Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kontribusi Perempuan dalam Keberlanjutan Transisi Energi Terbarukan

20 Juni 2024   11:22 Diperbarui: 20 Juni 2024   13:42 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang berkaitan dengan kepentingan publik dengan prinsip memenuhi kebutuhan sekarang, tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.

Seiring dengan kehidupan masyarakat yang masih bersentuhan terhadap keberadaan lapangan kerja, pendapatan (kesejahteraan), pendidikan, kesehatan, pangan dan energi, maka pembangunan akan terus berlanjut.

Khusus untuk sektor energi baru terbarukan, dipastikan bahwa pembangunannya akan terus berkelanjutan, mengingat sumbernya dapat diperbaharui secara alami dan tidak terbatas dalam hal ketersediaannya. Seperti air, angin, matahari, panas bumi, arus laut dan lainnya.

Namun demikian, bukan berarti sumber energi yang tersedia di alam tersebut tidak akan mengalami degradasi, oleh karena sikap abai dari tindakan manusia yang menyebabkan degradasi tersebut terjadi.

Sebagai contoh terjadinya pemanasan global yang berdampak perubahan iklim ekstrim, akibat penggunaan energi fosil yang berdampak meningkatnya emisi karbon. Serta praktek penebangan hutan (pohon) yang tak terkendali menyebabkan kerusakan lingkungan.

Semakin banyak pohon yang hilang, semakin berkurang penyerap emisi karbon di udara. Disatu sisi, terdampak pada penyusutan sumber daya air sebagai salah satu sumber energi baru terbarukan. Mengingat fungsi pohon sebagai penyerap dan penyimpan (cadangan) air tanah.

Dalam konteks mengatasi perubahan iklim, peran serta masyarakat khususnya kaum perempuan dalam melakukan konservasi sekaligus merawat sumber daya air, tidak bisa diabaikan.

Terbukti di beberapa tempat di Sulawesi Tengah kontribusi kaum perempuan terhadap peran tersebut sudah dilakukan. Baik dengan menanam pohon untuk kepentingan lahan usaha (berkebun), juga untuk kelestarian lingkungan demi keberlangsungan sumber daya air.

Diketahui sumber daya air di Sulawesi Tengah baik dari sungai maupun danau, turut dimanfaatkan untuk kepentingan energi baru terbarukan. Diantaranya pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Kabupaten Poso. Serta pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTM) di Kabupaten Morowali Utara.

Dalam beberapa kesempatan saya terlibat dalam membagikan bibit pohon di daerah Sullawesi Tengah, kaum perempuan ikut terlibat menerima bantuan bibit pohon. Bahkan antusias untuk menanam dan merawat pohon tersebut hingga besar.

Keterlibatan tersebut khususnya yang berada di daerah aliran sungai maupun perbukitan dan pegunungan (hulu) tentu sangat bermanfaat. Mengingat apa yang dilakukan selain sebagai sumber kehidupan mereka sehari-hari, juga bermanfaat untuk kelestarian ekosistem.

  • Perjumpaan saya dengan kaum perempuan yang mengambil bagian dalam merawat ekosistem sumber daya alam di pelosok daerah, menjadi bukti bahwa peran dan kontribusi mereka tidak bisa dinafikan.

Sekaligus bukti bahwa kesadaran kaum perempuan terhadap pembangunan yang berkelanjutan, adalah sebuah keniscayaan. Bahkan secara tidak langsung turut berkontribusi dalam menjaga keberlangsungan sumber energi baru terbarukan.

Kita tahu sendiri bahwa menjaga dan merawat ekosistem butuh effort kuat. Juga harus tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan.Diantaranya kondisi medan yang berat serta keterbatasan fasilitas yang dibutuhkan.

Keberadaan bibit pohon untuk pembangunan keberlanjutan. Dok Pri
Keberadaan bibit pohon untuk pembangunan keberlanjutan. Dok Pri

Itulah yang ditunjukkan sebagian kaum perempuan yang berperan merawat ekosistem (pepohonan) yang berhubungan dengan sumber daya untuk kepentingan energi baru terbarukan. Bukan hanya tangguh, namun juga konsisten dalam menjalankan perannya.

Namun kesadaran kaum perempuan yang terbangun secara berkearifan lokal tersebut, perlu mendapat pemberdayaan. Agar bisa lebih berpartisipasi nyata dalam penyelenggaraan transisi energi baru terbarukan yang dicanangkan oleh pemerintah.

Soal partisipasi masyarakat khususnya kaum perempuan sudah termaktub dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan yang tengah digodok oleh Komisi VII DPR RI bersama Pemerintah. Dimana menyebutkan, masyarakat berhak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan energi baru terbarukan

Selain itu dalam penyelenggaraan energi baru terbarukan, masyarakat berhak memperoleh informasi melalui pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya; Serta memperoleh manfaat dan kesempatan kerja dari kegiatan penyelenggaraan energi baru terbarukan.

Aktualisasi Transisi Energi Adil

Jika nantinya RUU tentang Energi Terbarukan telah disahkan oleh DPR menjadi UU, maka aktualisasi partisipasi masyarakat khususnya perempuan dalam penyelenggaraan energi baru terbarukan, akan lebih kongkrit lewat pendekatan pemberdayaan.

Tujuannya agar masyarakat khususnya kaum perempuan yang selama ini berperan merawat dan memanfaatkan sumber  energi secara berkearifan lokal (tradisional), akan lebih berdaya. Serta bernilai tambah lewat penguasaan informasi dan teknologi tepat guna.

Ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan energi baru terbarukan yang diamanatkan dalam draf RUU. Yakni menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Ini juga sejalan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Oxfam. Yakni sebagai organisasi bantuan internasional yang terlibat dalam gerakan global memerangi kesenjangan untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidakadilan dengan fokus pada pemberdayaan perempuan.

  • Dari sini maka hakekat penyelenggaraan energi baru terbarukan tidak sekedar transisi semata, namun sekaligus meretas kesenjangan dan membuka kesempatan kerja bagi perempuan untuk terlibat dalam pembangunan berkelanjutan.

Selama target mengurangi emisi karbon belum tercapai (net zero emission), serta transisi energi adil relevan dengan upaya mengatasi perubahan iklim, maka gerakan global perempuan sangat dibutuhkan untuk tujuan tersebut.

Transisi energi adil sebagai upaya menghilangkan dana bahan bakar fosil dengan cara mengurangi kesenjangan. Serta mengalihkan biaya aksi iklim ke negara kaya yang melakukan polusi, sembari memprioritaskan keadilan ekonomi dan gender.

Sudah jelas bahwa transisi energi adil berkonsekuensi terhadap perdagangan karbon yang melibatkan negara donor, pemerintah, organisasi non penerintah (NGO) serta masyarakat lokal dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

Soal perdagangan karbon sendiri masuk dalam draf RUU Energi Baru Terbarukan, sebagai salah satu sumber dana penyelenggaraan energi baru terbarukan, selain dari APBN dan APBD.

Adapun negara donor dimaksud adalah negara pengguna energi fosil dan penyebab polusi udara yang berdampak pemanasan global. Dimana bagi negara donor tersebut bergantung pada negara yang memiliki kawasan hutan luas, sebagai penyerap emisi karbon seperti Indonesia.

Seorang kawan saya yang bekerja di NGO Internasional yang berkantor di Eropa, menjadi bagian dari program penanaman pohon guna mengurangi emisi karbon untuk beberapa daerah di Indonesia.

Program tersebut berdurasi jangka panjang dan dibiayai oleh negara donor dengan melibatkan pemerintah daerah serta masyarakat lokal. Adapun pohon yang ditanam dengan pola agroforestry. Yakni perpaduan pohon penyerap karbon serta komoditi produktif di areal yang cukup luas.

Keberadaan program tersebut adalah aktualisasi transisi energi adil yang secara tidak langsung membuka peluang kerja, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal jika sudah berjalan sesuai target.

Dengan durasi jangka panjang, masyarakat lokal khususnya kaum perempuan bisa dilibatkan untuk program menanam pohon yang mana hasilnya bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan mereka.

Namanya program yang bersifat kemitraan, tentu masyarakat lokal akan mendapat edukasi berupa literasi dan teknologi yang tepat dalam menanam pohon dengan pola agroforestry.

Negara pendonor memang cukup detail dalam membangun kemitraan dan menyalurkan dana bantuan program. Dimana selain memperhatikan komitmen masyarakat lokal, juga komitmen pemerintah daerah dalam mendukung program tersebut.

Berpijak pada kebijakan, bahwa pemerintah sudah selayaknya melakukan pemberdayaan bagi kaum perempuan yang berada di garda terdepan dalam menjaga sumber daya energi terbarukan serta mengatasi perubahan iklim. Baik lewat pelatihan-pelatihan maupun dukungan modal dan fasilitas yang dibutuhkan.

Selain itu badan usaha yang sudah mendapatkan profit dari pemanfaatan sunber daya alam untuk penyelenggaraan energi baru terbarukan, wajib melibatkan kaum perempuan guna melakukan pemberdayaan tersebut. Karena sudah berkontribusi dalam merawat ekosistem di lingkar usaha ebergi baru terbarukan. 

Sampai disini maka transisi energi adil penting dilakukan, bukan saja untuk mengatasi perubahan iklim namun juga meningkatkan ketahanan energi. Termasuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kualitas udara dan keberlangsungan sunber energi baru terbarukan.

Serta yang paling penting adalah membangun masa depan yang berkelanjutan. Masa depan dimana generasi penerus akan dapat merasakan peradaban kehidupan yang lebih baik dengan ketersediaan sumber daya energi yang bisa dimanfaatkan secara berkeadilan setiap saat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun