Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Akselerasi Destinasi Unggulan, Sulteng Negeri Seribu Megalit

27 Oktober 2023   12:50 Diperbarui: 28 Oktober 2023   07:54 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Palindo di Lembah Bada yang merupakan peninggalan zaman megalitik. Sumber: pesonawisata.sultengprov.go.id via kompas.com

Sulteng Negeri Seribu Megalit, resmi dicanangkan pada tanggal 10 Oktober 2023 berlokasi di situs patung Palindo, Lembah Bada Kabupaten Poso.

Dengan menyandang tagline sekaligus narasi tersebut,  memulai babak baru terjadinya target lompatan wisatawan berkunjung ke daerah Sulteng. Lompatan wisatawan adalah sesuatu yang relevan jika dikaitkan dengan pencanangan yang sudah dilakukan.

Narasi Sulawesi Tengah (Sulteng) Negeri Seribu Megalit, sejatinya menjadi branding market dalam menggaet wisatawan untuk datang ke Sulteng. Dimana melihat langsung pesona patung batu Megalit yang tersebar di beberapa spot, khususnya di lembah Lore Kabupaten Poso.

Narasi ini tentu menjadi diferensiasi (pembeda) antara Sulteng dengan daerah lain di Indonesia, terkait destinasi wisata sejarah Megalit. Walau sejatinya, di beberapa daerah di Indonesia juga terdapat peninggalan sejarah nenek moyang yang terbuat dari bebatuan atau artefak.

Seperti destinasi wisata Candi Borobudur yang berada di pulau Jawa, dimana sudah ada sejak tahun 770 masehi. Ada juga destinasi kuburan kuno dari batu di Tondano Sulawesi Utara dari abad 13 atau tahun 1300 masehi.  

Namun keberadaan patung batu Megalit yang jumlahnya dominan dan diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun lalu, terdapat di wilayah Sulteng. Patung batu Megalit tersebut tersebar di beberapa situs yakni lembah Bada, lenbah Behoa, lenbah Napu dan danau Lindu.

Baliho promosi pencanangan Sulteng Negeri Seribu Megalit. Doc Pri
Baliho promosi pencanangan Sulteng Negeri Seribu Megalit. Doc Pri

Sebenarnya sejak dulu keberadaan patung Megalit di lembah Lore ini sudah sering dikunjungi oleh wisatawan, baik domistik maupun mancanegara. Bahkan banyak juga yang sudah tahu bahwa di Sulteng ada patung Megalit yang eksotis, tapi belum berkesempatan untuk datang berkunjung.

Namun baru tahun inilah ada teroboson nyata dilakukan oleh Pemprov Sulteng, guna membranding keberadaan aset peninggalan sejarah masa lalu dengan narasi Sulteng Negeri Seribu Megalit yang dilakukan dalam dua tahap. 

Yakni pertama, tahap soft launching dilakukan di Palu, dihadiri Wapres Mar'uf Amin. Kedua, tahap pencanangan bertempat di situs Patung Palindo, padang Sepe Desa Kolori, Kecamatan Lore Barat Kabupaten Poso. Pencanangan dihadiri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf), Pemprov Sulteng dan Pemkab Poso.

Dipilihnya situs Megalit Palindo sebagai lokasi pencanangan, karena merupakan situs patung batu terbesar dengan tinggi sekitar 4 meter. Prosesi pencanangan dilakukan dengan memadukan unsur seni budaya berkearifan lokal dengan pesona landscape alam lembah Lore yang eksotis.

Kesiapan Elemen Pendukung Wisata

Sebagaimana dikatakan Wapres Ma'ruf Amin saat soft launching, bahwa dengan dicanangkannya Sulteng Negeri Seribu Megalit, maka diharapkan kedepan Sulteng akan menjadi destinasi wisata unggulan dan berkontribusi bagi ekonomi daerah.

Tentu yang diharapkan pasca pencanangan adalah, adanya langkah ekselerasi (percepatan) guna mewujudkan apa yang menjadi harapan Wapres. Yakni Sulteng menjadi destinasi wisata unggulan setara dengan Bali atau destinasi wisata unggulan lainnya di Indonesia.

Kondisi infrastruktur jalan di wilayah Lore Barat. Dok Pri
Kondisi infrastruktur jalan di wilayah Lore Barat. Dok Pri

Dalam artian momentum pencanangan, tidak selesai pada sebuah hajatan seremoni semata. Namun ada langkah nyata berupa strategi yang memberikan dampak utilisasi (manfaat) bagi daerah Sulteng. Mengingat branding dari pencanangan tersebut punya nilai market tinggi yang tidak dimiliki oleh daerah lain.

Tentu Pemprov Sulteng lewat Dinas Pariwisata bersama Kementerian Parekraf sudah punya skema, terkait akselerasi dari pencanangan tersebut. Termasuk mengangkat sejarah dan kebudayaan daerah ke pentas nasional dan dunia. Serta menjadikan situs Megalit sebagai cagar budaya warisan dunia oleh UNESCO.

Namun apapun akselerasi yang terkonversi lewat strategi atau skema yang disusun, muaranya adalah kehadiran wisatawan dalam jumlah signifikan ke Sulteng. Ini seiring dengan target kehadiran wisatawan di Sulteng oleh Dinas Pariwisata sebanyak 1,3 juta wisatawan di tahun 2023.

Karena impact (dampak) dari kehadiran wisatawan yang signifikan jumlahnya, tentu memberi kontribusi pendapatan ekonomi bagi masyarakat dan daerah tersebut. Serta menjadi indikator sebuah daerah dikategorikan sebagai destinasi unggulan, lewat berbagai kesiapan elemen pendukung.

Elemen tersebut meliputi aksesibilitas atau akses transportasi, akomodasi, amenities atau fasilitas pendukung, atraksi wisata serta aktivitas wisata. Karena sulit sebuah destinasi akan menjadi unggulan dan dikunjungi banyak wisatawan, jika seluruh elemen diatas tidak terlebih dahulu disiapkan.

Miniatur patung Megalit Palindo di Museum Sulawesi Tengah. Dok Pri
Miniatur patung Megalit Palindo di Museum Sulawesi Tengah. Dok Pri
Karena sebagus dan semenarik apapun potensi wisata di sebuah daerah, jika seluruh elemen pendukung wisata tidak saling melengkapi, akan menjadi dilema dalam menarik wisatawan untuk datang berkunjung. Dalam artian landscape destinasi wisata tersebut akan 'tersembunyi' dan jauh dari perhatian wisatawan.

Sebagai contoh keberadaan situs patung Megalit yang tersebar di lembah Lore diperhadapkan dengan kendala aksesibilitas. Baik dari segi akses jarak dan waktu, juga kemantapan infrastruktur jalan. Ini adalah realitas yang harus diantisipasi dan ditangani oleh Pemprov Sulteng. 

Jarak dari Kota Palu menuju lembah Behoa  dimana situs patung batu Palindo berlokasi, cukup jauh sekitar 340 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 8 jam dan hanya bisa ditempuh menggunakan transportasi darat.

Demikian pula dari Palu menuju lembah Behoa lokasi situs patung Pokekea berada, sejauh 167 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 4 jam. Serta lembah Napu sejauh 117 kilometer, dimana waktu tempuh berkisar 3 jam.

Adapun moda transportasi angkutan darat yang memadai untuk rute Kota Palu-Lembah Bada belum tersedia. Yang ada hanya rute Kota Poso-Lembah Bada. Jadi jika wisatawan yang datang melalui pintu masuk Kota Palu, harus menyewa kendaraan roda empat, dan rela menempuh jarak yang jauh.

Sebenarnya aksesibilitas lebih dekat jika melalui Kabupaten Sigi yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Poso. Sayangnya konektivitas antara perbatasan di Desa Moa di Kulawi Selatan Kabupaten Sigi dengan Desa Tuare di Lore Barat Kabupaten Poso, belum terbuka untuk dilewati kendaraan roda empat.

Keberadaan situs Megalit di lembah Behoa Lore Tengah. Doc Pri
Keberadaan situs Megalit di lembah Behoa Lore Tengah. Doc Pri

Belum lagi kendala akomodasi dan amenities (fasilitas pendukung) yang sangat dibutuhkan oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Sebenarnya di lembah Lore juga sudah ada sarana akomodasi serta kuliner, namun masih terbatas jumlahnya.

Jika lompatan kunjungan wisatawan pasca pencanangan sebagai targetnya, maka keberadaan sarana akomodasi beserta aminiites yang memadai di sekitar destinasi wisata sudah harus disiapkan. Sebagai langkah akselerasi Sulteng Negeri Seribu Megaliti menjadi destinasi unggulan.

Pendekatan Storynomics Tourism

Satu hal yang menarik disampaikan oleh Wapres adalah, pentingnya pendekatan narasi kearifan lokal terkait wisata sejarah Megalit. Tentu pernyataan Wapres berangkat dari kesadaran, bahwa situs Megalith sebagai karya peninggalan sejarah masa lalu yang ikonik. Dimana membutuhkan sentuhan kearifan lokal, guna menjadikannya sebagai destinasi unggulan.  

Keraifan lokal tersebut meliputi sejarah, tradisi, adat istiadat, religiusitas, serta seni budaya yang menjadi denyut peradaban yang hidup bersama situs Megalith berada. Tentunya yang menjadi objek dari kearifan lokal adalah masyarakat yang keberadaannya di lingkar situs Megalit.

Maka yang paling pantas mengangkat narasi kerafian lokal dalam bentuk storynomics tourism adalah masyarakat lokal itu sendiri, dibantu pihak terkait yang relevan dan kompoten, menindaklanjutinya menjadi promosi wisata baik secara online maupun ofline.

Unsur seni budaya dan kearifan lokal saat pencanangan Sulteng Negeri Seribu Megalit. Dok Dinas Pariwisata Sulteng
Unsur seni budaya dan kearifan lokal saat pencanangan Sulteng Negeri Seribu Megalit. Dok Dinas Pariwisata Sulteng

Karena bagaimanapun juga storynomics tourism yang efektif harus tersosialisasikan ke ruang publik, agar menjadi referensi luas bagi wisatawan tentang keberadaan situs Megalit di Sulteng.

Storynomics tourism sendiri adalah pendekatan pariwisata yang menitikberatkan kekuatan cerita atau narasi tentang kearifan lokal di sebuah destinasi wisata. Contoh sukses dari storynomics tourism adalah Bali yang konsisten menonjolkan kearifan lokal di tengah 'serbuan' wisatawan mancanegara.

Tentu kekuatan kearifan lokal tersebut bisa dikonversi dalam bentuk aktivitas dan atraksi wisata. Sebagai contoh pelibatan unsur kearifan lokal di destinasi wisata Benteng Moraya di Tondano Sulawesi Utara yang saya kunjungi beberapa waktu lalu.

Dimana kehadiran masyarakat adat Minahasa menggunakan atribut Kabasaran, yang menemani wisatawan bercerita seputar sejarah dan elemen yang ada benteng tersebut. Mereka juga menemani wisatawan untuk dokumentasi bersama, karena keunikan pakaian adatnya.

Dengan pendekatan aktivitas wisata yang berkearifan lokal ini, wisatawan senang bisa mendapatkan hal menarik dari kunjungan ke destinasi wisata. Sementara masyarakat turut mendapat penghasilan dari aktivitas yang ditonjolkan kepada wisatawan.

Lembah Lore yang kaya dengan elemen kearifan lokalnya, tentu menjadi daya tarik saat ditampilkan sebagai atraksi wisata di situs Megalit. Perpaduan kombinasi elemen kearifan lokal dengan landscape alam Megalith yang eksotis, itulah kekuatan storynomics tourism yang harus mendapat branding luas dalam menggaet wisatawan.

Kini terpulang kepada Pemprov Sulteng lewat Dinas Pariwisata dalam melakukan terobosan sebagai upaya akselerasi menuju destinasi unggulan. Lebih baik lagi jika situs Megalit bisa ditetapkan sebagai salah satu Destinasi Super Prioritas (DSP) menyamai Mandalika, Danau Toba, Likupang, dan Borobudur.

Padahal Sulteng sudah punya destinasi wisata yang mumpuni dan populer di wisatawan seperti Kepulauan Togean, Pulau Sombori, Danau Poso, Danau Tambing dan Pantai Tanjung Karang. Namun hingga kini belum ada satupun yang naik kelas menjadi  DSP. Dimana kendalanya? mungkin bisa jadi bahan kontempkasi bagi stakeholder terkait.

Semoga dalam upaya akselerasi lewat strategi dan program yang sudah disiapkan, tidak terjadi distraksi (pengalihan fokus) yang bisa menjadi penghambat dalam upaya menjadikan Sulteng Negeri Seribu Megalit, sebagai destinasi unggulan di Indonesia yang diminati oleh banyak wisatawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun