Termasuk juga peralatan gamelan dan patung singa berbahan perunggu yang ada di bangunan Pendopo Ageng. Dimana hanya diperbolehkan berfoto dari jarak dekat. Untuk patung singa sendiri menurut pemandu, merupakan pemberian dari negara Jerman kepada pihak Mangkunegaran dan diletakkan di Pendopo Ageng. .
Tentu saya memaknai pelarangan dimaksud bukan untuk mengkultuskan kesakralan koleksi benda-benda tersebut. Namun lebih pada menjaga agar benda tersebut tetap lestari dan terawat keberadaannya. Mengingat usia benda serta kandungan nilai sejarah dari peradaban masa lalu.
Sesuatu yang memiliki nilai sejarah memang harus dijaga dan dilestarikan. Di satu sisi harus terbuka bagi publik (umum) untuk dieksplor, sebagai edukasi tentang pelita kehidupan yang bersumber dari sejarah dimaksud.
Dengan menghormati setiap elenen-elemen seejarah, itu berarti kita turut menghargai bagaimana peradaban masa laku bekerja dan bertransfornasi ke peradaban masa kini. Itulah spirit yang ingin dikembalikan ditengah distrupsi digitalisasi saat ini.
Keterbukaan Pura Mangkunegaran sebagai museum yang mengandung nilai sejarah di jantung kota  Solo, telah melapangkan jalan edukasi dan spirit bagi anak bangsa untuk tidak melupakan akar budaya dan kearifan lokal bangsa ini.
Di tengah arus modernitas, selayaknya jangan pernah meninggalkan identias kearifan lokal yang sudah mengajarkan untuk menempatkan penghormatan dan penghargaan di tempat tertinggi alam kesadaran kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H