Mohon tunggu...
Efrain Limbong
Efrain Limbong Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengukir Eksistensi

Menulis Untuk Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dialektika Konfigurasi Capres Jelang 2024

6 September 2022   13:17 Diperbarui: 7 September 2022   10:05 1342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rangkaian foto lukisan para presiden Republik Indonesia tergambar di sebuah tembok di kawasan Cipondoh, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021) (KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Dinamika jelang 2024 diwarnai realitas politik yang terbangun di ruang publik secara intens. Adapun realitas politik tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, adanya dukungan jabatan tiga periode untuk Presiden Jokowi yang disampaikan para relawan dalam Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia yang dihelat di Bandung belum lama ini. Di mana Jokowi menilai sah sah saja dukungan tersebut sebagai bagian dari kehidupan berdemokrasi.

Kedua, adanya safari politik dari para Calon Presiden (Capres) sebagai upaya membangun koalisi Partai Politik (Parpol) untuk dapat mengusung dalam Pilpres tahun 2024 nanti. Kali ini intens melakukan safari politik adalah Puan Maharani dalam kapasitas sebagai elit DPP PDI Perjuangan ke sejumlah Pimpinan Parpol.

Ketiga, adanya hasil survey dari sejumlah Lembaga yang mempresentasikan tingkat elektabilitas para Capres jelang 2024. Terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menempatkan Ganjar Pranowo diperingkat tertinggi sebesar 24,5 persen menyusul Prabowo Subianto 21,3 persen dan Anis Baswedan 19,3 persen.

Figur Ganjar Pranowo mendapat elektabilitas tertinggi untuk Capres 2024 berdasarkan rilis survei terbaru LSI . Doc IG Ganjar Pranowo
Figur Ganjar Pranowo mendapat elektabilitas tertinggi untuk Capres 2024 berdasarkan rilis survei terbaru LSI . Doc IG Ganjar Pranowo

Fenomena di atas telah menghadirkan dialektika publik dalam merespon realitas politik. Publik dengan berbagai argumentasinya tentu punya alasan ideal, dalam mencermati realitas tersebut. Sebagaimana kata Jokowi, setiap aspirasi dari publik, sah sah saja sebagai bentuk berdemokrasi.

Terkait adanya aspirasi Jokowi menjabat tiga periode, menjadi bagian dari dinamika berdialektika. Meski Jokowi sudah tegas menyatakan hanya sampai dua periode saja. Selain karena ingin fokus pada tugasnya,  juga karena patuh pada Konstitusi yang mengamanatkan masa jabatan Presiden dan Wapres hanya dua periode.

Konsistensi pada masa jabatan dua periode dan menghargai aspirasi tiga periode dari para relawan, tentu tidak bisa langsung menjustifikasi Jokowi sebagai sosok yang gamang. Sampai di sini Jokowi selaku Eksekutif, telah on the track dalam berpijak pada titian Konstitusi.

Presiden Jokowi saat menghadiri Musra Indonesia di Bandung. Doc IG DPP Projo
Presiden Jokowi saat menghadiri Musra Indonesia di Bandung. Doc IG DPP Projo

Karena sejatinya kewenangan untuk mengubah Konstitusi terkait masa jabatan Presiden menjadi ranah Legislatif yakni MPR. 

Dalam amandemen keempat UUD 1945 pasal 37 telah mengamanatkan soal perubahan pasal pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR. Yakni apabila diajukan oleh sekurang kurangnya 1/3 dari anggota MPR.

Disebutkan dalam pasal 37 ayat 2, setiap usul perubahan pasal pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. Adapun pada ayat 3 menyebutkan, untuk mengubah pasal UUD sidang dihadiri sekurang kurangnya 2/3 anggota MPR.

Selanjutnya dalam ayat 4 menyebutkan, putusan untuk mengubah pasal pasal dalam UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang kurangnya 50 persen ditambah satu anggota MPR. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa dilakukan perubahan, sebagaimana tertuang pada pasal 37 ayat 5.

Pertanyaannya, urgenkah MPR mengubah Konstitusi saat ini khususnya Pasal 7 UUD 1945, demi kepentingan perpanjangan masa jabatan Presiden? Kalaupun urgen, perubahannya harus disertai dengan alasan yang relevan sebagaimana diamanatkan dalam UUD.

Dan jika diubah Konstitusinya, masih konsistenkah sikap Jokowi untuk tetap menjabat hingga dua periode. Publik sah sah saja berdialektika, karena peluang untuk mengubah masa jabatan Presiden memungkinkan untuk dilakukan. Namun kebijakan dan political will pada akhirnya berpulang kepada elit Parpol selaku wakil rakyat di Senayan yang punya kewenangan untuk mengubah Konstitusi.  

Membaca Langgam Elit Parpol

Seperti apa konfigurasi politik jelang 2024 dan akan mengerucut ke mana nantinya, publik hanya bisa membaca lewat langgam elit Parpol yang terepresentasikan di ruang publik.

Langgam elit Parpol yang  intens melakukan komunikasi politik untuk membangun koalisi jelang 2024, menjadi gambaran bagaimana konfigurasi koalisi Parpol kelak. Memang masih dua tahun lagi kontestasi Pilpres akan digelar, namun konfigurasi sudah harus terbangun sedini mungkin.

Para elit Parpol tentu tidak ingin ketinggalan langkah dalam merespon konfigurasi politik yang terbangun secara dinamis. Terlebih para Capres yang digadang gadang bakal berkontestasi dalam Pilpres nanti.

Pertemuan dua elit Parpol Puan Maharani dan Prabowo Subianto di Hambalang. Doc Kompas.com
Pertemuan dua elit Parpol Puan Maharani dan Prabowo Subianto di Hambalang. Doc Kompas.com

Bagi para Capres, eksistensi politik merupakan keniscayaan dan keharusan. Dan eksistensi tersebut harus terus terlihat di ruang publik, lewat berbagai momentum politik yang dibangun. Eksistensi sebagai branding personal beririsan dengan tingkat elektabilitas Capres bersangkutan.

Di satu sisi, publik dalam merespon konfigurasi politik yang ada, telah mengonversikan preferensi politiknya secara kongkret di ruang publik. Dan preferensi tersebut bisa terbaca lewat hasil survei elektabilitas para Capres yang sudah dirilis oleh sejumlah Lembaga Survei.

Bukan itu saja, berbagai relawan Capres yang sudah terbentuk di berbagai daerah, merupakan kristalisasi dari preferensi politik yang terorganisir secara masif. Walaupun pada akhirnya Parpol lah yang bisa mengusung Capres dalam Pilpres nanti, namun keberadaan relawan harus dibaca sebagai dukungan real kepada Capres tertentu.

Politik sejatinya bukan model matematika yang bisa dimaknai secara harafiah. Karena itu setiap konfigurasi yang terlihat di ruang publik tidak serta merta diterima sebagai sebuah kepastian. Karena politik setiap saat bisa berubah, apalagi waktu masih panjang hingga 2024. 

Framing Pendidikan Politik

Rasanya dialektika politik jelang 2024 akan berjalan beriringan dengan konfigurasi politik yang akan semakin intens dibangun oleh elit Parpol terlebih para Capres.

Dialektika sebagai bagian dari berdemokrasi tentu sah sah saja selama bertujuan mendinamisi konfigurasi politik yang dibangun oleh elit Parpol. Yang dihindari tentu saja model dialektika yang berpotensi mendegradasi dan memolarisasi anak bangsa.

Para elit Parpol tentu harus menjaga benar jangan sampai dinamika yang dibangun menimbulkan segregasi politik. Itulah sejatinya tugas dari Parpol. Walau tak bisa dielakkan jika Parpol punya kepentingan elektoral jelang Pilpres 2024, namun pencerahan politik harus tetap dikedepankan.  

Sampai di sini maka peran elit Parpol maupun Capres untuk melakukan framing pendidikan politik sangat dibutuhkan. Kita tidak menghendaki mereka para elit Parpol terlebih Capres, menjadi politisi hampa yang tidak memberikan pencerahan di ruang publik.

Framing pendidikan politik ini penting, agar dialektika politik di ruang publik akan lebih edukatif. Di satu sisi konfigurasi politik yang terbangun menjadi bagian dari instrumen berdemokrasi yang memberikan edukasi kepada publik.

Elit Parpol maupun para Capres menjadi garda terdepan dalam memberikan pencerahan politik di ruang publik. Karena itu langgam saja tidak cukup, harus juga disertai dengan skim serta narasi yang memadai.

Elit Parpol dan Capres harus mengambil bagian dalam mengarahkan dialektika terhindar dari kontra produktif, serta debat kusir yang tak berujung. Tentu saja pemahaman terhadap literasi, regulasi dan mekanisme harus dikuasai, sehingga narasi yang tersampaikan senantiasa berpijak pada tiga dimensi tersebut.  

Setiap tempat dan kesempatan harus dijadikan momentum untuk memberikan pendidikan politik. Para elit Parpol harus bersinergi dengan semua stakeholder untuk memberikan pencerahan. Dan bisa hadir di mana saja termasuk di kampus, dalam kepentingan memberikan pendidikan dan edukasi politik.  

Mengapa harus di kampus? Karena di kampus merupakan tempat bernaungnya kaum intelektual. Dan perjumpaan dengan kaum intelektual merupakan keniscayaan, untuk bersama sama bersinergi melakukan pendidikan politik. Yakni politik yang bersentuhan dengan urusan kemasyarakatan.

Ganjar Pranowo salah satu figur Capres yang sering hadir di kampus, selain menjadi pemateri sekaligus melakukan pendidikan politik yang berkaitan dengan dimensi kemasyarakatan, pemerintahan dan kepemimpinan. 

Perjumpaan Ganjar Pranowo dengan kaum intelektual ini sangat positif guna sharing informasi dan penguatan wawasan terkait dimensi tersebut.

Karena kita tahu, urusan kemasyarakatan ada di semua aspek kehidupan. Dan di setiap aspek tersebut, dibutuhkan intervensi kebijakan politik agar pergumulan yang mencuat bisa mendapatkan solusinya. Itulah  sebabnya mengapa dibutuhkan peran pendidikan politik, agar publik terlibat secara partisipatif dalam menyalurkan aspirasinya.

Hanya dengan pendidikan politik, maka dialektika politik akan menjadi produktif dan berkualitas. Publik akan dapat menerima realitas dan dinamika konfigurasi politik secara dewasa. Serta dapat menghargai setiap preferensi politik secara objektif.

Karena seperti apa konfigurasi politik yang akan terbangun oleh para elit Parpol ke depan, waktulah yang akan menjawabnya. Apakah nantinya akan ada dua atau tiga pasangan Capres, dan siapa saja figur Capres yang bakal berkontestasi dalam Pilpres 2024, kelak pada saatnya akan terjawab.

Yakinlah pada akhirnya politik akan menemukan jalannya. Kita tunggu saja muaranya, sembari tetap mengedepankan suasana kondusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun