang sudah merasa nyaman memasok komoditinya ke tengkulak atau pelaku usaha yang sudah membayar langsung sebelum panen tiba.
Bagi desa yang yang mengalami keterbatasan dalam produksi komoditi pangan, tentu menjadi tantangan bagi pemerintah desa setempat untuk berbenah. Jika berniat menjadikan BUMDesnya sebagai supplier ke dapur umum.
Harus diakui setiap desa punya problem masing-masing dalam mengembangkan komoditi pangan. Apakah itu benih, pupuk, pelet, peralatan tani, irigasi, jalan produksi hingga permodalan.
Problem ini turut berdampak pada kesejahteraan petani karena produksi dan pemasaran tidak maksimal. BUMDes pun kesulitan memenuhi target pasar, karena keterbatasan pasokan akibat dampak produktivitas.