Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kontribusi Perempuan dalam Keberlanjutan Transisi Energi Terbarukan

20 Juni 2024   11:22 Diperbarui: 20 Juni 2024   13:42 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret keberadaan aliran air sebagai sumber energi baru terbarukan. (Dokumentasi Pribadi) 

Tujuannya agar masyarakat khususnya kaum perempuan yang selama ini berperan merawat dan memanfaatkan sumber  energi secara berkearifan lokal (tradisional), akan lebih berdaya. Serta bernilai tambah lewat penguasaan informasi dan teknologi tepat guna.

Ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan energi baru terbarukan yang diamanatkan dalam draf RUU. Yakni menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Ini juga sejalan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Oxfam. Yakni sebagai organisasi bantuan internasional yang terlibat dalam gerakan global memerangi kesenjangan untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidakadilan dengan fokus pada pemberdayaan perempuan.

  • Dari sini maka hakekat penyelenggaraan energi baru terbarukan tidak sekedar transisi semata, namun sekaligus meretas kesenjangan dan membuka kesempatan kerja bagi perempuan untuk terlibat dalam pembangunan berkelanjutan.

Selama target mengurangi emisi karbon belum tercapai (net zero emission), serta transisi energi adil relevan dengan upaya mengatasi perubahan iklim, maka gerakan global perempuan sangat dibutuhkan untuk tujuan tersebut.

Transisi energi adil sebagai upaya menghilangkan dana bahan bakar fosil dengan cara mengurangi kesenjangan. Serta mengalihkan biaya aksi iklim ke negara kaya yang melakukan polusi, sembari memprioritaskan keadilan ekonomi dan gender.

Sudah jelas bahwa transisi energi adil berkonsekuensi terhadap perdagangan karbon yang melibatkan negara donor, pemerintah, organisasi non penerintah (NGO) serta masyarakat lokal dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

Soal perdagangan karbon sendiri masuk dalam draf RUU Energi Baru Terbarukan, sebagai salah satu sumber dana penyelenggaraan energi baru terbarukan, selain dari APBN dan APBD.

Adapun negara donor dimaksud adalah negara pengguna energi fosil dan penyebab polusi udara yang berdampak pemanasan global. Dimana bagi negara donor tersebut bergantung pada negara yang memiliki kawasan hutan luas, sebagai penyerap emisi karbon seperti Indonesia.

Seorang kawan saya yang bekerja di NGO Internasional yang berkantor di Eropa, menjadi bagian dari program penanaman pohon guna mengurangi emisi karbon untuk beberapa daerah di Indonesia.

Program tersebut berdurasi jangka panjang dan dibiayai oleh negara donor dengan melibatkan pemerintah daerah serta masyarakat lokal. Adapun pohon yang ditanam dengan pola agroforestry. Yakni perpaduan pohon penyerap karbon serta komoditi produktif di areal yang cukup luas.

Keberadaan program tersebut adalah aktualisasi transisi energi adil yang secara tidak langsung membuka peluang kerja, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal jika sudah berjalan sesuai target.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun