Dengan narasumber dari pemerintah, legislatif, lembaga non pemerintah, tokoh masyarakat dan akademisi. Tujuannya agar bisa sharing informasi dan masukan, terkait permasalahan yang dihadapi pemuda, gereja dan masyarakat.
Juga perlu menyisipkan kegiatan workshop atau pelatihan yang terkait skill maupun knowledge pemuda. Seperti passion of knowledge (pengembangan bakat), content creator (membuat konten), content writer (penulis konten), public speaking (kemampuan berbicara) dan sebagainya.
Tujuannya agar kelak pemuda bisa mengeksplor gagasan, inspirasi dan aspirasi, bagi masa depan pemuda, gereja dan peradaban. Semakin banyak gagasan dan inspirasi yang dieksplor ke ruang publik, semakin banyak referensi dan edukasi yang didapatkan.
Tidak perlu banyak pemuda yang ikut workshop, cukup 10-20 orang dari ribuan pemuda yang hadir di PRPG. Sehingga out putnya, bukan hanya menghasilkan prestasi dari kegiatan lomba, namun juga dampak positif dari kegiatan workshop dan dialog publik.
Euforia PRPG sudah berlalu, pemuda GKST kembali ke kehidupan nyata. Perlu diingat, hidup pemuda berdampingan dengan urusan keseharian dan realitas kekinian. Sebagaimana yang dialami pemuda Klasis Rampi, kembali bergumul dengan realitas kesenjangan di depan mata
Simpati dan empati tidak bisa menjadi solusi untuk meretas kesenjangan tersebut. Hanya langkah terobosan dan aksi nyata yang bisa mengatasinya. Karena itu pemuda sebagai generasi penerus bangsa perlu berperan dan berkontribusi nyata lewat passion yang dimiliki.
Tak terkecuali pemuda GKST sebagai garda terdepan Lembaga Keumatan yang memiliki potensi besar, perlu turut berkontribusi bagi masa depan peradaban jemaat dan daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H