Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Nominator Kompasiana Award 2024

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Dampak Surutnya Danau Poso terhadap Keberlanjutan Energi Terbarukan

6 November 2023   22:58 Diperbarui: 8 November 2023   23:36 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bebatuan di danau Poso terlihat jelas akibat dampak air surut. (Dokumentasi Pribadi)

Pemanfaatan energi terbarukan menggantikan energi fosil adalah sebuah keniscayaan, guna mengurangi emisi karbon yang berdampak pemanasan global. 

Adapun sumber energi terbarukan berasal dari alam yang melimpah sumbernya dan tidak akan pernah habis. Seperti matahari (surya), air (hydro), angin (bayu), panas bumi, dan arus laut.

Tentu saja sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan rakyat, terutama untuk energi terbarukan. Asal saja penggunaannya dilakukan secara seimbang dan tidak serampangan.

Amanat soal penggunaan sumber daya alam untuk energi terbarukan, sudah diatur dalam Undang-undang no 30 tahun 2007 tentang Energi. Di mana menyebutkan pengelolaannya harus berdasarkan asas manfaat, kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Meskipun sumbernya berlimpah, namun faktor alam juga bisa mempengaruhi tergerusnya sumber energi terbarukan tersebut. Meski upaya konservasi dan mitigasi sudah dilakukan, demi keberlanjutan pemanfaatannya.

Kemarau panjang adalah faktor alam yang berdampak langsung terhadap penggerusan sumber daya air permukaan. Penggerusan tersebut berupa surutnya air danau yang menjadi sumber energi terbarukan pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Pemandangan surutnya danau Poso yang berdampak pada kurangnya debit air untuk PLTA. (Dokumentasi Pribadi)
Pemandangan surutnya danau Poso yang berdampak pada kurangnya debit air untuk PLTA. (Dokumentasi Pribadi)
Fenomena itu terlihat di Danau Poso Tentena Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Di mana kemarau panjang di tahun ini membuat air danau surut secara signifikan, menyisakan hamparan pesisir pantai yang cukup luas.

Biasanya jika air danau Poso surut, tidak lama dan akan kembali normal. Namun tahun ini berbeda. Kondisinya cukup lama, membuat masyarakat bisa beraktivitas di areal pesisir danau yang surut tersebut.

Saya sendiri sudah melihat langsung surutnya Danau Poso di beberapa spot yang ada. Bahkan menyempatkan melintas di pesisir pantai, karena penasaran dengan fenomena tersebut.

Selama ini keberadaan air Danau Poso menjadi sumber energi terbarukan untuk PLTA Sulewana. Aktivitas pengerukan dasar danau bahkan sudah dilakukan oleh pihak perusahaan yakni PT Poso Energy, agar debit air lebih maksimal menggerakkan turbin pada PLTA.

Kebijakan Pemadaman Bergilir

Maka dampak surutnya Danau Poso dirasakan langsung, di mana debit air yang menurun ke PLTA Sulewana. Energi daya yang dihasilkan pun berkurang dan suplai pasokan listrik juga menjadi tidak maksimal.

Seperti diketahui, jika kondisi normal operasional PLTA bisa menghasilkan daya listrik sebesar 515 megawatt (MW). Di mana energi listrik tersebut sebagian besar dipasok ke wilayah Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara. Serta ke wilayah Sulteng sendiri.

Akibat air danau surut dan debit air berkurang signifikan, kemampuan daya listrik dari PLTA Sulewana ikut menurun. Dampaknya pasokan listrik dari PLTA Sulewana ke beberapa wilayah tersebut termasuk di Sulteng dibatasi. 

Maka kebijakan pemadaman listrik bergilir harus dilakukan di sejumlah wilayah, termasuk di Kota Palu beberapa hari terakhir ini. Demikian penjelasan pihak PLN UP3 Palu, sebagaimana dilansir media massa di Sulteng.

Upaya pembatasan lewat kebijakan pemadanan bergilir, harus dilakukan agar masyarakat di beberapa wilayah tetap bisa menikmati energi listrik, meski ditengah kekurangan pasokan energi dari PLTA Sulewana.

Biasanya pemadaman listrik dilakukan karena faktor non teknis, seperti adanya gangguan pada jaringan utama listrik. Atau faktor teknis berupa pemeliharaan terhadap instrumen atau perangkat yang dimiliki oleh PLN.

Namun pemadaman karena dampaknya surutnya air danau adalah hal yang luar biasa. Karena selama ini yang diantisipasi oleh pihak perusahaan pengelola PLTA adalah, menyangkut volume debit air dengan cara mengeruk dasar danau.

Ternyata bukan kedalaman danau yang menjadi problem, namun surutnya air permukaan akibat kemarau panjang. Dimana dampaknya dirasakan langsung terhadap suplai energi listrik

Tantangan terhadap Strategi ARED

Dari sini bisa dipetik pelajaran, bahwa apapun skema yang dibuat manusia (perusahaan) dalam pemanfaatan sumber daya energi terbarukan, tidak akan bisa membendung gelagat alam yang meniscayakan adanya penyusutan air danau.

Mungkin ini bentuk 'interupsi' alam kepada manusia (perusahaan) atas mandat mengelola sumber daya alam yang melimpah. Bahwa jangan pernah merasa superioritas dalam mengeksploitasi sumber daya alam, demi kepentingan apapun (termasuk energi terbarukan).

Kapal pengeruk milik perusahaan PLTA yang terlihat di danau Poso. (Dokumentasi pribadi)
Kapal pengeruk milik perusahaan PLTA yang terlihat di danau Poso. (Dokumentasi pribadi)

Karena ketika superioritas didahulukan, maka eksploitasi yang dilakukan demi peningkatan kapasitas usaha, akan menggerus kebijakan dalam menjaga keseimbangan antara aspek ekonomi dan ekologi.

Saat gelagat alam menghadirkan fenomena surutnya air danau secara signifikan, maka stakeholder terkait tidak berdaya menghadapi realitas tersebut. Pada akhirnya membuat kebijakan pemadaman bergilir. 

Padahal perlu ada langkah antisipasi demi keberlanjutan energi terbarukan memanfaatkan potensi Danau Poso. Atau memanfaatkan sumber daya alam lainnya, seperti panas matahari atau angin. 

Realitas surutnya air danau sebagai sumber energi terbarukan, akan menjadi tantangan terhadap rencana strategi Accelerated Renewable Energy Development (ARED) atau percepatan pengembangan energi terbarukan oleh Pemerintah.

Di mana strategi ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas energi terbarukan hingga 75 persen di tahun 2040, dengan PLN sebagai leading sektornya dibawah arahan Kementerian ESDM.

Dalam strategi ARED tersebut, akan didominasi lewat pemanfaatan air sebagai sumber energi listrik yang akan meningkat menjadi 25,3 gigawatt (GW) di tahun 2040. Tentunya pemanfaatan sumber air yang terkonversi menjadi energi listrik dilakukan melalui PLTA.

Realitas kemarau panjang yang mengakibatkan surutnya air permukaan pada danau, memerlukan mitigasi yang tepat terkait strategi ARED tersebut. Agar kedepan dalam menghadapi kemarau panjang, sumber air untuk PLTA tidak lagi mengalami surut secara signifikan.

Hal lain yang bisa menjadi pelajaran adalah, di saat tidak terkena jadwal pemadaman bergilir, kita sebagai masyarakat tetap harus mengutamakan penghematan dalam pemakaian energi listrik.

Karena dari penghematan tersebut, menjadi bagian dari upaya mitigasi terhadap kondisi keterbatasan energi listrik yang bersumber dari energi terbarukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun