Petani di wilayah Pamona Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), saat ini tengah fokus menggarap lahan usahanya dengan menanam komoditi nilam.
Pasalnya, harga jual komoditi tersebut lagi prospek, yakni mencapai Rp 2,8 juta per kilo. Bandingkan dengan harga komoditi jagung yang hanya berkisar Rp 4000 hingga 3600 per kilogram.
Tak heran dengan harga jual yang tinggi tersebut, Â sebagian petani kini beralih menanam komoditi nilam. Dengan tujuan bisa mendapatkan penghasilan lebih besar dari komoditi tersebut.
Hanya dengan durasi empat bulan, petani sudah bisa memanen komoditi nilam dan selanjutnya dibawa ke penyulingan. Dari penyulingan tersebutlah diketahui, berapa total kilogram minyak nilam yang diproduksi. Serta besaran pendapatan yang dihasilkan petani.
Hal ini berlaku pada petani di wilayah Pamona Utara yang sedang fokus menanam nilam. Hal ini diungkapkan petani yang ada di Desa Sangira dan Desa Lena saat ditemui belum lama ini. Â Sekaligus menyampaikan keberadaan harga pasar nilam yang lagi tinggi.
"Kami saat ini menanam nilam karena harga lagi tinggi. Rata-rata lahan usaha sekarang ditanam nilam. Sebelumnya ada yang tanam komoditi lain seperti jagung, namun harganya tidak sebagus nilam," ujar petani di Desa Lena.
Terkendala Keterbatasan Cepuk
Saat ini petani sedang dalam tahap menanam bibit di lahan usaha, dimana media yang digunakan berupa cepuk agar bibit bisa tumbuh dengan baik. Terhindar dari hujan dan panas matahari.
Namun yang menjadi kendala saat ini cepuk sangat sulit didapatkan oleh petani di wilayah Pamona. Bahkan petani sampai harus mengumpul cepuk bekas, sebagai wadah untuk menanam bibit.
Selain itu petani mengandalkan cepuk bekas yang dijual seharga Rp 35 ribu per kilo oleh pedagang. Namun itupun pedagang hanya sewaktu-waktu datang menjual cepuk kepada petani.
"Kami kesulitan mendapat cepuk karena tidak tersedia setiap saat. Padahal ini yang digunakan saat menanam bibit. Banyak bibit yang mau ditanam tapi kendalanya di cepuk," ujar petani di Desa Lena Pamona Utara.
Hal ini berbanding terbalik dengan keberadaan bibit nilam yang tersedia setiap saat kapanpun dibutuhkan petani. Adapun harga bibit yang dibeli petani di Pamona Utara seharga Rp 50 ribu per kilo.
Satu kilo sebanyak 200 pohon. Dimana jika ditanam dengan jarak 500 centimeter antar bibit tidak memerlukan lahan yang luas. Â Adapun jika panen bisa mencapai 4-5 kilogram minyak nilam dengan harga jual mencapai jutaan rupiah.
"Itu hanya perbandingan. Kalau lahannya lebih luas dan bibit yang ditanam lebih banyak, maka produksinya juga lebih besar. Kalau bibit saat ini tidak masalah, karena mudah didapat," tambah warga di Desa LenaÂ
Saat ini petani ada yang sudah melakukan penanaman tahap kedua. Setelah sebelumnya sudah sempat panen dengan keuntungan mencapai puluhan juta rupoah. Â
Namun ada juga yang baru memulai menanam  karena baru beralih ke komoditi nilam. "Kalau kami baru memulai menanam bibit, semoga empat bulan kedepan sudah panen, " ujar petani di lokasi lahan nilamnya.
Untuk biaya penyulingan sendiri petani harus membayar berkisar ratusan ribu rupiah. Namun di tempat penyulingan, pembeli sudah siap membeli hasil produksi petani.
Untuk penjualan produksi tidak sulit, sudah tersedia pembeli. Tinggal kemampuan petani seberapa banyak bisa menanam bibit nilam dan menghasilkan produksi yang lebih banyak.
Menjaga Stabilitas Harga
Realitas tingginya harga jual komoditi nilam tersebut menguntungkan bagi petani. Karena bisa meningkatkan pendapatan dan taraf ekonomi dari komoditi tersebut.
Di sinilah dibutuhkan peran pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas harga, demi kesinambungan usaha komoditi pertanian petani di desa.
Karena pengalaman, petani mudah beralih ke komoditi lain saat harga jual anjlok. Realitas rentannya petani mudah beralih karena faktor harga pasar, Â membutuhkan peran penyuluh pertanian di desa.
Sejatinya terhadap harga pasar yang dibutuhkan petani adalah, terjaganya stabilitas harga untuk komoditi apa saja. Tidak harus harga yang melonjak tinggi, maupun yang turun drastis.
Karena terbukti ada juga petani yang konsistensi menanam komoditi tertentu seperti jagung, meski harga pasar tidak terlalu menjanjikan. Â Seperti petani yang berada di lembah Napu Lore.
Yakni menanam komoditi jagung yang harga jual berkisar Rp 3600 per kilometer. Meski demikian dengan produksi yang besar , ternyata bisa memberi pendapatan lebih dari komoditi tersebut.
Tidak semua petani beralih ke komoditi nilam. Namun yang saat ini sedang fokus ke komoditi tersebut tetap perlu didampingi oleh pemerintah daerah,. Terutama dalam mengatasi kendala yang dihadapi petani.
Termasuk dalam menjaga  stabilitas harga. Karena jangan sampai empat bulan kedepan saat petani memasuki masa panen nilam, harga jual produk justru turun, karena dampak permainan pasar (pembeli).
Dalam usaha komoditi nilam elemen berupa sumber, pasar dan prasarana yang diusahakan secara mandiri oleh petani sudah berjalan. Namun satu elemen berupa kebijakan yang menjadi ranah pemerintah, itulah yang dibutuhkan petani.
Yakni kebijakan yang mendukung petani dalam mengembangkan komoditinya baik dari hulu hingga ke hilir. Kebijakan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan petani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H