Selain itu nelayan kecil sampai saat ini masih terbatas dalam akses jaminan sosial. Padahal dalam Peraturan Pemerintah no 27 tahun 2021 tentang Penyelenggara Kelautan dan Perikanan, disebutkan nelayan mendapatkan lima item asuransi. Sayangnya turunan PP yakni Peraturan Menteri Kelautan no 33, disebutkan implementasi asuransi nelayan dipotong menjadi tiga asuransi.
Begitu juga terkait skema pembiayaan untuk nelayan baik itu Kredit Usaha Rakyat (KUR) ataupun Badan Layanan Umum (BLU) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tahun 2022 realisasi KUR untuk nelayan sebanyak Rp 9 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2018 hanya sebesar Rp 7 triliun.
Tetapi, skema itu didominasi non perikanan tangkap. Sementara perikanan tangkap hanya memperoleh sekitar 24 persen dari total KUR yang disalurkan. Jika dilihat lebih jauh lagi, dari 24 persen total KUR yang diberikan kepada nelayan perikanan tangkap, hanya sebagian kecil akses untuk nelayan kecil.
Belum lagi keterbatasan sarana dan fasilitas yang dihadapi oleh nelayan, pembudidaya ikan air laut serta penambak garam dalam meningkatkan produksi usaha mereka. Jika diuraikan keterbatasan tersebut tentu sangat banyak. Namun salah satunya yang bisa diungkap adalah keterbatasan sarana kapal penangkap ikan dengan mesin ukuran besar yang dibutuhkan oleh nelayan kecil.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menunjukkan 80,58 persen nelayan Indonesia adalah nelayan kecil dengan ukuran kapal lebih kecil dari 5 GT. Â Serta 72,37 persen menggunakan mesin dengan ukuran 0-24 PK.
Berbagai problem dalam upaya pemberdayaan masyarakat lokal tersebut, membuktikan menajemen pengelolaan kelautan dan perikanan oleh pemerintah masih belum optimal. Padahal sebagai negara maritim, sudah selayaknya entitas yang ada didalamnya perlu menikmati ruh pemberdayaan dengan pemerintah sebagai leading sektornya.
Tentunya jika menajemen tersebut dioptimalisasi dari segi pemberdayaan entitas dan penanganan degradasi ekosistem kelautannya, maka diyakini sektor kelautan dan perikanan akan lebih produktif. Serta Indonesia sebagai negara maritim akan semakin maju, ditandai dengan menurunnya masyarakat miskin yang bermukim di wilayah pesisir.
Peran kongkrit pemerintah daerah dalam pemberdayaan nelayan kecil sangat dibutuhkan. Salah satunya lewat skema anggaran. Namun harus diakui kendala anggaran di daerah, seringkali belum dapat mengakomodir kebutuhan nelayan maupun masyarakat lokal di wilayah pesisir.
Solusinya perlu ada desentralisasi program dan anggaran pemberdayaan nelayan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Sekarang ini anggaran pemberdayaan juga diurus oleh pemerintah pusat. Padahal urusan nelayan kecil berada di pemerintah daerah.
Disatu sisi perlu ada kebijakan pemerintah dalam meminimalisir degradasi lingkungan wilayah pesisir yang menggerus mata pencaharian nelayan. Dalam artian kebijakan untuk menggenjot pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan investasi, Â jangan sampai merusak ekologi dan mematikan usaha nelayan dan masyarakat lokal lainnya.
Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memahami  betul kendala dan kebutuhan wilayah pesisir. Oleh karena itu dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara yang maju di sektor maritim, kuncinya adalah melaksanakan kewajiban perlindungan dan pemberdayaan lewat kebijakan dan program yang dapat meningkatkan taraf hidup nelayan.