Tidak bisa dibayangkan jika musibah kebakaran yang menimpa KM Umsini baru-baru ini, terjadi di perairan laut saat lagi dalam pelayaran. Kemungkinan akan banyak korban yang timbul atas musibah tersebut.
Untungnya kebakaran terjadi saat kapal sedang sandar di dermaga pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, sehingga jatuhnya korban bisa dihindari. Serta mobilisasi unit pemadaman kebakaran, dapat dilibatkan untuk mengatasi kebakaran tersebut.
Walau tidak ada korban jiwa dalam kebakaran pada kapal milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) tersebut, namun ribuan penumpang yang berada dalam kapal sempat dievakuasi ke dermaga, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
Sejatinya musibah kebakaran tersebut tidak harus terjadi, jika saja petugas (kru) KM Umsini tanggap menjalankan aspek keselamatan dan keamanan pada angkutan perairan, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang no 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Di mana pada pasal 40 UU tersebut menyebutkan, perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan barang yang diangkutnya.
Tentu bukan soal kebakaran terjadi di mana? Apakah di tengah perairan laut atau di dermaga? Namun soal pentingnya aspek keselamatan dan keamanan tersebut, menjadi sebuah tanggung jawab yang dapat mencegah timbulnya musibah. Baik kecelakaan maupun kebakaran pada kapal.
Meski kebakaran terjadi di dermaga, namun setidaknya sudah turut berdampak pada ribuan penumpang yang terpaksa mengalami penundaan pemberangkatan sesuai jadwal. Karena kapal tidak dapat digunakan untuk melanjutkan pelayaran ke trayek selanjutnya.
KM Umsini terpaksa harus ditarik untuk masuk docking (perbaikan), karena dampak kebakaran tersebut. Padahal tadinya kapal ini sempat membawa penumpang menuju Makassar, dan harus mengakhiri pelayaran karena kebakaran yang dialami.
Sudah Dua Kali Kebakaran
Terhitung sudah dua kali kapal milik PT Pelni mengalami kebakaran di dua tahun terakhir. Sebelumnya pada bulan November 2023 lalu, kebakaran menimpa KM Labobar yang sedang melakukan pelayaran dari Balikpapan menuju ke pelabuhan Pantoloan Palu.
Musibah kebakaran yang kedua ini menjadi warning bagi pihak PT Pelni, untuk serius melaksanakan aspek keselamatan dan keamanan dalam pelayaran. Jangan lagi terulang kasus yang sama yang bisa mengancam keselamatan jiwa penumpang.
Apakah itu disebabkan karena faktor teknis atau non teknis yang menyulut terjadinya kebakaran, pastinya tanggung jawab keselamatan tetap ada pada kru kapal yang berperan menjaga keselamatan dan keamanan penumpang.
Hal tersebut disebutkan dalam pasal 41 UU tentang Pelayaran. Bahwa tanggung jawab sebagaimana dimaksud dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, Berupa kematian atau lukanya penumpang yang diangkut. Serta musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut.
Sejatinya tanggung jawab ini bukan hanya untuk PT Pelni yang melaksanakan kegiatan angkutan laut dalam negeri yang melayani trayek tetap dan teratur, namun juga untuk jenis angkutan perairan lainnya.
Sebagaimana disebutkan pada pasal 6 UU Pelayaran, bahwa jenis angkutan di perairan terdiri atas angkutan laut, angkutan sungai dan danau, serta angkutan penyeberangan.
Sudah jelas semua jenis angkutan perairan yang melaksanakan kegiatan mengangkut atau memindahkan penumpang dan barang dengan menggunakan kapal, bertanggung jawab terhadap aspek keselamatan dan keamanan dalam pelayaran.
Di mana dalam UU Pelayaran menyebutkan, keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.
Amanat UU Pelayaran ini harus menjadi perhatian serius semua pengelola jenis angkutan perairan tanpa terkecuali. Mengingat dalam setiap kali pelayaran, akan mengangkut banyak penumpang dan barang.
Apalagi menjelang hari raya keagamaan, penumpang yang bepergian akan sangat membludak. Mengingat angkutan kapal menjadi alternatif transportasi perairan dengan harga tiket yang relatif terjangkau oleh masyarakat.
Sebagai orang yang sering menggunakan kapal Pelni saat bepergian, saya jumpai penumpang yang membludak di atas kapal. Tentu ini sangat berisiko, karena tidak semua penumpang punya pemahaman mitigasi jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tak diinginkan di atas kapal.
Sudah saatnya selain kelayakan kapal saat berlayar, keterbatasan penumpang perlu diperhatikan sebagai bentuk antisipasi terhadap aspek keselamatan dan keamanan angkutan perairan. Khususnya bagi kapal Pelni yang melayani trayek lintas provinsi.
Ini sekaligus menepis tudingan bahwa Pelni mengutamakan keuntungan dari banyaknya penumpang yang bepergian, namun berisiko terhadap keselamatan penumpang. Kasus kebakaran yang terjadi adalah bukti, bahwa keselamatan penumpang dipertaruhkan dalam angkutan perairan tersebut.
Bagi masyarakat yang selama ini mengandalkan transportasi laut untuk bepergian, penting untuk turut serta menjaga keselamatan dan keamanan kapal. Selain itu perlu untuk mengetahui mitigasi penyelamatan diri saat terjadi kecelakaan atau kebakaran di atas kapal.
Mitigasi dimaksud yakni, segera mendapatkan dan menggunakan pelampung untuk penyelamatan. Jangan karena panik langsung terjun ke laut tanpa bantuan pelampung. Serta bergegas ke sekoci penyelamat jika situasi tidak memungkinkan.
Sebenarnya dalam kondisi darurat, kru kapal sudah punya standar prosedur dan peralatan penyelamatan, untuk mengatasi kasus kebakaran di kapal. Namun kembali ke kerjasama yang baik antara penumpang dan kru kapal, menentukan diminimalisirnya jatuh korban saat musibah terjadi.
Demikian pula bagi setiap perusahaan angkutan perairan yang melayani masyarakat, dapat menjadikan aspek keselamatan sebagai prioritas utama selain keuntungan perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H